Ganti Pemeran Zahra di Sinetron ''Suara Hati Istri'', Ernest Prakasa Sebut Itu Bukan Solusi
Mega Kreasi Film mengganti Lea Ciarachel dengan Hanna Kirana, aktor yang usianya lebih dewasa dan dinilai cukup umur memerankan karakter Zahra.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mega Kreasi Film, rumah produksi sinetron "Suara Hati Istri: Zahra" yang tayang di Indosiar, memenuhi permintaan komisi penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengganti pemeran Zahra.
Sebelumnya, pemeran Zahra, istri ketiga Pak Tirta, adalah Lea Ciarachel, bocah berusia 15 tahun.
Ia dinilai tak pantas memerankan istri ketiga. Apalagi ada adegan yang dinilai publik tak pantas dipernakan aktor sebelia itu.
Mega Kreasi Film mengganti Lea Ciarachel dengan Hanna Kirana, aktor yang usianya lebih dewasa dan dinilai cukup umur memerankan karakter Zahra.
Kini, pemerah Zahra telah diganti. Namun ada beberapa pihak yang merasa jika permasalahan tersebut tidak langsung selesai.
Baca juga: Gantikan Lea Ciarachel untuk Peran Zahra di Sinetron Suara Hati Istri, Hanna Kirana Rasakan Beban
Satu di antaranya komika sekaligus sutradara film yaitu Ernest Prakasa.
Menurut dia mengganti peran 'Zahra' bukanlah pemecahan masalah yang sebenarnya.
Lewat akun Instagram miliknya, Ernest menceritakan bahwa dahulu UU Tahun 1974 menyebut pernikahan legal seseorang adalah 16 tahun.
"Dari 1974 sampai sekarang kita banyak belajar bahwa usia pernikahan yang paling dini itu banyak hal negatif di baliknya. Oleh karena itu, tahun 2019 lalu DPR akhirnya merevisi usia minimal pria dan wanita untuk menikah adalah 19 tahun," ungkapnya, Jumat (4/6/2021).
Baca juga: Sebut Lea Ciarachel Tak Salah, Hanna Kirana: Tak Patut Dibully karena AKtingnya
Menurutnya, setiap orang perlu mengedukasi jika pernikahan muda itu berbahaya. Lebih banyak negatifnya untuk si perempuan.
Dan pemeran Zahra dalam film ini diceritakan menikah masih duduk di bangku SMA.
"Tidak ada penyebutan usia betul, tapi dia masih SMA. Ada sih anak SMA yang ngulang-ngulang kelas terus sampai 19 tahun. Kalau mau dicari-cari mah ada. Beda cerita kalau anak SMA dinikahkan kemudian tidak bahagia, ini bisa jadi pembelajaran buat kita," katanya lagi.
Namun Ernest menyayangkan dari serial tersebut, pernikahan di bangku SMA malah diberi kesan romantis.
Di sisi lain keluarga dari pihak perempuan terlihat bahagia. Sehingga terkesan melanggengkan pernikahan bawah umur.