Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Sport

Kejurnas Equestrian 2015 Terancam Batal

pelatih Equestrian Adinda Yuanita saat dikonfirmasi membenarkan jika sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan kejelasan meskipun waktu penyelengara

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Kejurnas Equestrian 2015 Terancam Batal
ist
Adinda Yuanita 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana perhelatan Kejurnas Equestrian 2015 yang dijadwalkan digelar pada bulan September mendatang sampai saat ini belum ada kejelasan karena ketidaktegasan pemerintah (Kemenpora) dalam menjalankan Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional nomor 3 Tahun 2005.

Salah satu pihak penyelenggara yang juga sebagai pembina dan pelatih Equestrian Adinda Yuanita saat dikonfirmasi membenarkan jika sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan kejelasan meskipun waktu penyelengaraan sudah dekat.

Padahal, pihak penyelenggara sendiri sudah mengantongi rekomendasi dari PB EFI (Equestrian Federation Indonesia), koordinasi dengan KONI Pusat dan sudah melakukan pertemuan dengan Menpora Imam Nahrawi pada bulan April yang lalu.

"Benar, sampai saat ini kami belum mendapat kejelasan dari pihak Kemenpora meskipun kami sudah memasukan surat pemberitahuan acara, surat rekomendasi dari EFI dan detail teknis penyelenggaraan Kejurnas. Kejurnas ini sangat membantu atlit untuk mempertahankan performa mereka karena setelah SEA Games 2015 Singapura, Federasi Equestrian Indonesia (EFI) belum menjadwalkan apapun," papar Adinda Yuanita.

Hal ini diakui Adinda Yuanita, juga diperlukan dalam mempersiapakan para atlet untuk menghadapi perhelatan PON 2016 di Jawa Barat serta multievent Internasional di Tahun 2016 dan 2017 nanti.

Menurut mantan atlet Equestrian peraih medali perak di World Jumping Challenge 2012 itu, pihak Kemenpora memerintahkan pihak penyelengara meminta rekomendasi dari PB cabor pacuan kuda yakni PORDASI.

Namun, dilain pihak KONI pada tahun 2012 telah melantik PB EFI menjadi PB resmi pembina cabor equestrian.

"Kejurnas ini kan untuk cabor equestrian, tetapi kami diminta untuk koordinasi dengan cabor pacuan kuda. Banyak pihak yang belum mengetahui perbedaan cabor equestrian dengan cabor pacuan kuda karena dipikir sama-sama olahraga ‘berkuda’. Padahal mulai dari jenis, bentuk kuda, aturan pertandingan, tehnik menunggang serta induk federasi internasionalnya sangatlah berebeda. Jadi, ini membuat bingung kami, kok kami harus meminta rekomendasi dari cabor lain? karena  selain belum mendengar kepengurusan PORDASI pernah dilantik oleh KONI Pusat, juga cabornya sangat berebeda dan ada sanksi dalam UU SKN," urainya.

Menurut kandidat doktor S3 Teknik Kimia Universitas Indonesia ini, sebagai warga negara yang baik dan seorang penggiat olahraga tentunya semua kegiatan wajib tunduk kepada Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional nomor 3 Tahun 2005.

Terkait masalah rekomendasi, terdapat pada pasal 1 butir 25 dimana menjelaskan, induk cabang olahraga adalah oraganisasi olahraga yang terafiliasi dengan federasi cabang olahraga internasional yang bersangkutan.

Berarti, apabila penyelenggara harus berkoordinasi dengan PORDASI itu menyalahi UU SKN sama halnya seperti  penyelenggara kejurnas’ bola basket’ harus meminta rekomendasi dari PB PBVSI (bola voli). 

Meski sama-sama  olahraga ‘berbola’ secara organisasi, teknik permainan dan aturannya tidak langsung bisa disamakan. Banyak cabor yang memiliki kesamaan alat, seperti sama-sama olahraga ‘berbola’, ‘ber-raket’ ataupun ‘berkuda’  tetap mempunyai perbedaan mulai spesifikasinya, aturan mainnya hingga federasi dunianya pun sangat berbeda dan ini sudah diatur jelas dalam UU SKN.

Hal itulah (melanggar UU SKN nomor 3 2005) yang menjadi kekhawatiran penyelengara Kejurnas Equestrian 2015 untuk meneruskan niatnya dalam membantu pembinaan cabor berprestasi equestrian yang semestinya menjadi tanggungjawab pihak EFI, KONI PUSAT dan Kemenpora.
 
"Pada bab ketentuan Pidana pasal 89 UU SKN, tegas mengatakan penyelengara kejuaraan olahraga yang tidak mendapatkan rekomendasi dari induk organisasi cabang olahraga  yang bersangkutan akan dipidana penjara maksimal dua tahun dan atau denda maksimal 1 miliar rupiah," selorohnya.

BERITA REKOMENDASI
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas