Pencegahan Stunting, Pastikan Calon Ibu Siap Hadapi 1000 Hari Pertama Kehidupan Anak
Upaya penanggulangan stunting harus dimulai jauh ke belakang, yaitu dengan memberi perhatian pada kesehatan calon ibu.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya penanggulangan stunting harus dimulai jauh ke belakang, yaitu dengan memberi perhatian pada kesehatan remaja dan terutama calon ibu.
Sebab, stunting bukan hanya persoalan saat anak mengalami persoalan gizi.
Pencegahan stunting harus diawali dengan memastikan calon ibu benar-benar siap menghadapi 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
Sebagaimana diketahui, perkembangan kesehatan saat remaja sangat menentukan kualitas seseorang untuk menjadi individu dewasa.
Masalah gizi yang terjadi pada masa remaja akan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit di usia dewasa serta berisiko melahirkan generasi yang bermasalah gizi.
Baca juga: Menko PMK Minta Al-Washliyah Terlibat dalam Penanganan Stunting
Merujuk pada Riskesdas tahun 2018, sekitar 65% remaja tidak sarapan, 97% kurang mengonsumsi sayur dan buah, kurang aktivitas fisik serta konsumsi gula, garam dan lemak (GGL) berlebihan.
Pola konsumsi dan kebiasaan yang tidak baik tersebut mengakibatkan tingginya angka anemia pada remaja, yaitu 3 dari 10 remaja mengalami anemia.
Anemia pada remaja akan menyebabkan timbulnya masalah kesehatan seperti penyakit tidak menular, produktivitas dan prestasi menurun, termasuk masalah kesuburan.
Karena itu, edukasi gizi menjadi penting, tidak hanya untuk ibu tapi juga remaja, milenial dan para calon orang tua. Hal ini juga sejalan dengan data UNICEF pada 2017, bahwa adanya perubahan pola makan seperti kenaikan konsumsi makanan tidak sehat seperti jenis makanan instan dan juga makanan tinggi kandungan GGL.
Dampaknya adalah, kebiasaan ini menjadikan calon ibu tidak memiliki bekal pengetahuan yang cukup pada saat menjadi ibu. Maka tidak heran, hingga saat ini masih banyak ditemukan balita mengkonsumsi makanan instan sebagai asupan makanan sehari-hari.
Tak hanya itu, konsumsi kental manis sebagai minuman susu oleh balita bahkan bayi pun masih jamak ditemukan dengan frekwensi yang cukup tinggi 2 hingga 8 gelas per hari.
Padahal kental manis bukanlah minuman untuk dikonsumsi anak mengingat kandungan gulanya yang cukup tinggi.
Baca juga: Hindari Risiko Obesitas, Penting Baca Label Kemasan, Perhatikan Nilai Gizinya
Kepala Pusat Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan pentingnya melakukan pengawalan bersama mengenai implementasi PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan khusunya pasal-pasal yang berkaitan dengan kental manis.