Peraturan Upah Kerap Berubah, Bos Apindo Dikeluhkan Investor Asing: Banyak Ketidakpastian Regulasi
Kebijakan yang terus-menerus berubah terkait upah minimum menyebabkan kebingungan dan keraguan di kalangan investor.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani bercerita ketika dirinya mendapat keluhan dari para investor asing terkait dengan ketidakpastian mengenai regulasi upah minimum di Indonesia.
Shinta mengungkap bahwa pemerintah RI selama ini telah beberapa kali mengubah formula penetapan upah minimum.
Formula penetapan disebut sudah terjadi sebanyak empat kali dan dampaknya adalah investor yang merasa adanya ketidakpastian regulasi.
Menurut dia, kebijakan yang terus-menerus berubah terkait upah minimum menyebabkan kebingungan dan keraguan di kalangan investor.
Baca juga: Buruh Tolak Draf Permenaker, Komisi IX DPR: Rumus Perhitungan Upah Harus Sesuai Putusan MK
"Saya baru datang lawatan dari luar negeri, di mana kita mempromosikan Indonesia selalu dikatakan open for business," kata Shinta dalam konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/11/2024) malam.
"Tapi dengan kondisi ini, ini banyak pertanyaan dari investor, 'Ini apa yang terjadi?', 'Kenapa banyak ketidakpastian?', 'Mengapa ada perubahan lagi?', 'Bagaimana ini ke depannya?'," ujar Shinta sambil menirukan pertanyaan yang ia dapat.
Sebelumnya, Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam mencatat, dalam 10 tahun terakhir, peraturan mengenai ketenagakerjaan di Indonesia telah berubah sebanyak empat kali, menciptakan ketidakpastian bagi dunia usaha.
Menurut Bob, perubahan regulasi yang sering terjadi dapat memberikan kesan buruk di mata investor.
"Jadi bisa dibayangkan dalam 10 tahun kita ada 4 kali perubahan peraturan ini membuat wajah kita ini kurang baik lah," katanya ketika ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2024).
Bagi pengusaha, ketidakpastian ini berdampak langsung pada keputusan investasi, terutama di sektor-sektor padat karya yang membutuhkan kontrak jangka panjang.
Namun, dengan peraturan yang bisa berubah setiap dua tahun, hal ini membuat pengusaha kesulitan dalam merencanakan masa depan.
"Industri padat karya itu mereka harus membuat kontrak-kontrak jangka panjang 3 tahun, 4 tahun, tetapi kalau undang-undangnya berubah setiap 2 tahun itu susah," ujar Bob.
Ia menilai bahwa perubahan yang sering juga akan mempengaruhi jenis investasi yang masuk ke Indonesia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.