Dualisme Equestrian Hambat Pembinaan, Banyak Klub 'Tiarap'
Dualisme dalam pengelolaan cabang olahraga berkuda dari disiplin equestrian sudah berlangsung hampir empat tahun ini
Penulis: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Dualisme dalam pengelolaan cabang olahraga berkuda dari disiplin equestrian sudah berlangsung hampir empat tahun ini. Namun, penyelesaiannya masih jauh dari harapan.
Harmonisasi dalam pembinaan berkuda ketangkasan ini masih diangan-angan.
Kondisi ini diperparah dengan sikap 'easy going' yang ditunjukkan oleh KONI Pusat, serta Satlak Prima, otoritas yang berwenang dalam menentukan legalitas untuk keikutsertaan cabor dalam multi-event.
Di sisi lain, Kantor Menpora juga terkesan 'masa bodoh' dengan situasi yang mendera salah satu disiplin dari cabor yang memerlukan pengorbanan materi luar biasa ini.
Jika situasi ini masih terus berlangsung, bukan tak mungkin jika equestrian pada akhirnya hanya akan menjadi olahraga komunitas, atau sekadar hobi, karena hilangnya esensi persaingan untuk menjadi yang terbaik.
Para 'rider' bisa kehilangan gairah untuk menggapai harapan atau cita-citanya menjadi atlet nasional, mewakili nama bangsa di berbagai ajang multi-event, seperti Asian Games atau SEA Games.
Pada Asian Games 2014 dan SEA Games 2015, Satlak Prima menentukan 'riders' equestrian berdasarkan pada pilihan Federasi Equestrian Indonesia (EFI) yang dipimpin oleh Irvan Gading.
Padahal, kepengurusan EFI sudah tidak diakui lagi oleh mayoritas stakeholders equestrian. EFI juga sudah ditinggalkan oleh sekjennya, Triwatty Marciano, yang pemilik Adria Pratama Mulia (APM) Stable.
Triwatty Marciano belakangan juga menggelar sejumlah 'event' bersama Equestrian Indonesia (Eqina), wadah yang memayungi mayoritas klub berkuda ketangkasan di Jabodetabek.
Di sisi lain, Eqina yang berafiliasi dengan PP Pordasi, juga mengadakan 'event'event' sendiri. Walau demikian, tak bisa dipungkiri jika semangat untuk berkompetisi bisa meredup. Banyak klub atau stable terkesan 'tiarap'. Mereka lebih banyak melakukan pembinaan internal saja.
"Situasinya memang masih memprihatinkan," ungkap Alexander Benyamin, pendiri sekaligus pemilik Santamonica Stable, di kawasan Bogor. tb