Film Sumpah Libatkan Ibu-ibu Pemetik Teh
Berjajar para wanita bertopi caping terbuat dari bambu berjajar jalan menuju perkebunan teh yang menghampar luas.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM - Berjajar para wanita bertopi caping terbuat dari bambu berjajar jalan menuju perkebunan teh yang menghampar luas.
Pagi itu, sekitar sepuluh wanita dengan bakul di pundaknya, tak hendak bekerja seperti biasanya.
“Kami mau ikut syuting film Sumpah” ungkap seorang ibu di antara mereka dengan
rona malu-malu. Wanita-wanita yang berusia di atas tiga puluhan itu tersenyum,
melanjutkan perjalanannya.
Di lokasi perkebunan teh milik PTP Nusantara IX Semugih itu, beberapa kru
membenahi lokasi dan menyiapkan perlengkapan syuting.
”Kami sengaja syuting supaya mendapatkan gambar saat –saat matahari muncul pagi ini,” ujar Hasto Broto,sutradara.
“Ibu-ibu sebagai ekstras dalam film ini.Tidak mudah karena mereka tidak sekedar
memetik teh, tapi ekpresi natural ketika mereka memetik teh harus dapat. Karena
berbeda ketika mereka bekerja dengan ada kamera,” tutur Hasto Broto yang
cukup cekatan membujuk dan mengajak mereka yang asli orang desa untuk
bermain film.
Film Sumpah produksi Ganesha Gema Film ini memang mengambil lokasi syuting
sepenuhnya di sekitar Pemalang Selatan, Slawi dan Tegal. Direncanakan syuting
akan memakan waktu sekitar lima belas hari.
Film yang dibintangi Sahrul Gunawan sebagai Akbar, Sylvia Fully sebagai Mirna,dan Ibu Akbar bernama Pertiwi diperankan Neno Warisman, bercerita tentang Kepala Desa bernama Gondo, yang melanggar Sumpah jabatannya, tidak amanah, bekerjasama dengan para penjahat untuk memperkaya diri.
Meski ayahnya jahat Mirna kesehariannya menjadi mengajar menari ingin
membangkitkan remaja desanya untuk lebih berguna dengan mendalami seni tari
Topeng Endel. Mirna berpacaran dengan Akbar, pemuda yang saleh namun berani
melawan kebijakan Gondo dan antek-anteknya yang menyengsarakan rakyat.
“Saya mendalami peran ini dengan mempelajari bagaimana menjadi wanita Jawa
yang berpenampilan lembut namun punya daya juang yang keras,” ujar Sylvia Fully
yang ditemui di lokasi syuting.
”Sementara saya, kan orang Sunda. Dialeknya harus seperti Jawa Tegal, tapi jangan kelihatan lucu kalau bicara,” ujar artis yang bermain film Harim di Tanah Haram yang sedang tayang di bioskop.
Sementara Sahrul yang sudah cukup lama tidak main film, beruntung mendapatkan peran sebagai Akbar.
”Saya memang suka dengan tokoh dan cerita film ini. Selain tokohnya bijaksana tetapi punya prinsip ketika berhadapan dengan perbuatan yang bathil atau jahat,” ujar aktor disapa Kang Alul ini.
Baik Sahrul maupun Sylvia mengakui sudah membangun chemistry sebagai
pasangan main yang dalam cerita film Sumpah ini mereka berpacaran.
”Itu yang membuat saya lebih mudah mengarahkan untuk detil adegannya,” ujar Hasto Broto, yang baru saja menyelesaikan filmnya yang berjudul Kasinem Is Coming
yang akan tayang akhir bulan ini.
Syuting hari itu selain mengambil adegan Akbar dan temannya, Wawan, ketika
kecil. Adegan Akbar dewasa dan Mirna bertemu di tengah perkebunan.
Yang agak istimewa ada syuting adegan para warga yang protes atas kebijakan Kepala Desa Gondo.
Mereka, yang hidup bertani menggelar demonstrasi. Nah, yang menjadi
ketua demonstrasi para warga itu diperankan oleh PJS. Bupati Tegal Sinung
Noegroho Rachmadi.
“Saya memimpin warga potes dan demo. Pokoknya saya bicara sambil marah-
marah,” tutur Sinung yang kesehariannya adalah Kepala Satpol PP Pengprov Jawa
Tengah ditunjuk oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, menjadi PJS Bupati
Tegal, menggantikan sementara Bupati Ki Enthus yang juga dikenal sebagai
Dalang Wayang, yang kembali mencalonkan diri. Ikut Pilkada.
Dalam pengambilan adegan ternyata Sinung cukup cekatan dalam memerankan
memimpin warga protes dan demo.
”Selain saya senang bisa tampil di layar bioskop,punya pengalaman main film dan lebih senang lagi ketemu artis artis yang selama ini hanya saya lihat di televisi dan bioskop,” tutur dia.
Hasto Broto, sutradara, Sahrul dan Sylvia sangat bahagia menjalani pekerjaan di
tengah perkebunan teh. Alamnya indah dan masyarakatnya ramah-ramah.
Sepanjang syuting dari pagi hingga jelang magrib, masyarakat memenuhi lokasi
syuting, tanpa mengganggu pekerjaan yang sudah disiapkan pada hari itu.
Seperti daerah dataran tinggi lainnya di Indonesia, Desa Banyumudal yang masuk
dalam wilayah Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang itu setiap jelang petang
selalu turun hujan tak terkecuali pada siang itu.
“Kondisi cuaca ini memang tidak bisa dihindari. Tapi, ini membuat kita semakin
kreatif untuk memanfaatkan waktu pagi hingga siang seoptimal mungkin. Meski
hujan sore, target bisa tercapai,” ujar Hasto Broto.