Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Sport

Dari Pergelaran Cinta Indonesia Open Menuju Prestasi Equestrian Yang Lebih Baik

Tak semua peserta kejuaraan berkuda adalah pemilik kuda

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Dari Pergelaran Cinta Indonesia Open Menuju Prestasi Equestrian Yang Lebih Baik
ist
Panpel dan peserta kejuaraan berkuda Equestrian Cinta Indonesia Open 

TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Tak semua peserta kejuaraan berkuda adalah pemilik kuda. Sebagian dari kompetitor berbagai kejuaraan berkuda justru dari kalangan biasa, bukan pemilik kuda apalagi pemilik klub.

Demikian juga pada kejuaraan berkuda equestrian, atau ketangkasan. Di sisi lain, berkuda juga bukan lagi menjadi sekadar olahraga hobi, akan tetapi untuk pencapaian prestasi.

Oleh karena itu, mereka yang menjadi penunggang atau rider, tidak lagi terbatas pada kalangan keluarga pemilik kuda atau pemilik klub, kini justru lebih banyak berasal dari orang luar atau masyarakat awam.

Rider-rider tangguh dari berbagai klub equestrian di tanah air bukan berasal dari kalangan pemilik kuda atau pemilik klub. Adi Katompo, rider utama dari Adria Pratama Mulya (APM) Equestrian Centre, bisa menjadi contoh. Adi Katompo, yang menjadi pelatih nomor jumping tim berkuda SEA Games 2013, teruji ketangguhannya dari proses latihan keras yang dilakukannya.

Sayang Adi Katompo tak ikut berkompetisi pada kejuaraan berkuda ketangkasan 'Cinta Indonesia Open'-2014 yang digelar di 'rumahnya' sendiri karena saat bersamaan tengah berada di Jerman, hingga Desember nanti.

Adi Katompo bisa menjadi seteru yang tangguh bagi rider-rider handal lainnya yang biasa berseteru di kelas-kelas atas seperti Ferry Wahyu Hadiyanto (Equinara Arthayasa), Raymen Kaunang & Joko Susilo (Pegasus), Bryan Brata-coolen (Aragon).

Duelnya dengan Alois Pollmann-Schweckhorst, 'jumper' profesional asal Jerman yang bermain di kelas 120 hingga 145 cm di 'CIO'-2014, pasti akan sangat mendebarkan. Pada 'jump-off' kelas 140 cm di kejuaraan Arthayasa, awal 2014, Adi Katompo membuat Raymen Kaunang terkagum-kagum.

Berita Rekomendasi

Pada putaran penentuan Adi Katompo membuat 'tusukan dari dalam' yang mendebarkan, namun dari jarak yang sempit itu ia tetap bisa mengendalikan APM Nastello untuk 'clear-round' dengan catatan waktu yang lebih baik dari Raymen.

Banyak rider potensial dari kalangan 'biasa' yang kedepannya bisa lebih tangguh karena proses latihan keras dan keterpaduan sinergi dengan kuda-kudanya. Beberapa rider dari Universitas Budi Luhur (UBL) Stable juga bisa dijadikan contoh, yakni Ferry Agustian, Marco Momuat dan Marco Wowiling.

Dalam tingkatan mereka, ada Galih Rasiono, putra sulung dari pasangan Siddiq-Retno yang mendukung penuh kecintaan ketiga anaknya pada equestrian.
Ferry Agustian, Marco Momuat dan Marco Wowiling, atau kakak-beradik Galih Rasino-Anjasmara Wibisono bisa menjadi kompetitor yang hebat bagi 'senior-senior'-nya yang memang tinggal dengan kuda sejak belia.

Nadia Marciano, yang sudah menggeluti equstrian sejak usia 6 tahun, termasuk dalam jajaran rider tangguh itu. Nadia, kini 28 tahun, baru di tampil lagi di 'CIO'-2014 setelah absen sekitar dua tahun karena menikah, hamil dan mengurus anak.

Di sisi lain, ada rider tangguh dari 'keluarga berkuda' lainnya yang berhalangan turun di 'CIO'-2014. Ia adalah Reshwara Radinal, putra sulung Rafiq Hakim Radinal yang biasa disapa Reshi. Ia biasa menyemarakkan persaingan di kelas-kelas menengah hingga atas, dari 100 hingga 140/145 cm. Reshi tak bisa ikut berkompetisi karena tak bisa meninggalkan pendidikannya di Belanda.

Bagi sebagian orangtua dan atlet, berkuda mungkin sudah menjadi pilihan. Itu pula yang membuat Nadia Marcano selulus SMA pada 2003 memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya dengan mengambil 'spesialis' ilmu administrasi kuda, di Williams Woods University, Fulton, AS.

Selesai pada 2005, Nadia kemudian melanjutkan cita-cita ibunya, Triwatty Marciano, untuk memimpin klub sekaligus sekolah yang memiliki kurikulum khusus berkuda. Jadilah APM Equestrian Centre & Boarding School.

'Jejak' Nadia paling tidak kini diikuti oleh Samuel Sampurno Prawiro. Putra sulung dari pemilik Pegasus Stable, Triputra Yusni Prawiro itu
juga melanjutkan pendidikannya ke sebuah perguruan tinggi di Gloucester, Inggris, di jurusan 'sport science' di mana para mahasiswanya memiliki banyak kesempatan untuk 'riding horse'. (tb)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas