Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Sport

Zainal Abidin: Bulutangkis Akan Rutin Sumbang Medali Emas Di Olimpiade

Bulutangkis sudah menyumbang tujuh medali emas sejak resmi dipertandingkan di Olimpiade Barcelona, Spanyol, 1992.

Penulis: Toni Bramantoro
zoom-in Zainal Abidin: Bulutangkis Akan Rutin Sumbang Medali Emas Di Olimpiade
ist
Zainal Abidin 

TRIBUNNEWS, C0M. JAKARTA - Bulutangkis sudah menyumbang tujuh medali emas sejak resmi dipertandingkan di Olimpiade Barcelona, Spanyol, 1992.

Setelah terakhir dieksebisikan pada Olimpiade 1988, di Seoul, Korsel, pebulutangkis Pelatnas Cipayung menuai prestasi puncak di Olimpiade Barcelona (1992), Olimpiade Atalanta (1996), Olimpiade Sydney (2000), Olimpiade Athena (2004), dan Olimpiade Beijing (2008).

Setelah luput membawa pulang medali emas di Olimpiade London (2012), pebulutangkis Pelatnas Cipayung kembali menggapai prestasi terbaiknya di Olimpiade 2016 Rio De Janeiro, Brasil, melalui ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.

Perolehan medali emas Owi/Butet--sapaan akrab Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir, sekaligus memastikan pencapaian puncak pemain ganda campuran Indonesia di pentas olahraga terbesar sejagat itu. Baru di Olimpiade 2016 ini medali emas disumbangkan oleh ganda campuran.

Dari lima nomor perorangan itu, hanya di ganda putri Indonesia belum pernah menyumbang medali emas. Padahal, di Rio, pasangan Gresya Polii/Nitya Khrisinda Maheswari dinilai punya prospek bagus untuk menggapai medali emas.

"Dari konstestasi persaingan di tingkat dunia sekarang ini, nomor ganda putri dan tunggal putri berat buat kita," ungkap DR.dr.H.Zainal Abidin, DSM, Internist, Sp.GK, yang Wakil Ketua Bidang Litbang KONI Pusat, kemarin.

Menurut Zainal Abidin, yang di era 90-an menjadi penanggung-jawab bidang medis dan kesehatan di Pelatnas PB PBSI Cipayung, bulutangkis Indonesia bagaimanapun akan terus diperhitungkan di berbagai level persaingan turnamen global, termasuk Olimpiade.

Berita Rekomendasi

Namun demikian, katanya, tantangan terbesar Indonesia adalah bagaimana 'melejitkan' pemainnya di nomor tunggal putri dan ganda putri.

"Saya cermati kalau di dekade terakhir ini ada pergeseran kekuatan yang signifikan di tunggal dan ganda putri. Banyak pemain hebat dari negara-negara yang sebelumnya kurang diperhitungkan. Malaysia dan Thailand juga lebih fokus di kedua nomor itu," papar Zainal Abidin.

Indonesia, tutur Zainal, sejak dulu mencoba fokus di semua nomor perorangan itu. Namun, setelah era Susi Susanti berakhir, Indonesia tak punya lagi pemain tunggal putri yang benar-benar ditakuti oleh lawan. Demikian juga di ganda putri.

Menurut Zainal Abidin, terkait dengan perolehan medali emas di Olimpiade Rio, sebenarnya yang menjadi tumpuan utama adalah ganda putra Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan. Pasangan campuran Owi/Butet menjadi tumpuan kedua.

"Owi/Butet tampil buruk di turnamen Indonesia Open, bahkan sempat bersitegang dengan pelatihnya. Itu yang mempengaruhi proyeksi pencapaian medali emas dari mereka," kata Zainal Abidin, mengurai analisisnya.

Namun, jelas Zainal, jika kemudian Owi dan Butet berhasil memperjuagkan medali emasnya, itu karena mereka mampu mengatasi tekanan mental dan memaksimalkan kekuatan fisiknya.

"Itu yang harus ditiru oleh pemain lain. Owi dan Butet sudah sama-sama berusia 30 tahun. Mereka sudah bertekad, ini kesempatan terakhir untuk mengambil emas, empat tahun lagi mungkin sudah impossible. Jadi, now or never! Mereka berhasil. Salut!," urai Zainal Abidin. tb

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas