Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Mahasiswa Penggugat Ambang Batas di MK: Mohon Terima Saya Jadi Budak Korporat di Perusahaan

Meski berhasil memenangkan gugatan, keempat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga itu ternyata tak ada yang tertarik terjun ke dunia politik. 

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kisah Mahasiswa Penggugat Ambang Batas di MK: Mohon Terima Saya Jadi Budak Korporat di Perusahaan
syariah.uin-suka.ac.id
Faisal Nasirul Haq dari Prodi Ilmu Hukum, dan tiga mahasiswa dari Program Studi Hukum Tata Negara: Enika Maya Oktavia, Rizky Maulana Syafei, dan Tsalis Khoirul Fatna saat bersama Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Ali Sodiqin, M.Ag. 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, mencatatkan nama mereka dalam buku sejarah politik Indonesia. 

Bagaimana tidak, tanpa diduga gugatan yang diajukan oleh empat mahasiswa itu, yakni; Enika Maya Oktavia, Rizki Maulayan Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoirul Fatna, ternyata dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Pengamat: Penghapusan Presidential Threshold Kembalikan Marwah MK Sebagai Penjaga Demokrasi

Empat mahasiswa itu berjuang menguji Pasal 222 Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). 

Menurut mereka, presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden harus dihapuskan agar memunculkan calon presiden yang lebih beragam dan sejalan dengan preferensi.

Perjuangan empat mahasiswa itu pun berbuah manis. 

Pada Kamis 2 Januari 2025, di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta, Mahkamah Konstitusi memutuskan menghapus ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagaimana tercantum dalam UU Pemilu. 

Keputusan MK ini diyakini bakal mengubah peta pencalonan pada Pilpres kelak, karena semua partai politik kini berhak berkoalisi atau tidak untuk mengajukan bakal calon presiden.

Berita Rekomendasi

Meski berhasil memenangkan gugatan yang diyakini akan mengubah peta politik di Tanah Air, keempat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga itu ternyata tak ada yang tertarik terjun ke dunia politik. 

Mereka kompak mengatakan pengajuan uji materiil itu bukan untuk pijakan mereka maju ke dunia politik di masa yang akan datang. 

Mereka tidak yakin bisa terjun ke dunia politik dan saat ini masih memilih untuk menjadi akademisi.

Baca juga: Pengamat Sangsi Ada Parpol Berani Usung Capres Lawan Prabowo Meski Presidential Threshold Dihapus

Enika Maya Oktavia misalnya, mengatakan dirinya lebih tertarik jadi budak korporat ketimbang jadi politisi. 

"Kalau ada yang bertanya apakah kelak saya jadi politisi, jawaban dari saya sendiri, jawabannya adalah tidak. Saya tidak mau jadi politisi. Mohon terima saya jadi budak korporat di perusahaan," kata Enika saat ditemui di kampusnya, Jumat (3/1/2025).

Menurut Enika, tak ada anggota keluarganya yang berlatar belakang politisi atau terjun ke dunia politik praktis. 

Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna saat Sidang Pengujian Materiil Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kembali dilakukan pada hari Rabu, 13 November 2024 di Mahkamah Konstitusi.
Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna saat Sidang Pengujian Materiil Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kembali dilakukan pada hari Rabu, 13 November 2024 di Mahkamah Konstitusi. (syariah.uin-suka.ac.id)

Bahkan, kata Enika, dia adalah orang pertama di keluarganya yang kuliah di jenjang S1. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas