Achmad Soetjipto bilang Hasil Olimpiade 2016 Jadikan Momentum Kebangkitan
Keberhasilan pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir menyambung tradisi emas yang terputus di Olimpiade Rio de Janeiro 2016,
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, RIO DE JANEIRO - Keberhasilan pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir menyambung tradisi emas yang terputus di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, menjadi kebanggaan.
Pasalnya, medali emas yang disumbangkan Owi/Butet ini bersamaan dengan HUT Kemerdekaan RI ke-71.
Begitu juga dengan kesuksesan lifter Eko Yuli Irawan meningkatkan prestasi perunggu dalam dua Olimpiade terdahulu menjadi perak.
Dan, lifter putri Sri Wahyuni yang mengulang sukses Lisa Rumbewas yang meraih perak di Olimpiade Sydney 2000.
"Keberhasilan menyambung tradisi emas yang terputus di Olimpiade Rio de Jeneiro 2016 dan menjadikan cabang olahraga (cabor) angkat besi sebagai salah satu cabor andalan yang tidak pernah putus meraih medali sejak Olimpiade Sydney 2000 itu harus dijadikan momentum untuk kebangkitkan olahraga Indonesia ke depan. Dan, kesuksesan ini juga sebagai pembuktian bahwa Indonesia sudah on the track dalam melakukan pembinaan olahraga," kata Komandan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), Achmad Soetjipto dalam acara evaluasi hasil Olimpiade di Rio de Janeiro, pekan lalu.
"Ya, sistem jalur pembinaan olahraga sekarang sudah on the track. Saya bukan ingin mengungkit masa lalu. Kalau yang lalu itu lemah di komunikasi tetapi sekarang sudah lebih disempurnakan," timpal Wakil Ketua Satlak Prima, Taufik Hidayat.
Menurut Achmad Soetjipto, persiapan Indonesia dalam menghadapi Olimpiade Rio de Janeiro 2016 mengalami kemajuan dan jauh lebih bagus dibanding sebelumnya. Baik dalam pengelolaan, komunikasi maupun hasil yang dicapai.
Contohnya, kata Achmad Soetjipto, di cabang bulutangkis yang tadinya dikuasai China pada Olimpiade London 2012, Indonesia berhasil mengembalikan tradisi emas lewat penampilan Tontowi/LIliyana.
"Di Olimpiade London 2012, China menguasai 5 medali emas. Tetapi, di Rio de Janeiro untuk merebut 2 medali emas saja China mengalami kesulitan. Di sini, China bukan mengalami kemunduran tetapi Indonesia mengalami kemajuan," ujarnya.
"Keunggulan itu tidak mudah. Itu suatu destinasi yang demikian sulitnya. Jadi, kita tidak bisa lagi setengah-setengah komitmen dan keterikatan kita harus betul betul bulat," tegasnya.
Apakah dengan hasil 1 emas 2 perak cukup?
"Tentu tidak. Tadinya, target kita adalah 3 medali emas tapi ada faktor eksternal di luar kendali," jawabnya.
Dijelaskan Achmad Soetjipto, olahraga prestasi (performance sport) sudah berkembang menjadi bisnis yang sangat keras dengan investasi yang besar.
Oleh karena itu, katanya, Indonesia yang ikut di dalam ajang performance internasional harus membenahi olahraga ini bukan lagi sebagai hobi tetapi merupakan arena pertandingan untuk menunjukkan keunggulan suatu bangsa.
"Olahraga sudah menjadi angkatan perang yang baru. Dan, Olimpiade itu adalah ajang peperangan tanpa amunusi karena semua sumber daya akan diuji di sana mulai dari jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan keterlibatan teknologi. Dan, kita sudah harus masuk ke sana," katanya.
Menurut Achmad Soetjipto, Indonesia memang terlambat dalam menerapkan High Performance Programme (HPP) dalam pembinaan olahraga. Sementara Australia telah memulainya sejak Olimpiade Montreal 1976 dan Thailand sejak 10 tahun lalu.
"Indonesia memang baru memulai dan Satlak Prima diharapkan menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk berinvestasi dalam mendukung atlet-atlet indonesia sehingga bisa unggul dalam persaingan," katanya.
Kebijakan pemerintah dalam berinvestasi melalui Satlak Prima, kata Achmad Soetjipto telah menunjukkan hasil di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
"Return of investment dalam pembinaan olahraga yang diharapkan pemerintah telah sepadan dengan hasil yang telah dicapai di Rio," katanya.
Satlak Prima, kata Ahmad Soetjipto, adalah kebijakan pemerintah untuk funding disvestasi dalam performance sport khusus atlet-atlet yang berada di segmen unggulan. Dan, Satlak Prima itu adalah unit operasional dari pada program tersebut.
"Satlak Prima itu diberikan tanggung jawab antara lain menseleksi atlet yang tepat dan mengalokasi anggaran dana yang tidak banyak tersebut menjadi tepat sasaran," katanya.
"Saat ini, investasi pemerintah Indonesia di bidang olahraga prestasi masih lebih kecil dibanding negara negara lain seperti Singapura, Thailand, dan China. Ke depan, kita berharap terjadi peningkatan sehingga prestasi yang diharapkan bisa tercapai," tambahnya.