Lewat Film Pendek 'Dear Bapak', Dina Subono Mengaduk-aduk Emosi Penonton
Film pendek "Dear Bapak" menarasikan perubahan karakter akibat pandangan sang anak kepada ayah yang berubah pascaperceraian.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com/ Hasiolan EP Gultom
TRIBUNNEWS.COM - Rindu menonton film yang bisa mengaduk-aduk emosi? Film pendek “Dear Bapak” yang disutradarai Dina Subono ini bisa jadi tontonnan menarik.
Simak saja rekognisi tokoh Cinta dalam film tersebut dalam kutipan ini:
”Aku adalah perempuan. Seorang anak tunggal. Orangtuaku bercerai. Aku tinggal bersama bapakku. Aku tidak pernah bisa dekat dengan bapak. Namun semuanya mendadak berubah….”
”Kalau aku harus memilih, aku gak akan mau memilih lagi. Karena pada akhirnya aku tetap harus menerima, tanpa bisa menghentikan waktu yang bukan aku mau. Dan walau aku ngerasa gak punya pilihan lagi, aku tetap ingin untuk bisa kembali di awal lagi. Aku Cinta, aku gak mau lelah sendiri.”
Sepertinya, film ini akan membuat menangis dan menimbulkan penyesalan bagi siapa saja yang menontonnya.
“Menangislah jika air mata menjadi penyelesaian,” ujar sutradara dan penulis cerita film Dear Bapak yaitu Dina Subono kepada wartawan di Sanggar Humaniora di Jatisampurna, Kota Bekasi, dikutip Senin (5/8/2024).
Film “Dear Bapak” terinspirasi dari kehidupan nyata walau bukan kisah nyata. Adanya gap antara orang tua dan anak, perbedaan pergaulan, pola berpikir, dan berbagai faktor lain yang kerap menjadi penyebab misscommunication.
“Sebagai manusia kita diberi kesempatan merasakan berbagai emosi yang datang karena banyak hal. Termasuk hubungan masa lalu dengan figur bapak,” ujar Dina lagi.
Dina Subono baru saja menyelesaikan shooting film pendek yang disutradarainya berjudul “Dear Bapak.” Sebuah film pendek yang menarasikan perubahan karakter akibat pandangan sang anak kepada ayah yang berubah pascaperceraian.
Film ‘Dear Bapak,’ tukas sineas yang juga seorang konsultan hukum ini, menggambarkan tentang memudarnya sikap sopan santun anak terhadap orangtua. Salah satu yang melatar-belakanginya, lanjut Dina, fenomena egocentric.
“Sifat merasa paling benar. Tidak menerima kesalahan dan mencari celah untuk kebenarannya. Padahal tata krama itu penting untuk menjaga hubungan antar individu dan menunjukkan rasa hormat kepada orang lain,” ujar sutradara yang sedang menyelesaikan Program Pascasarjana Jurusan Tata Kelola Seni di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini.
Tidak bermaksud menjadi ‘polisi moral’ kata Dina Subono. Tapi etika itu penting, yaitu sikap moral yang merujuk bagaimana cara kita berperilaku pantas terhadap orang lain. Norma-norma inilah yang disampaikan Dina Subono secara dramatik dalam film ‘Dear Bapak’ melalui tokoh bapak dan anak.
“Individualisme, konsumerisme, rasionalisme mengubah lingkungan budaya dan rohani kita. Tanpa menutup diri dalam semua dimensi kehidupan yang sedang berubah, saya merasa masalah kepatutan (etika) itu penting,” tegas Dina.