Andy Murray Temui Psikiater, Latih Diri Kontrol Emosi
Ada seseorang yang saya gunakan. Itu bukan master pikiran, itu seorang psikiater. Saya perlu memahami psikologi diri saya sendiri.
Penulis: Danang Setiaji Prabowo
Editor: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM - Menjaga emosi di atas lapangan bukanlah perkara yang mudah. Seorang atlet yang merasa menghadapi tekanan ketika bertanding, tak jarang melampiaskan emosinya saat itu juga. Pelampiasan emosi di atas lapangan, tak jarang justru menjadi bumerang bagi atlet itu sendiri.
Hal ini pun disadari oleh Andy Murray. Petenis nomor tiga dunia itu baru-baru ini mengungkapkan dirinya suka mengunjungi psikiater untuk meningkatkan kemampuan dirinya menahan dan mengontrol emosi. Menurutnya hal itu penting demi mewujudkan targetnya meraih gelar Wimbledon yang kedua setelah terakhir kali meraihnya tahun 2013.
Performa Murray memang sudah meningkat bila melihat penampilannya pada dua turnamen sebelumnya seperti Australia Terbuka dan Prancis Terbuka. Namun hal itu belum cukup untuk mematahkan dominasi petenis nomor satu dunia saat ini, Novak Djokovic.
Murray kerap terganjal langkahnya saat berhadapan dengan Djokovic. Ia kalah di final Australia Terbuka 2015, dan kembali kalah di babak semi final Prancis Terbuka 2015 saat berhadapan dengan petenis asal Serbia itu.
“Ada seseorang yang saya gunakan. Itu bukan master pikiran, itu seorang psikiater. Saya perlu memahami psikologi diri saya sendiri. Apakah itu akan membantu saya dengan beberapa permainan pikiran yang dimainkan pada level yang sangat tinggi?” kata Murray seperti dilansir Mirror.
Petenis asal Skotlandia itu menjelaskan ketika dirinya merasa frustasi saat bertanding, maka faktor emosinya lebih mendominasi. Karenanya memahami diri sendiri, bagi Murray merupakan sesuatu yang lebih baik sebelum melakoni pertandingan besar.
“Ya, saya belum tentu belajar mengenai permainan pikiran dan bagaimana melepaskan diri dari lawan anda. Ini untuk memahami diri saya lebih baik. Semakin baik kamu memahami dirimu sendiri, maka itu semakin membantumu sebelum pertandingan besar. Ketika kamu merasa frustasi, kamu berpikir hanya dengan emosi di atas lapangan,” jelasnya.
Sepanjang kariernya, Murray baru meraih dua gelar Grand Slam. Ia pun masih lapar untuk menyabet gelar-gelar Grand Slam yang ada di depan matanya. Saat mengalami kekalahan, Murray harus mengalahkan dirinya sendiri. Ia juga tidak selalu menikmati kesuksesannya sebagai satu di antara bintang tenis dunia. Karenanya menghabiskan waktu bersama psikiater, bagi Murray bermanfaat untuk melakukan kilas balik pasang surut kariernya.
“Itu membantu ketika kamu mungkin tidak menangani sesuatu sebaik yang kamu bisa. Kamu mengerti mengapa hal ini terjadi. Kamu harus mengurangi rasa malas sehingga kamu bisa benar-benar menikmati hidup dan bukan merasa bepergian selama lima, enam, tujuh hari,” ucapnya.
“Itu mempengaruhi latihan dan persiapanmu saat melalui perjalanan sepanjang tahun. Dulu, setelah Australia Terbuka, saya berjuang selama tiga bulan. Saya tak tahu kenapa. Saya jelas marah dan kecewa dan tidak bisa betul-betul mengatasi kekalahan itu dalam waktu yang cukup lama. Sekarang, saya tidak melihat hal semacam itu terjadi,” ujarnya lagi.