Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Nano Riantiarno, Pendiri Teater Koma Meninggal Dunia Pagi Ini, Akan Dimakamkan Besok

Dunia teater tengah berduka, Pendiri Teater Koma, Norbertus Riantiarno atau Nano Riantiarno meninggal dunia.

Penulis: Anita K Wardhani
zoom-in Nano Riantiarno, Pendiri Teater Koma Meninggal Dunia Pagi Ini, Akan Dimakamkan Besok
TRIBUN/DANY PERMANA
Pendiri sekaligus pimpinan Teater Koma Nano Riantiarno menceritakan tentang sejarah penullisan naskah Teater J.J Sampah-sampah Kota dalam konferensi pers jelang pementasan teater tersebut di Sanggar Teater Koma, Bintaro, Jakarta, Selasa (29/10/2019). Pementasan Teater Koma yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation tersebut akan disutradarai oleh putra Nano, Rangga Riantiarno. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dunia teater tengah berduka, Pendiri Teater Koma, Norbertus Riantiarno atau Nano Riantiarno meninggal dunia.

Nano Riantiarno mengembuskan nafas terakhirnya setelah lama dikabarkan sakit, hingga dirawat di RS.

Kabar meninggalnya Nano Riantiarno tersebar Jumat (20/1/2023) pagi ini.

Baca juga: Antisipasi Virus Corona, Pertunjukan Teater Koma Lakon Sampek Engtay Ditunda

"Telah berpulang ke rumah Bapa di Surga, suami, ayah, kakak, guru kami tercinta, Norbertus Riantiarno, di rumah beliau, pada pagi hari, Jumat, 20 Januari 2023, pukul 06.58 WIB," bunyi kabar duka yang diterima Tribunnews.com, Jumat (20/1/2023).

Dalam pesan duka ini tertulis, mereka yang berduka sang istri, Ratna Riantiarno, anak-anak Nano Riantiarno dan keluarga besar Teater Koma.

Nano Riantiarno saat ini disemayamkan di Rumah Duka di Sanggar Teater Koma, Jl. Cempaka Raya No. 15, Bintaro, Jakarta Selatan.

Rencana pemakaman akan dilaksanakan besok.

Baca juga: Fakta Menarik Ji Chang Wook: Mantan Pemain Teater Musikal dan Bisa Berbahasa Mandarin

BERITA TERKAIT

"Penguburan almarhum direncanakan Sabtu, 21 Januari 2023, sebelum pukul 12.00 WIB siang, di Taman Makam Giri Tama, Tonjong, Bogor," demikian bunyi pesan diterima Tribunnews.com.

Profil Singkat Nano Riantiarno

Dari kiri ke kanan pemain teater Andhini Putri, Pimpinan Produksi Teater Koma Ratna Riantiarno, penulis naskah J.J Sampah-sampah Kota Nano Riantiarno, perwakilan Bakti Budaya Djarum Foundation Adi Pardianto, dan sutradara Teater J.J Sampah-sampah Kota Rangga Riantiarno menyampaikan konferensi pers jelang pementasan teater tersebut di Sanggar Teater Koma, Bintaro, Jakarta, Selasa (29/10/2019). Pementasan Teater Koma yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation tersebut akan disutradarai oleh Rangga Riantiarno. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Dari kiri ke kanan pemain teater Andhini Putri, Pimpinan Produksi Teater Koma Ratna Riantiarno, penulis naskah J.J Sampah-sampah Kota Nano Riantiarno, perwakilan Bakti Budaya Djarum Foundation Adi Pardianto, dan sutradara Teater J.J Sampah-sampah Kota Rangga Riantiarno menyampaikan konferensi pers jelang pementasan teater tersebut di Sanggar Teater Koma, Bintaro, Jakarta, Selasa (29/10/2019). Pementasan Teater Koma yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation tersebut akan disutradarai oleh Rangga Riantiarno. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA (TRIBUN/DANY PERMANA)

Nano Riantiarno bernama asli Norbertus Riantiarno adalah pria lahir 6 Juni 1949.

Nano Riantiarno adalah seorang aktor, penulis, sutradara, wartawan dan tokoh teater Indonesia, pendiri Teater Koma (1977).

Dia adalah suami dari aktris Ratna Riantiarno.

Nano Riantiarno telah aktif di teater sejak 1965 di kota kelahirannya, Cirebon.

Setamatnya dari SMA pada 1967, ia melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta, kemudian pada 1971 masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta.

Dia bergabung dengan Teguh Karya, salah seorang dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater Populer pada 1968. Pada 1 Maret 1977, dia mendirikan Teater Koma, salah satu kelompok teater yang paling produktif di Indonesia saat ini.[1] Sampai 2006, kelompok ini telah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi.

Film layar lebar perdana karyanya, CEMENG 2005 (The Last Primadona), 1995, diproduksi oleh Dewan Film Nasional Indonesia.

Jejak Karya Nano Riantiarno

Berikut jejak karyanya.

Nano sendiri menulis sebagian besar karya panggungnya, antara lain:

Rumah Kertas
J.J Atawa Jian Juhro
Maaf. Maaf. Maaf''
Kontes 1980
Trilogi Opera Kecoa (Bom Waktu, Opera Kecoa, dan Opera Julini)
Konglomerat Burisrawa
Pialang Segitiga Emas
Suksesi
Opera Primadona
Sampek Engtay
Banci Gugat
Opera Ular Putih

Baca juga: Silang Media Pertunjukan Teater dan Film Setelah Lewat Djam Malam Sukses Digelar

RSJ atau Rumah Sakit Jiwa
Cinta Yang Serakah
Semar Gugat
Opera Sembelit
Presiden Burung-Burung
Republik Bagong
Tanda Cinta

Selain drama-drama di atas, Teater Koma di bawah pimpinan Nano juga pernah memanggungkan karya-karya penulis kelas dunia.

