Untuk Jateng yang Lebih Baik
Gelaran 'Jateng Classic' sekaligus menjadi arena untuk unjuk kepiawaian para rider
Penulis: Toni Bramantoro
Artinya, sebagian rider handal BEC takluk hanya melalui dua kali kunjungan Singky Soewadji, pimpro berkuda Jatim.
Kunjungan Singky yang terakhir bahkan langsung bersama Ketua Harian KONI Jatim, Dhimam Abror Djuraid.
Padahal, SK penunjukan Singky sendiri baru diteken dua pekan lalu. Tapi, keberaniannya melakukan tusukan atau serangan ke salah satu klub basis equestrian di Jabar itu tentulah tak sekadar berdasarkan intuisi, akan tetapi melalui perhitungan yang jitu dan cermat.
Sebagian orang mungkin menilai Singky sebagai figur kontroversial. Namun, tentulah patut diapresiasi keberhasilannya membuat pimpinan KONI Jatim jatuh hati dan memenuhi segala permintaannya. Termasuk dengan memberikan nilai kontrak yang besar terhadap rider-rider yang mereka kontrak.
Nilai kontrak William Sunjaya, misalnya, jauh di atas nilai kontrak rider senior yang masuk persiapan kontingen PON DKI Jaya. Apalagi nilai kontrak Eeng Harijanto, rider kawakan BEC yang diplot sebagai pelatih.
JATENG TERTINGGAL
Apa boleh buat kalau 'sukses' Jatim kini merisaukan kubu Jatim. Setidaknya itulah yang tampaknya tengah dirasakan oleh Johanes Lukito, fungsionaris Pengprov Pordasi Jatim yang juga pemilik klub Arrowhead, Salatiga.
Johanes Lukito semula terkesan tak ambil pusing, meski tak bisa dikatakan juga 'under estimate' pada gerilya yang dilakukan kubu Jatim. Akan tetapi, setelah mencermati dengan seksama apa yang dilakukan Singky, yang tentunya dengan dukungan penuh pimpinan KONI Jatim, Johanes Lukito tampaknya merasa perlu 'mengevaluasi' kembali pemikirannya.
Dalam hematnya kini, diperlukan langkah-langkah kilat dalam upaya mempercepat pengembangan equestrian Jateng. Fokusnya tetap pada pembinaan, akan tetapi perekrutan rider potensial tetap tak bisa diabaikan, khususnya merujuk pada akan ketatnya persaingan di PON 2016.
Jateng memang memiliki banyak rider usia muda dengan bakat luar biasa, baik di tunggang serasi atau lompat rintangan. Untuk itu apresiasi layak diberikan pada Arrowhead, yang tampaknya memilih untuk lebih konsentrasi pada pembinaan rider pemula.
Memperhitungkan bahwa pentas equestrian PON 2016 kemungkinan melombakan kelas-kelas yunior, tentunya peningkatan program pembinaan terhadap Valerie Halim, Florence Halim, Jessy Geraldine Lukito, atau Marry Nurcahya juga mutlak dilakukan.
Kendati demikian, untuk bisa lebih bersaing di PON 2016, Jateng tentunya harus lebih berani bergerak.
Bagaimana Jateng bisa melakukan gerak cepat jika penandatangan kontrak untuk rider-rider yang diproyeksikan saja masih menjadi tanda tanya?
Padahal, apa yang dicapai Galih, Jayadi dan Nisa di Jateng Classic sudah terbilang memuaskan. Walau sudah lebih dulu berlelah-lelah, 'berpanas-ria' dan berdebu-debu dari partisipasinya di eksebisi Porprov, Galih, Jayadi dan Nisa mampu menuai prestasi di Jateng Classic.
Galih, Jayadi dan Nisa sama-sama menggaet gelar atau meraih medali emas dari penampilan mereka di Jateng. Demikian juga dengan Marry Nurcahya di kelompok yunior, yakni dari lompat rintangan kelas 50-70 cm anak-anak.
Galih Rasyono menyumbang emas dari kelas 75-85 cm young horse. Jayadi memenangi kelas 75-85 cm kelompok senior, dengan menaklukkan Brayen Brata Coolen. Urutan ketiga kelas ini ditempati Nisa.