Kejuaraan Berkuda 'Cinta Indonesia Open' 2015 Khusus Antarsekolah?
Kejuaraan Berkuda Ketangkasaan Cinta Indonesia Open telah berlangsung dengan sukses di Adira Pratama Mulya Equestrian Centre pada Jumat hingga Ming
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Kejuaraan Berkuda Ketangkasaan Cinta Indonesia Open (CIO) telah berlangsung dengan sukses di Adira Pratama Mulya Equestrian Centre, pada Jumat hingga Minggu lalu.
Kesamaan suasana batin yang tumbuh diantara penunggang, kuda, pemilik klub dan para pembina atau pun pelatih menjadi pendukung kelancaran sekaligus kenyamanan dari kejuaraan berkuda ketangkasan yang semakin digemari masyarakat luas ini.
'Cinta Indonesia Open', yang lazim juga disebut 'CIO', adalah hajat akbar tahunan berkuda ketangkasan (equestrian) dari APM Equestrian Centre yang berlokasi di Jalan Raya Arya Wangsakara, desa Tapos, Tigaraksa, Tangerang, itu.
Klub berkuda yang lebih memusatkan perhatiannya pada pembinaan kuda-kuda equestrian tersebut meskipun ada beberapa kuda pacu yang dimiliki telah berjuang semenjak 2008 untuk bagaimana membuat berkuda menjadi salah satu olahraga yang lebih memasyarakat, digandrungi berbagai golongan, disukai beragam kalangan dan kelompok usia, termasuk anak-anak.
Salah satu pertimbangan diselenggarakannya 'CIO' adalah untuk melihat sejauh mana hasil dari proses pembinaan berkuda ketangkasan yang dilakukan oleh klub-klub.
Jika 'CIO' kemudian mencoba memberikan kesempatan yang lebih besar kepada atlet-atlet usia dini, dengan keterlibatan sekolah masing-masing, hal ini tentunya tak bisa dilepaskan dari dinamika yang terjadi pada perkembangan disiplin berkuda tersebut.
Pelaksanaan 'CIO" dari tahun ke tahun kian banyak melibatkan keikutsertaan peserta dari lingkungan sekolah, dari berbagai tingkatan. Hal ini pula yang membuat kelas-kelas yang dilombakan untuk mereka meningkat secara bertahap.
Kedepannya, ada pemikiran jika 'CIO' benar-benar dikonsentrasikan sepenuhnya sebagai ajang kompetisi bagi atlet-atlet atau riders dari lingkungan sekolah, atau sekolah menjadi basisnya.
Adalah Nadia Marciano yang mengemukakan pandangan seperti itu. APM Equestrian Centre setiap tahun punya dua 'gawean', yaitu 'CIO' dan 'APM Classic'.
"Aku punya impian kalau dua event itu ada spesialisasinya masing-masing. CIO dikhususkan untuk kompetisi antarsekolah, sementara APM Classic tetap kejuaraan seperti biasa," tutur Nadia Marciano, 28 tahun, akhir pekan lalu.
'CIO'-2014 seluruhnya mementaskan 27 kelas disiplin ketangkasan (equestrian) dari nomor tunggang serasi (dressage) dan lompat rintangan (show jumping).
Dari 27 kelas tersebut, beberapa diantaranya dikhususkan untuk kompetisi antarsekolah (interschool). Yakni, Walk Trot, Introductory, Preliminary--untuk tunggang serasi, sementara untuk lompat rintangan, 30-50 cm clear-round, 50-70 cm accumulator, 70-90 cm accumulator, dan 90-100 cm power & speed yang dilombakan dalam dua putaran.
Jika 'CIO' sepenuhnya dikonsentrasikan sebagai kompetisi antarsekolah, maka itu akan lebih memperlihatkan akumulasi dari proses pembinaan dan pengembangan.
Tinggal bagaimana menjadikannya lebih kompetitif. Secara umum, dengan spesifikasi atau pembagian kelas atau kategori seperti yang diberlakukan pada 'CIO'-2014 ini, atmosfir kompetitif-nya agak kabur. Ini karena dimungkinkannya rider yang sudah berpengalamanan, misalnya sudah duduk di SMA, berkompetisi dengan rider pemula yang masih duduk di SD.
Bagaimana solusinya? Nadia Marciano, sarjana peraih 'Equine Administration' (Ilmu Administrasi Berkuda) di William Woods University, Fulton, AS pada 2005, sudah mempersiapkan jawabannya.
"Pembagian kelas dilakukan berdasarkan tingkatan sekolahnya masing-masing. Jadi, rider yang masih SD berkompetisi dengan rider sesama SD, begitu seterusya. Dengan demikian ada perimbangan kekuatan," papar putri dari pemilik APM Equestrian Centre dan pendiri sekaligus penggagas Asosiasi Event Organizer Equestrian Indonesia, Triwatty Marciano.
Sejauh tidak bertentangan dengan regulasi dari Federasi Equestrian Internasional (FEI), berbagai kreasi untuk lebih mendukung kelancaran program pembinaan dan menunjang pencapaian atlet yang handal tentu saja dimungkinkan.
Apalagi, gelaran 'CIO' tetap berada dalam pantauan FEI dengan merekomendasikan keterlibatan beberapa 'expert'-nya di sini, misalnya Lorraine Bottreau (Argentina) sebagai juri tunggang serasi, Ho Nai Yun yang presiden ground-jury show jumping asal Singapura, dan Olaf Peterson, pakar 'course designer' dari Jerman.