Film Pendek Dokumenter 1998, Saksi Kisahkan Tembakan Gas Air Mata hingga Tembakan Peluru Karet Tajam
Film pendek dokumenter 1998 berdurasi kurang dari 30 menit diputar sebelum nonton bareng (nobar) debat putaran kedua Pilpres 2019, Minggu (17/2/2019).
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Film pendek dokumenter 1998 berdurasi kurang dari 30 menit diputar sebelum nonton bareng (nobar) debat putaran kedua Pilpres 2019, Minggu (17/2/2019) malam di Lucky In The Sky, SCBD, Jakarta Selatan.
Pemutaran film ini bukanlah kali pertama. Sang sutradara Nia Dinata mengatakan sebelumnya film ini sudah diputar saat deklarasi alumni Trisaksi dukung Jokowi-Ma'ruf Amin di kawasan GBK, Jakarta.
Film tersebut berisi foto aksi demo hingga potongan video aksi mahasiswa hingga lahirnya reformasi.
Selain itu, ada lupa saksi-saksi sejarah yang terlibat langsung di peristiwa Mei 1998.
Dalam film itu, Suci Mayang alumni Trisaksi menceritakan bagaimana dirinya ketika ditembakkan gas air mata oleh aparat.
Dia mengisahkan sangat kepayahan karena efek dari gas air mata sangat perih dan pedih di mata. Demi terbebas dari gas air mata, Suci Mayang menyiram seluruh tubuhnya dengan air.
"Setelah itu ada juga perusakan toko, penjarahan, isu SARA menghantam saudara keturunan Tionghoa. Saya sampai gak bisa pulang, lalu saya naik ke atap gedung kampus yang paling tinggi. Saya liat Jakarta terjadi pembakaran, banyak asap," tutur Mayang dengan mata berkaca-kaca.
Tidak jauh berbeda dengan Suci Mayang, Julianto Hendro Ketua Senat Trisaksi yang juga menjadi narasumber di video itu turut mengisahkan soal bom bardir gas air mata ke mahasiwa.
"Saya kena gas air mata. Lalu saya dapat kabar banyak yang tertembak baik dengan peluru karet maupun tajam. Ada juga cerita empat teman kami meninggal dunia ditembak. Saya kaget sekali," imbuh Julianto.
"Saya drops di Rumah Sakit Sumber Waras. Setelah operasi pengangkatan peluru saya lemah. Tapi saaya tunjukkan pada dua orang tua saya. Saya masih tetap semangat, saya berusaha bangun. Mirisnya di televisi rumah sakit, kawan-kawan kami berguguran kena peluru tajam. Trisaksi berduka, Indonesia berduka. Seluruh Indonesia
mengibarkan bendera setengah tiang," ungkap Julianto lagi.
Usai pemutaran film dokumenter, ratusan kaum milenial yang hadir di acara itu bertepuk tangan turut memberikan apresiasi.
Sementara itu, Nia Dinata berpesan agar film ini bisa diputar ketika nongkrong, di keluarga maupun saat arisan agar kaum Milenial tidak melupakan sejarah.