Pengacara Olivia Nathania Sebut Kliennya Sempat Depresi saat Dituduh Melakukan Penipuan CPNS
Pada kesempatan itu, Susanti menyebut Olivia depresi setelah dituduh melakukan penipuan, penggelapan, serta pemalsuan surat berkedok seleksi CPNS.
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Selain karena tekanan mental, Olivia Nathania, anak Nia Daniaty, tak bisa hadiri panggilan polisi karena berkas berupa data belum sepenuhnya disiapkan.
Hal itu dikatakan oleh Susanti Agustina, pengacara Olivia, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (5/10/2021).
"Memang Olivia ini, banyak sih data-data itu," lanjut Susanti.
Ia menambahkan ada kendala soal dokumen untuk membuktikan kliennya itu tak bersalah.
"Karena dari rumah yang di Kemang waktu itu kena banjir, jadi ada beberapa, hampir semua dokumen itu kena banjir, jadi hilang," jelasnya.
Pada kesempatan itu, Susanti menyebut Olivia depresi setelah dituduh melakukan penipuan, penggelapan, serta pemalsuan surat berkedok seleksi CPNS.
Apalagi bukan hanya dirinya yang dituduh, tapi juga suaminya, Rafly N Tilaar.
Baca juga: Polisi Periksa Gedung Bidakara, Lokasi Seleksi CPNS Fiktif yang Diduga Libatkan Anak Nia Daniaty
Baca juga: Syok Dituduh Menipu, Anak Nia Daniaty Siap Membela Dirinya, Bukti Transfer Jadi ''Senjata''
Mental Olivia benar-benar drop hingga akhirnya tak bisa memenuhi panggilan polisi untuk menjalani pemeriksaan terkait laporan yang menyeret namanya dan sang suami dalam kasus tersebut.
"Pastinya depresilah, kan mental itu. Misalnya kita melakukan sesuatu, terus tiba-tiba dipelintir sedikit, ter-blow up banyak, pastinya kan psikisnya berat juga," kata Susanti.
Makanya, Olivia dan suaminya, Rafly N Tilaar mangkir dari panggilan pemeriksaan kepolisian.
Sebagai informasi, satu di antara orang yang mengaku korban, Karnu, melaporkan Olivia Nathania dan suaminya, Rafly Noviyanto Tilaar, ke Polda Metro Jaya pada 23 September 2021.
Baca juga: Farhat Abbas Duga Putri Nia Daniaty hanya Jadi Kambing Hitam, Sebut Agustine Miliki Peran Besar
Laporan yang teregister dengan nomor LP/B/4728/IX/SPKT/Polda Metro Jaya itu menggunakan Pasal 378 dan atau Pasal 372 dan atau Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penggelapan, Penipuan, serta Pemalsuan Surat.
Sementara korban dari kasus tersebut disebut telah mencapai 225 orang dengan kerugian ditaksir mencapai Rp 9,7 miliar.