Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Bisakah Industri Perfilman Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri? Ini Pandangan Pengamat

Industri Perfilman Indonesia selalu mengusung slogan menjadikan film Indonesia jadi tuan rumah di negeri sendiri. Bisakah?

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Bisakah Industri Perfilman Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri? Ini Pandangan Pengamat
iStockphoto)
Ilustrasi proses syuting film. Bisakah Industri Perfilman Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri? Ini Pandangan Pengamat 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Arie Puji Waluyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Industri Perfilman Indonesia selalu mengusung slogan menjadikan film Indonesia jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Tentu hal tersebut menjadi sumbu untuk membakar semangat sineas Indonesia terus melahirkan karya terbaiknya, yang bisa memberikan dampak kepada semua penontonnya.

Wartawan senior dan pengamat perfilman, Benny Benke menilai slogan menjadikan film Indonesia jadi tuan rumah di negeri sendiri cukup sulit untuk direalisasikan.

Benny Benke menganggap kesulitan itu mengacu kepada bisnis perfilman yang diduga masih dikuasai oleh para pemangku bisnis yang jaringan bioskop.

Baca juga: Film Hayya 2: Hope, Dream & Reality Tayang di Bioskop Maret, Angkat Isu Kesehatan Mental

Baca juga: Meriahkan Libur Akhir Tahun, Ini 5 Rekomendasi Film Bioskop Indonesia Terbaru

"Pemilik jaringan bioskop Indonesia mengklaim mereka murni adalah swasta. Tidak ada campur tangan pemerintah dalam bisnis bioskop ini," kata Benny Benke kepada Wartakotalive.

"Hal itu lah yang jadi sulit untuk industri perfilman Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri," tambahnya.

Berita Rekomendasi

Benny menduga monopoli bisnis bioskop yang menjadi akar dari permasalahan.

Sebab, setiap film sulit mendapat banyak layar karena kalah dengan film import atau film hollywood dan sebagainya masih menguasai layar diseluruh bioskop Indonesia.

"Importir film ini merasa film miliknya (film hollywood yang dibeli) adalah punyanya sendiri. Sehingga mereka layak didahulukan untuk mendapat banyak layar diseluruh bioskop, yang notabene memiliki lebih dari 1500 layar," ucapnya.

Karena tidak ada subsidi dari Pemerintah, pemilik jaringan bioskop yang juga menjadi importir film tentu mengedepankan film-film luar ketimbang film Indonesia, demi kepentingan bisnis.

"Permasalahan pembagian layar adalah hal paten di Indonesia. Jaringan bioskop mengklaim dirinya swasta. Mereka menghidupi bisnisnya sendiri, bayar listrik sendiri, kebersihan, pegawai bioskop, dan semuanya sendiri," jasnya.

"Karena hal itulah film import tentu didahulukan dalam bisnis ini," sambungnya.

Benny menyebut jaringan bioskop menentukan banyak layar pada sebuah film yang akan tayang, melihat sisi siapa rumah produksinya, kualitas film, hingga artis yang bermain di film tersebut.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas