Drama Musikal ‘Simponi Cinta Kasih’: Mental Cengeng Di Negeri Dongeng
Pelajar menyentil satuan mata acara Televisi. Mereka punya seabrek uneg-uneg. Namun tak punya media penyampai untuk memprotes.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelajar menyentil satuan mata acara Televisi. Mereka punya seabrek uneg-uneg. Namun tak punya media penyampai untuk memprotes. Walhasil protes disampaikan lewat sebuah pertunjukan.
“Anda lebih suka dinina-bobokan dua puluh empat jam siaran televisi. Hidup di negeri dongeng dengan berbagai cerita cengeng yang tidak nyata,” ungkap mereka yang disampaikan lewat tokoh Pengkisah, dalam drama musikal kolosal bertajuk ‘Simponi Cinta Kasih.’
Drama ini dimainkan ratusan pelajar Sekolah St. Bellarminus Bekasi, di Teater Garuda TMII, Jakarta Timur, Kamis lalu (21/09/2017).
Bayangkan 93% masyarakat Indonesia menonton televisi setiap hari. Tak sedikit dari mereka terkontaminasi program televisi yang tidak mendidik dan tak membumi. Televisi juga larut dalam hegemoni politik.
Masyarakat menjelma menjadi frontal civil terhadap aliran politik tertentu. Televisi walhasil menyajikan informasi tak komprehensif, dan tak berimbang.
Fenomana ini mereka deskriptifkan melalui tayangan multimedia dengan layar besar. Menyatu dalam konfigurasi lakon bersama ratusan pelajar tingkat SLTP dan SLTA yang menjadi pemerannya.
Memediasi berbagai gagasan yang ingin diwujudkan dalam praktik konkret kehidupan yang didasarkan pada cinta kasih. Penampilan mereka pun mampu menciptakan daya pesona, melahirkan rasa simpati dan empati.
Banyak gagasan menarik ditampilkan dalam episode drama yang melibatkan para remaja kreatif dari kelompok teater sekolah ini.
“Pementasan ini kami harapkan dapat menjadi rumah kreasi bagi mereka. Bisa mengenal potensi atau kecerdasan lebih dini. Tidak hanya di bidang logika; hitungan, angka-angka, tapi juga olah rasa, olah jiwa (seni), kinestetik, dan komunikasi interpersonal,” ujar Eddie Karsito, Supervisor Produksi Pentas drama musikal kolosal ini.
Menurut Eddie Karsito, yang juga aktor dan sutradara ini, para orangtua, guru dan masyarakat, juga perlu mewaspadai kecenderungan generasi milenial yang kini tumbuh ke arah lebih buruk.
“Sekarang ini gangguan narsistik hampir tiga kali lipat jumlahnya, menjangkiti orang-orang usia produktif. Mereka narsis, penggila gadget, egois, dan manja. Dan sebagian dari mereka otaknya kopong,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata Eddie, kegiatan apresisasi seni seperti pementasan drama ini menjadi penting sebagai pendidikan karakter di sekolah.
“Ada proses-proses kreatif yang dilakukan sebelum pementasan berlangsung. Proses-proses tersebut dapat meningkatkan kompetensi, melatih disiplin, dedikasi, belajar bekerjasama, dan saling menghargai satu sama lain,” kata penyandang gelar penghargaan ‘Anak Bangsa Berkepribadian Pembangunan 2013’ dari Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia ini.
Pementasan drama musikal kolosal ‘Simponi Cinta Kasih’ ini sekaligus menandai perayaan Hari Ulang Tahun Ke-25 Yayasan Pendidikan Santo Bellarminus Bekasi.
Kegiatan apresiasi seni ini diharapkan dapat membangkitkan peran serta siswa secara aktif dan kreatif.
“25 tahun Yayasan Pendidikan Santo Bellarminus adalah rentang waktu yang panjang. Kami terus mengatur ritme untuk terus melayani, mencetak generasi cerdas yang memiliki prestasi gemilang, tangguh, dan beriman,” urai PLH Yayasan Pendidikan Santo Bellarminus Bekasi, Sr. Francelin CIJ, menyampaikan sambutan.
Denny Kadarrusman, Produser dan Sutradara pementasan ini menyampaikan, perlunya kontinuitas berkreasi. Artinya, acara ini tidak hanya berhenti di sini. Melainkan ada upaya berkesinambungan.
“Seni peran itu memberi makna pelajaran; memanusiakan manusia, seperti judul dari pergelaran kita ini, ‘Simponi Cinta Kasih’. Ini berguna untuk membangun personalitas, baik di sekolah, di rumah maupun di masyarakat. Jadi tidak hanya berguna di seni dramanya saja. Setelah ini, kami berharap ada upaya berkelanjutan,” selorohnya.