Indro Warkop Ogah Berpolitik karena Pengalaman Buruk, Sang Komedian Pernah Diancam Akan Dibunuh
Ada pengalaman buruk yang membuat Indro Warkop enggan melirik politk. Ia sampai diancam akan dibunuh.
Penulis: Bayu Indra Permana
Editor: Anita K Wardhani
Sejak acara obrolan itu mengudara, Indro bersama keempat rekannya akhirnya mulai berkomitmen menjadi komedian dengan nama Warkop Prambors.
Debut Indro sebagai pelawak di Warkop Prambors dimulai dengan mengisi sebuah acara perpisahan di SMA Negeri IX Jakarta, ketika ia diminta oleh Rudy Badil untuk menggantikan posisinya yang kerap mengalami demam panggung.
Indro sendiri menjadi satu-satunya personil Warkop yang bukan merupakan mahasiswa Universitas Indonesia, karena ia berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila.
Bersama Dono, Kasino dan Nanu, Indro kemudian melebarkan sayap Warkop Prambors dengan membintangi film perdana mereka dengan judul Mana Tahaaan... yang dirilis pada 1979. Nanu mengundurkan diri dari Warkop, tidak lama setelah film itu dirilis.[8] Sejak saat itu sampai dengan tahun 1994, Warkop Prambors, yang kini berganti nama menjadi Warkop DKI, sudah membintangi sebanyak 34 film komedi dan 1 film dokudrama.
Indro sebagai "Indro" dalam film Warkop
"Jangan lupa Indro. India, Nederland, Denmark, Rusia, orang gila. Indro. I-N-D-R-O!"
—Indro dalam film Mana Bisa Tahan.
Dalam film Mana Tahaaan..., Indro memerankan karakter Paijo yang digambarkan sebagai orang Jawa yang berasal dari Purbalingga. Karakter ini sendiri sudah diperankan Indro sejak ia masih menjadi penyiar di radio Prambors.
Dalam film Gengsi Dong, diketahui bahwa Paijo adalah anak dari seorang pengusaha kaya yang bergerak di bidang perminyakan. Kemudian, dalam GeEr - Gede Rasa, diceritakan bahwa Paijo sudah lulus kuliah dan menjadi dokter di sebuah rumah sakit.
Saat produksi film Warkop diambil alih oleh Parkit Film, Indro tidak lagi memerankan karakter Paijo dan diganti menjadi "Indro". Dalam sebuah wawancara, Indro menyebut bahwa karakternya di film-film Warkop, baik yang diproduksi oleh Parkit Film maupun Soraya Intercine Films lebih mengarah ke sosok yang jahil, sok tahu, dan tidak bertanggung jawab.[14] Hal ini diperkuat dengan kalimat khas yang sering Indro ucapkan dalam film-filmnya, yaitu "emang gue pikirin?".
Indro juga memerankan beberapa karakter dengan logat daerah yang berbeda. Dalam Sama Juga Bohong dan Depan Bisa Belakang Bisa, Indro menjadi seorang bersuku Betawi yang tinggal di Cikampek, Karawang.[16] Sedangkan dalam Saya Suka Kamu Punya, Indro menjadi seorang bersuku Batak yang berasal dari Tarutung, Tapanuli Utara.
Karier Indro Warkop pasca-Warkop
Selepas film Pencet Sana Pencet Sini yang dirilis pada 1994,[18] Indro bersama Dono dan Kasino sepakat untuk tidak lagi bermain film bersama, karena di saat yang bersamaan, bisnis perfilman Indonesia juga sedang lesu akibat banyaknya film bertemakan dewasa dan diserbu oleh film-film impor dari Hollywood, Bollywood, dan Hong Kong.
Produksi Warkop pun dilanjutkan di televisi melalui serial Warkop DKI yang masih tetap diproduksi oleh Soraya Intercine Films. Setelah Kasino meninggal di tahun 1997 dan disusul Dono pada tahun 2001, Indro tetap melanjutkan nama besar Warkop, meskipun hanya sendirian.