Tim Pendaki Wanita Mahitala Unpar Berhasil ke Puncak Gunung Aconcagua
Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU) berhasil mencapai puncak Gunung Aconcagua (6.962m) di Argentina, Minggu (31/1/2016) pukul 17.45
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah berjuang 12 jam mendaki dibayangi kemungkinan terpaan badai salju, tim The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU) berhasil mencapai puncak Gunung Aconcagua (6.962m) di Argentina, Minggu (31/1/2016) pukul 17.45 waktu setempat atau 03.45 WIB.
Ini merupakan puncak keempat dari Tujuh Puncak Dunia atau The Seven Summits yang digapai tim wanita pertama dari Indonesia ini.
Ketua Tim Publikasi WISSEMU Alfons Hartanto melalui surat elektronik, Senin (1/2/2016) mengabarkan, ketiga anggota tim dalam kondisi sehat dan kini dalam perjalanan turun menuju base camp di Plaza de Mulas (4.250m).
"Kabar terakhir yang didapat dari komunikasi via telepon satelit, Minggu pukul 21.11 WIB, saat itu tim berada di Refugio Berlin atau ketinggian 5.930 mdpl untuk beristirahat sebelum turun ke Mendoza, Senin 1 Februari," tutur Alfons.
Anggota tim yaitu Fransiska Dmitri Inkiriwang (22), Mathilda Dwi Lestari (22), bisa mencapai puncak yang ditandai dengan salib besi pada sore hari. Sementara Dian Indah Carolina (20) yang sempat tertinggal saat summit attempt akhirnya diputuskan untuk turun karena alasan kesehatan.
Kawasan puncak berupa dataran luas berbatu dan kerap berselimut salju berangsur gelap selepas pukul 20.00 sehingga masih cukup waktu bagi ketiganya untuk turun.
Perjalanan menuju puncak dan turun kembali ke base camp sangat berat karena tim hampir 24 jam berada di lereng bersalju pada ketinggian 5.000-6.000 meter.
Perjalanan turun gunung tak kalah berbahaya ketika mereka harus meniti lereng curam menuju Canaleta sampai ke Refugio Independencia (6.500m).
Apalagi dalam perjalanan turun umumnya pendaki sudah sangat lelah dan oksigen sangat tipis (40%).
Pendakian ke Gunung Aconcagua secara teknis tidak membutuhkan peralatan khusus dan keterampilan tingkat tinggi. Namun kondisi cuaca yang ekstrem dan topografi medan sekitar 1.000 meter menjelang puncak menjadi tantangan tersendiri.
Tingkat kecelakaan dengan korban jiwa di gunung ini tergolong tinggi karena banyak pendaki terjebak badai salju El Viento Blanco (Si Angin Putih) di lereng curam di atas ketinggian 6.500 meter.
Jalur antara Refugio Independencia sampai puncak melintasi lereng-lereng curam yang ribuan meter tingginya dan sangat berbahaya bila tertutup salju.
Warta Kota yang ikut mendaki gunung ini bersama tim Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) pada 2011 mengalami sendiri sulitnya berjalan di lereng curam bersalju di tengah tiupan El Viento Blanco dalam perjalanan turun.
Pada ketinggian di atas 6.000 meter itu, berjalan menembus badai salju adalah perjuangan antara hidup dan mati.