Diskusi Film di Tokyo, Nia Dinata Berbicara Tentang Sensor di Indonesia
Nia punya pengalaman pahit saat menggarap film Three Sisters pada tahun 2016 para pemain dipanggil pihak berwenang karena mengenakan bikini
Editor: Eko Sutriyanto
Dia menyatakan bahwa film Dinata "menggambarkan masalah Islam di Indonesia," namun dia juga merasakan bahwa film tersebut menyampaikan pesan universal yang dapat diterima oleh banyak orang.
"menggambarkan masalah Islam di Indonesia," tambah Mishima.
Ketika ditanya tentang motivasinya untuk terjun ke dunia film, Nia menceritakan pengalamannya di masa sekolah.
"Ketika saya lulus SMA, hanya ada satu film yang dibuat di Indonesia dalam setahun dan ada aturan aneh saat itu bahwa Anda tidak bisa menjadi pembuat film kecuali Anda mendapatkan kualifikasi," jelasnya.
Meskipun mendapat tentangan dari orang tua, Nia tetap mengejar impiannya dengan belajar di sekolah film di New York dan bekerja sebagai asisten sutradara di iklan TV.
Yukiko Mishima juga menghadapi tantangan serupa ketika mengejar karier di dunia film.
"Ketika saya mencoba pergi ke sekolah film, orang tua saya sangat menentang. Namun, ayah saya menyarankan agar saya harus memperoleh pengetahuan dan pendidikan di luar film," katanya.
Dia akhirnya memutuskan untuk belajar psikologi sebelum terjun ke film independen.
Saat ditanya tentang film Jepang favoritnya, Nia Dinata tidak ragu untuk menyebutkan karya-karya Akira Kurosawa seperti Red dan Shoplifters.
Dia juga berbagi bahwa dia mengidolakan anime Ikkyusan, yang dia tonton setiap hari, sambil menyenandungkan melodinya.
Sementara itu bagi para pengusaha UKM Handicraft Indonesia dan pecinta Jepang dapat bergabung gratis ke dalam whatsapp group Pecinta Jepang dan Handicraft dengan mengirimkan email ke: tkyjepang@gmail.com Subject: WAG Pecinta Jepang/Handicraft. Tuliskan Nama dan alamat serta nomor whatsappnya.