Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Eks Penyidik KPK Jelaskan 3 Jenis Konflik Kepentingan yang Jadi Standar Internasional

Mantan penyidik KPK Lakso Anindito berbicara soal 3 jenis konflik kepentingan yang ada di kebijakan internasional.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Bobby Wiratama
zoom-in Eks Penyidik KPK Jelaskan 3 Jenis Konflik Kepentingan yang Jadi Standar Internasional
Tribunnews.com/Danang Triatmojo
Eks penyidik KPK yang kini menjabat Technical Lead Basel Institute di Indonesia, Lakso Anindito (baju putih) dalam acara 'Konsultasi Publik Nasional Rancangan Peraturan Menteri PAN RB tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan' di Hotel Sultan Jakarta, Rabu (27/3/2024) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lakso Anindito berbicara soal 3 jenis konflik kepentingan yang ada di kebijakan internasional.

Jenis-jenis itu yakni konflik kepentingan aktual, potensial dan konflik kepentingan yang dipersepsikan.

Hal ini disampaikan Lakso Anindito selaku Technical Lead Basel Institute di Indonesia, dalam acara 'Konsultasi Publik Nasional Rancangan Peraturan Menteri PAN RB tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan' di Hotel Sultan Jakarta, Rabu (27/4/2024).

"Dari sisi isu sendiri kalau bicara substansi konflik kepentingan, di internasional ada 3 jenis," kata Lakso.

Konflik kepentingan aktual adalah konflik yang memang terjadi.

Dia mencontohkan bagaimana seseorang yang saat ini memiliki perusahaan dan sedang mengadakan lelang, namun di saat yang sama pemiliknya merupakan pejabat yang bersinggungan langsung dengan pelelangan itu.

BERITA REKOMENDASI

Kedua adalah konflik kepentingan potensial. Yakni konflik kepentingan yang berpotensi akan terjadi ke depan.

"Kedua, konflik kepentingan potensial, yaitu konflik kepentingan yang akan terjadi ke depan. Misalnya saya dulu sebagai penyidik KPK, saya melakukan deal dengan salah satu perusahaan perkebunan yang ikut dalam proses penyidikan," kata dia.

"Dalam konteks ini ketika saya keluar saya bekerja di perusahaan itu, maka disini ada konflik kepentingan yang sifatnya potensial," lanjutnya.

Kemudian konflik kepentingan yang ketiga adalah konflik kepentingan yang dipersepsikan.

Maknanya kata Lakso, konflik kepentingan tersebut bisa ada atau tidak.

Baca juga: Korupsi Jual Beli Emas Antam Belum Selesai, Crazy Rich Surabaya Budi Said Diusut Pajak Properti


Namun ketika publik melihat kondisi itu, mereka mempersepsikannya sebagai konflik kepentingan.

"Sebetulnya di internasional ada konflik kepentingan jenis ketiga. Yaitu konflik kepentingan yang dipersepsikan. Sebetulnya bisa jadi ada, bisa jadi tidak. Tapi ketika publik melihat hal tersebut itu bisa dipersepsikan sebagai konflik kepentingan," ujar Lakso.

Tiga standar jenis konflik kepentingan itu merupakan standar yang ada di level internasional.

Sementara di Indonesia, sesungguhnya sudah mengatur konflik dari berbagai sisi dari kepentingan. Mulai konflik terkait finansial, hubungan darah hingga nepotisme.

Regulasi ini diatur secara komprehensif dalam UU Administrasi Pemerintahan maupun peraturan lainnya.

Namun lanjut Lakso, pengaturan yang ada belum sepenuhnya mengatur semua hal secara substansi. Misalnya saja prinsip revolving door yang belum diatur.

Revolving door adalah kondisi seorang pengusaha yang menjadi pejabat atau sebaliknya, pejabat yang kini menjadi pengusaha. Prinsip revolving door ini mengatur sejak seseorang masuk menjabat hingga tak lagi menjabat.

"Jadi bagaimana ada seorang pengusaha yang menjadi pejabat atau pejabat jadi pengusaha. Ketika dia akan masuk pada saat di dalam sampai dia keluar ini yang diatur dalam policy revolving door," katanya.

"Di Indonesia, sebetulnya pengaturannya belum terstandarisasi," pungkas Lakso.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas