Nunung Terjerat Kasus Narkoba, Ini Respons Anggota Srimulat, Indro Warkop, Hingga Mantan Kepala BNN
Penangkapan Tri Retno Prayudati alias Nunung dan suaminya Iyan Sambiran oleh polisi karena kasus Narkoba mengundang respons dari berbagai pihak.
Penulis: Adi Suhendi
Krisna Mukti memiliki spekulasi bahwa hal tersebut merupakan 'kutukan' dari grup lawak Srimulat.
"Saya jadi berfikir kayanya ini kutukan Srimulat nih, jangan-jangan ya," kata Krisna Mukti saat ditemui tim Grid.ID di kediamannya, kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada Sabtu (20/7/2019).
"Karena di Srimulat dari zaman dahulu sampai sekarang personelnya rata-rata ketangkap karena memakai narkoba," jelasnya.
Baca: Cerita Panjang Perjalanan Jimny, Sang 4x4 Legendaris dari Suzuki
Baca: Takut Nunung Makin Menjadi-jadi Jika Dipenjara, Rekan Srimulat dan GPAN Minta sang Komedian Direhab
Ya, memang sebelumnya jebolan kelompok Srimulat banyak yang tersandung kasus serupa.
Di antaranya Polo, Nurbuat, Tessy, dan Gogon, sempat tercatat menjadi pengguna narkoba.
Tak hanya itu, Krisna Mukti juga mengaku miris melihat Nunung terjerumus kasus penyalahgunaan narkotika.
Alasannya sudah banyak nyawa yang hilang diakibatkan barang haram itu.
"Saya sedihnya itu kok enggak kapok-kapok, contohnya kan sudah banyak ya maksudnya ya dipenjara, ya meninggal, ya kehilangan ini, itu dan sebagainya," ucap Krisna Mukti.
"Kenapa sih engga kapok-kapok gitu, ya maksud saya berarti narkoba ini memang benar-benar barang setan yang setiap kali menggangu keimanan manusia," jelasnya.
"Jadi walaupun ada contohnya sama agama dilarang, ama kesehatan dilarang, pemerintah dilarang tetep aja mengkonsumsinya," katanya.
Kata Mantan Kepala BNN
Bukan hanya dari kalangan artis, komentar atas kasus Narkoba yang menjerat Nunung Srimulat pun datang dari
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar.
Menurut Anang Iskandar, Nunung tetap harus menjalani proses hukum, baik dari tahap penyelidikan hingga ke proses peradilan.
Namun, dalam proses tersebut, Anang nenilai Nunung tidak perlu ditahan selama tidak dapat dibuktikan sebagai pengedar.
"Selama Nunung tidak bisa dibuktikan sebagai pengedar maka Nunung ditempatkan di lembaga rehab selama penyidikan, penuntutan dan pengadilan," kata Anang dalam keterangannya, Sabtu (20/7/2019).
Anang menjelaskan, perbedaan pokok penyalah guna dan pengedar dalam Undang-Undang ada pada kegunaan kepemilikan narkotika.
Baca: Bus AKAS Surabaya-Banyuwangi Berpenumpang 11 Orang Terbakar di Tol Sidoarjo, Begini Nasib Penumpang
Baca: Soal Masa Depan Higuain di Juventus, Sarri Angkat Bicara
Baca: Teman Sekelas, Anak Denny Cagur Disebut Dekati Anak Nikita Mirzani, Ada Bukti Chat WhatsApp
Jika untuk mendapatkan keuntungan, maka menurut Anang Iskandar tergolong pengedar.
"Kalau untuk dikonsumsi sendiri tergolong penyalah guna dikenakan pasal 127, sedangkan pengedar dikenakan pasal 112," katanya.
Menurut Anang, penyalah guna tidak memenuhi syarat ditahan berdasarkan syarat penahanan yang tertuang dalam pasal 21 KUHAP.
Penyidik, penuntut umum, dan hakim punya kewajiban menjamin penyalahguna untuk direhabilitasi berdasarkam tujuan pasal 4 UU Narkotika.
"Itu sebabnya penegakan hukum terhadap penyalahguna narkotika bersifat rehabilitatif. Maka selama proses pidana terhadap perkara penyalahguna menjadi kewajiban penegak hukum untuk menempatkan penyalahguna di lembaga rehabilitasi," ucap Anang.
Anang yang juga merupakan Capim KPK ini berpendapat bahwa status hukum hukuman rehabilitasi itu berdasarkan UU narkotika sama dengan hukuman penjara, tempat menjalani rehabilitasi berdasarkan pasal 56 UU narkotika di lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
"Tempat rehabilitasi tersebut sudah tergelar seperti RSKO dan rumah sakit yang ditunjuk menteri kesehatan, lembaga rehabilitasi milik BNN, dan kemensos, serta lembaga rehabilitasi milik masyarakat. Bukan di lapas," katanya.
Karena itu, kata mantan Kabareskrim Polri itu, penegak hukum mulai dari penyidik, jaksa penuntut, dan hakim harus mengubah arah cara bertindak dalam menangani perkara penyalahguna narkotika agar tidak terjadi maladministrasi penegakan hukum, yang berakibat memberatkan negara dalam hal memberi makan dan merawat tahanan penyalahguna narkotika yang dijatuhi hukuman penjara.
"Dan hasilnya tidak menyembuhkan penyakit yang diderita penyalahguna karena penjara tidak memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai tempat rehabilitasi penyalahguna," ujarnya.
Sebagai gantinya, Anang mengatakan ada alternatif yang bersifat wajib, berupa penempatan ke dalam lembaga rehabilitasi sesuai pasal 4b,d UU 35/35 dan pasal 13 angka 3,4,5 PP 25 Tahun 2011.
Kenapa diberikan alternatif penghukuman berupa rehabilitasi?
Anang mengatakan sebab penyalahguna adalah tersangka atau terdakwa penderita sakit adiksi narkotika.
"Kalau salah dalam menerapkan upaya paksa dan penjatuhan hukumannya maka tidak mustahil Indonesia mengalami bencara akibat wabah adiksi narkotika," ujarnya.
"Bencana ini akan ditandai dengan banyak penyalahguna kambuhan seperti Jennifer Dunn, Tio, dan penyalahgunaan narkotika yang menimpa Srimulat. Lapas akan kewalahan ngurusi orang sakit adiksi di penjara. Dan Indonesia akan menghasilkan generasi yang tidak sehat karena salah terapi," katanya. (kompas.com/grid.id/tribunnews.com/ bayu indra permana/ fahdi/ apfia)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.