Prostitusi Artis Vanessa Angel Ingatkan Pada Kasus Robbie Abbas, Mengapa Cuma Mucikari yang Dihukum?
Kasus prostitusi artis Vannesa Angel seolah mengingatkan publik pada Robbie Abbas alias Obbie Abbas.Mengapa mucikarinya saja yang dihukum?
Penulis: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Publik kembali dikejutkan dengan berita penangkapan artis yang diduga terseret kasus prostitusi online.
Kali ini Polda Jawa Timur menggerebek artis peran Vanessa Angel dan model Avriella Shaqila, serta pengusaha berinisial Mr R, pria yang diduga menjadi pelanggan prostitusi online.
Polisi juga mengamankan dua mucikari TN (28) dan ES (37).
Dalam kasus ini Vanessa Angel dan Avriella Shaqila, Mr R dipulangkan pada Sabtu (5/1/2019) setelah menjalani pemeriksaan.
Hanya mucikarinya saja yang dijerat hukuman sesuai undang-undang yang berlaku.
"Dia (Mr R) dipulangkan kemarin. Karena kan yang kami kenain undang undang kan muncikari," ucap Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim, AKBP Harissandi
Sementara pemulangan Vanessa Anggel dan Avriella Shaqila dikarenakan batas waktu pemeriksaan sudah terhitung satu kali 24 jam.
Selain itu status kedua wanita tersebut masih sebatas saksi.
"Karena statusnya masih saksi," ujar Harissandi.
Kasus prostitusi artis Vannesa Angel seolah mengingatkan publik pada Robbie Abbas alias Obbie Abbas.
Baca: Ditangkap Saat Berhubungan Badan, Vanessa Angel dan Pengusaha R Dipulangkan, Mucikarinya Tersangka
Make Up Artis yang sangat terkenal di kalangan selebritis ini terseret kasus prostitusi online pada 2015 lalu.
Kala itu, Robbie Abbas (RA) pelaku prostitusi yang melibatkan kalangan artis dan model divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan pidana penjara 1 tahun empat bulan.
Sementara artis-artisnya seperti DJ Amel Alvi, dan Nikita Mirzani hingga Shinta Bachir yang disebut menerima uang hingga ratusan juta bebas dan melanjutkan aktivitasnya di dunia hiburan.
Mengapa hanya mucikarinya saja yang dihukum?
Ketika sang mucikari terbukti melanggar pasal 296 KUHP tentang kesusilaa, kebalikannya pekerja seks dan klien-kliennya bebas dari segala tuntutan.
Terkait hal ini, Reza Indragiri, Psikolog Forensik menuliskan pendapatnya kepada Tribunnews.com
"Hukum kita tidak memosisikan pelacur sebagai pelaku, melainkan sebaga korban. Ini berangkat dari pandangan bahwa pelacur adalah manusia tak berdaya yang dieksploitasi pihak lain," beber Reza Indragiri kepada Tribunnews.com.
Namun, faktanya, dewasa ini orang yang menjadi pelacur adalah orang yang memilih berdasarkan perhitungan bisnis untung rugi.
"Si pelacur berkehendak dan memutuskan sendiri untuk menjadi pelacur. Dia adalah pelaku aktif dalam pelacuran," jelas Reza lagi.
Menurut Reza Indragiri, hal itulah yang kemudian dirumuskan dalam sebuah konferensi perempuan di Beijing beberapa tahun lalu .
"Bahawa ada voluntary prostitution dan ada involuntary prostitution," jelasnya.
Reza berpendapat, Vanessa Angel juga artis yang yang ditangkap bisa jadi dikategorikan voluntary prostitution.
Lantas apakah seharusnya juga kena pidana?
"Polisi menyidiknya. Karen voluntary, semestinya ya dipidana," ucap Reza lagi.
Sayangnya, dua tipologi pelacuran tersebut belum diadopsi ke dalam hukum positif di Indonesia.
"Itu sebabnya sebagaimana pada kasus pelacuran-pelacuran daring terdahulu, saya skeptis mereka (para artis yang ditangkap) bakal dipidana sebagai pelaku," kata Reza Indragiri.
Kepada Tribunnews.com, Reza Indragiri justru melihat penangkapan dan pemberitaan para artis ini seolah menjadi promosi gratis si artis.
Menurut Reza Indragiri, proses revisi KUHP di DPR patut memuat poin tentang pemidanaan bagi pelacur tipe pertama (voluntary prostitute).
Pada sisi lain, sanksi sosial bisa saja ditegakkan.
Ada beberapa sanksi yang diusulkan Reza Indragiri.
"Jangan kasih mereka order sinetron (panggung), sebut pelacur (jangan pakai sebutan eufemistik). Komisi Penyiaran Indonesia perlu buat ketentuan untuk memastikan para pelacur daring tidak muncul di layar kaca. Juga, untuk memastikan merek tidak menjadi agen HIV-AIDS maupun penyakit menular seksual lainnya, mrk dikenakan wajib lapor lapor secara rutin," saran Reza Indragiri.
Bahkan jika perlu bisa ditanya kepada mereka, apa sesungguhnya pekerjaan utamanya?
"Mereka adalah pelacur yang menyambi sebagai artis ataukah artis yg menyambi sebagai pelacur?
Masalah Klasik
Terpisah, pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Eva Ahyani Djulfa, berpendapat bahwa terdapat masalah klasik terkait penanganan kasus prostitusi.
Dengan aturan yang ada saat ini, hanya muncikari yang selalu dijerat hukum oleh jaksa dalam kasus prostitusi.
"Ada permasalahan yang memang agak klasik kalau kita lihat aturan dalam KUHP, karena baik misalnya pasal tentang kesusilaan, pasal 296 misalnya, atau pasal 506 yang kita bicara delik pelanggaran, itu semua mengacu kepada larangan tentang perbuatan memberikan fasilitas kepada perbuatan yang sifatnya memberikan sarana untuk dilakukannya prostitusi," ujar Eva kepada seperti dikutip Tribunnews.com dari BBC, Minggu (06/01).
Menurut Eva, hal itu karena adanya konteks pencegahan dalam KUHP. "Sebenarnya kalau muncikarinya tidak ada, pelacuran (juga) tidak ada. Gitu, kan?"
Meski demikian, sebenarnya aktor lain dalam praktik prostitusi juga bisa terjerat hukum.
Konsumen prostitusi bisa dijerat ketika ia menyewa PSK di bawah umur.
Jika itu yang terjadi, konsumen tersebut bisa dijerat Undang-undang Perlindungan Anak.
Di luar itu, pemidanaan baik konsumen maupun pekerja seks juga bisa dilakukan melalui pasal perzinahan. Itu pun jika ada aduan dari pihak yang merasa dirugikan.
"Kalau istrinya yang melacurkan diri, atau kalau suaminya yang menjadi konsumen dari kegiatan prostitusi ini," tutur Eva. "Jadi, memang ada kelemahannya di situ, kaitannya dengan delik ini adalah delik aduan."