Woyzeck karya Georg Buchner
The Threepenny Opera karya Bertolt Brecht
The Good Person of Shechzwan karya Bertolt Brecht
The Comedy of Errors karya William Shakespeare
Romeo Juliet karya William Shakespeare
Women in Parliament karya Aristophanes
Animal Farm karya George Orwell
The Crucible karya Arthur Miller
Orang Kaya Baru dan Tartuffe atau Republik Togog karya Moliere
The Marriage of Figaro karya Beaumarchaise

Dari Panggung Teater Jadi Wartawan, Penulis Skenario Film

Sutradara Nano Riantiarno dan pemimpin produksi Ratna Riantiarno memberikan keterangan kepada media jelang pementasan Teater Koma bertajuk Gemintang, di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Senin (25/7/2018). Produksi ke 153 Teater Koma yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation tersebut akan digelar pada 29 Juni hingga 8 Juli 2018 di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta. TRIBUNNEWS/HO
Sutradara Nano Riantiarno dan pemimpin produksi Ratna Riantiarno memberikan keterangan kepada media jelang pementasan Teater Koma bertajuk Gemintang, di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Senin (25/7/2018). Produksi ke 153 Teater Koma yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation tersebut akan digelar pada 29 Juni hingga 8 Juli 2018 di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta. TRIBUNNEWS/HO (TRIBUN/HO)

Nano banyak menulis skenario film dan televisi. Karya skenarionya, Jakarta Jakarta, meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung Pandang, 1978. Karya sinetronnya, Karina meraih Piala Vidia pada Festival Film Indonesia di Jakarta, 1987.

Menulis novel Cermin Merah, Cermin Bening, dan Cermin Cinta, diterbitkan oleh Grasindo, 2004, 2005 dan 2006. ''Ranjang Bayi'' dan 18 fiksi, kumpulan cerita pendek, diterbitkan Kompas, 2005. Roman Primadona, diterbitkan Gramedia 2006.

Nano ikut mendirikan majalah Zaman, 1979, dan bekerja sebagai redaktur (1979-1985).

Ia ikut pula mendirikan majalah Matra, 1986, dan bekerja sebagai pemimpin redaksi.

Pada tahun 2001, pensiun sebagai wartawan.

Kini berkiprah hanya sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar di program pasca-sarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta.

Gaungkan Indonesia di Panggung Teater Dunia

Pemain Teater Koma mementaskan lakon bertajuk Savitri di Gedung Kesenian Jakarta, Rabu (24/3/2021). Pementasan lakon Savitri yang juga saga dari Mahabarata tersebut digelar tanpa penonton dan dapat dinikmati secara virtual melalui kanal YouTube Teater Koma, mulai Kamis (25/3) pukul 19.30 WIB hingga Rabu (31/3) pukul 23.59 WIB. Pagelaran tersebut merupakan kerjasama antara Teater Koma dengan Bakti Budaya Djarum Foundation. TRIBUNNEWS/HO
Pemain Teater Koma mementaskan lakon bertajuk Savitri di Gedung Kesenian Jakarta, Rabu (24/3/2021). Pementasan lakon Savitri yang juga saga dari Mahabarata tersebut digelar tanpa penonton dan dapat dinikmati secara virtual melalui kanal YouTube Teater Koma, mulai Kamis (25/3) pukul 19.30 WIB hingga Rabu (31/3) pukul 23.59 WIB. Pagelaran tersebut merupakan kerjasama antara Teater Koma dengan Bakti Budaya Djarum Foundation. TRIBUNNEWS/HO (TRIBUNNEWS.COM/HO)

Aktivitas di Tingkat Nasional dan Internasional
Pada tahun 1975, dia berkeliling Indonesia mengamati teater rakyat dan kesenian tradisi.

Juga berkeliling Jepang atas undangan Japan Foundation pada 1987 dan 1997.

Pada 1978, Nano mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS, selama 6 bulan.

Pada 1987 ia diundang sebagai peserta pada International Word Festival, 1987 di Autralia National University, Canberra, Australia.

Pada tahun berikutnya, dia diundang ke New Order Seminar, 1988, di tempat yang sama di Australia. Dan pada tahun 1996, menjadi partisipan aktif pada Session 340, Salzburg Seminar di Austria.

Dia membacakan makalah Teater Modern Indonesia di Universitas Cornell, Ithaca, AS, 1990, dan juga di di kampus-kampus di Sydney, Monash-Melbourne, Adelaide, dan Perth, 1992.

Pernah pula mengunjungi negara-negara Skandinavia, Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Afrika Utara, Turki, Yunani, Spanyol, Jerman dan Tiongkok, 1986-1999.

Pernah menjabat sebagai Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (1985-1990).

Anggota Komite Artistik Seni Pentas untuk Kias (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat), 1991-1992. Dan anggota Board of Artistic Art Summit Indonesia, 2004.

Juga konseptor dari Jakarta Performing Art Market/Pastojak (Pasar Tontonan Jakarta I), 1997, yang diselenggarakan selama satu bulan penuh di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki.

Menulis dan menyutradarai 4 pentas multi media kolosal, yaitu Rama-Shinta (1994), Opera Mahabharata (1996), Opera Anoman (1998), dan Bende Ancol (1999).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas