Sinetron Impor Bersulih Suara, Deddy Mizwar: Orang Korea Disangka Orang Cimahi
Sulih suara masih digunakan karena ada pasarnya. Sinetron dari Turki, India, Korea menghadirkan wajah cantik dan tampan para artisnya.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM - Aktor senior Deddy Mizwar mempertanyakan peran Lembaga Sensor Film (LSF) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang membiarkan praktik sulih suara di televisi.
"Undang-Undang mengatakan tidak boleh sulih suara, kecuali untuk film tertentu. Misalnya, (film mengenai) kedokteran. Kok melanggar Undang-Undang boleh?" ujar Deddy yang kini menjabat Wakil Gubernur Jawa Barat di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat Rabu (10/2/2016).
Undang-Undang yang dimaksud Deddy adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, Bab III, Pasal 43 yang berbunyi, "Pelaku usaha perfilman dilarang melakukan sulih suara film impor ke dalam bahasa Indonesia, kecuali film impor untuk kepentingan pendidikan dan/atau penelitian."
Deddy menilai, ketika Undang-Undang menyatakan sulih suara tidak boleh digunakan untuk film atau tayangan sinetron, seharusnya diikuti. Namun, ini malah dibiarkan.
"Berbahaya itu sulih suara," ucapnya.
Deddy mengatakan, sulih suara masih digunakan karena ada pasarnya. Sinetron dari Turki, India, Korea menghadirkan wajah cantik dan tampan para artisnya.
Kata Deddy, dengan menggunakan bahasa Indonesia, aktor dan aktris di sinetron tersebut akan menjadi idola di Tanah Air.
"Orangnya cakep-cakep daripada muka kayak gini kan? Pakai bahasa Indonesia lagi, jatuh cinta deh," ungkapnya.
"Saya pertanyakan (peran) LSF di mana kalau sulih suara diperbolehkan," ucapnya.
Begitupun dengan peran KPI dipertanyakan.
"Sinetron impor boleh tayang tapi pakai subtitle. Jangan sampai orang Turki disangka orang Indonesia, orang Korea disangka orang Cimahi," tuturnya.
Jika dibiarkan, hal ini akan berpengaruh pada budaya. Apalagi masyarakat yang menelan mentah-mentah semua yang ditontonnya.
Kontributor Kompas.com Bandung/Reni Susanti