Kisah di Balik Layar Suksesnya Film Uang Panai, Film Daerah Pertama Tembus Box Office Indonesia
Uang Panai' menjadi pembuktian bahwa film lokal masih mendapat tempat hangat di tengah masyarakat Indonesia.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapa bilang film berlatar belakang kebudayaan daerah tidak bisa bersaing dengan film-film nasional? Uang Panai' menjadi pembuktian bahwa film lokal masih mendapat tempat hangat di tengah masyarakat Indonesia.
Uang Panai' yang dirilis pada 25 Agustus 2016 lalu bercerita soal Anca (Ikram Noor), seorang lelaki Bugis yang bertemu kembali dengan mantan kekasihnya, Risna (Nurfadillah Naifa).
Sudah lama tidak bertemu, benih-benih cinta mulai tumbuh lagi di hati mereka. Anca yang tidak ingin kehilangan Risna untuk kedua kali pun berniat untuk menjadikan perempuan itu sebagai istrinya.
Kendati begitu, niat tulusnya terhalang oleh syarat pernikahan adat di daerah asalnya.
Dalam adat Makassar, pihak lelaki harus menyediakan Uang Panai (uang mahar) dalam jumlah yang tidak sedikit. Hal ini membuat Anca berjuang mati-matian untuk memenuhi syarat tersebut.
Di tengah perjuangannya, Anca harus menerima kenyataan kalau gadis pujaannya hendak dijodohkan dengan lelaki lain.
Baca: Netizen Heboh Ulang Tahun 15 Maret Nanti Liliana Tanoesoedibjo Undang Shane Westlife
Lantas, dia merasa tertekan lantaran belum bisa mengumpulkan Uang Panai sesuai waktu yang sudah ditentukan keluarga Risna.
Anca merasa harga dirinya sebagai putra Bugis dipertaruhkan. Tak jauh berbeda, Risna pun merasa khawatir apabila lelaki itu meninggalkannya lagi.
Film Uang Panai' yang disutradarai oleh Halim Gani Safia dan Asril Sani ini menjadi menarik karena mengangkat isu kearifan lokal.
Nurfadillah Naifa (20), yang menjadi pemeran utama dalam film ini bahkan merasakan sendiri bagaimana sulitnya mempersunting perempuan Bugis.
"Aku jadi ngerti gimana kalau cewek Bugis itu, kalau cinta tuh kayak dihalangin gitu. Banyak tantangannya. Materi aja enggak cukup. Kalau mau mempersunting (perempuan), modal harus kuat," ungkapnya ketika berbincang dengan Kompas.com di Anomali Coffee, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2017).
Perempuan yang akrab disapa Dillah ini juga menambahkan, status sosial seseorang cukup mempengaruhi harga atau mahar yang harus diberikan seorang pria yang akan melamar si gadis.
"Contoh, cewek yang mau dilamar itu dokter. Harganya lebih mahal dibanding yang S1 atau yang SMA," imbuhnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.