Perlindungan Kekayaan Intelektual bagi Pencipta Lagu di Era Digital Perlu Diperkuat
Industri musik dihadapkan dengan beragam persoalan mulai dari pelanggaran hak cipta atas lagu karena penyebaran karya yang tidak terkontrol
Penulis: Erik S
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Perkembangan teknologi digital di industri musik yang serba cepat saat ini ibarat dua sisi mata uang.
Di satu sisi digitalisasi ini memberikan dampak positif, namun di sisi lain juga menimbulkan efek negatif.
Baca juga: Polisikan Agnez Mo, Pencipta Lagu Ari Bias Perjuangkan Hak Ekonomi Karyanya
Sebagai contoh, saat ini masyarakat mudah mengakses platform streaming, media sosial dan web sekaligus membuka peluang bagi industri musik tanah air berkembang
Namun disamping kemudahan itu, industri musik juga dihadapkan dengan beragam persoalan mulai dari pelanggaran hak cipta atas lagu karena penyebaran karya yang tidak terkontrol dan kurangnya penegakkan hukum terkait dengan hak cipta musik itu sendiri.
Hal ini disampaikan oleh tim peneliti dari Magister Ilmu Hukum, Universitas Katolik Parahyangan.
Tim peneliti yang terdiri dari Muhammad Alif Fajar, Mohammad Noor Syahriza Sudrajat dan Nathasia Dinda Damayani yang dibimbing Dr. Catharina Ria Budiningsih telah memaparkan temuannya terkait dengan praktik pelanggaran hak cipta lagu.
Baik pelanggaran hak moral yakni hak diakui sebagai pencipta lagu maupun pelanggaran hak keutuhan karya hal ini berimbas pada pelanggaran Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta, yang secara tidak langsung beribas pada monetisasi karya.
“Padahal UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan perlindungan terhadap karya-karya musik termasuk lagu melalui pengakuan terhadap hak ekonomi dan hak moral bagi para pencipta,” ungkap Tim Peneliti dari UNPAR pada Sabtu (13/7/2024)
Disamping itu juga ada perilaku dari konten kreator yang kerap mereproduksi ulang lagu atau cover version terhadap hak cipta lagu. Apalagi bila lagu cover version ini ditujukkan untuk mendapatkan keuntungan atau komersial.
Padahal pencipta lagu memiliki hak ekslusif berupa hak ekonomi dan hak moral atas karyanya. Makanya proses litigasi dan non litigasi bisa didorong dalam konflik atau sengketa hak cipta ini.
“Karya cipta dalam bentuk digital memang sangat mudah untuk diduplikasi dan hasil atas perbuatan tersebut juga nyaris tidak dapat dibedakan dengan aslinya. Orang juga bisa modifikasi, menggandakan dan mendistribusikan ke seluruh dunia nyaris tanpa biaya,” tambahnya.
Maka dari itu, pihaknya merekomendasikan dan mendorong penegakkan hukum diperkuat untuk memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran hak cipta. Disamping itu, pemerintah juga didorong untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak cipta dengan melakukan sosialisasi dan edukasi.
“Salah satu caranya juga mendorong penggunaan platform digital yang legal untuk mendengarkan maupun mengunduh lagu,” tutupnya.