Munas Tertutup PBSI Dapat Sorotan dari Seksi Wartawan Olahraga PWI Pusat
Seksi Wartawan Olahraga (Siwo) Pusat menyoroti pelaksanaan Musyawarah Nasional Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (Munas PBSI) 2016
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seksi Wartawan Olahraga (Siwo) Pusat menyoroti pelaksanaan Musyawarah Nasional Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (Munas PBSI) 2016 yang berlangsung di Hotel Graha Bumi Surabaya, Jawa Timur, 30 – 31 Oktober lalu. Terutama menyangkut agenda Munas yang semuanya dilangsungkan secara tertutup.
Ketua Harian Gungde Ariwangsa dan Sekjen Firmansyah Gindo, perwakilan Siwo PWI Pusat yang hadir mengikuti proses pelaksanaan Munas PBSI itu dengan senada menyatakan, keputusan panitia menetapkan seluruh agenda sidang berlangsung tertutup merupakan keanehan. Selain baru pertama kali terjadi, hal itu bertentangan dengan arus reformasi dan keterbukaan yang tumbuh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Tanah Air.
“Ini sangat aneh. Makanya kami menyayangkan dan mempertanyakan kenapa hal ini bisa terjadi pada cabang olahraga bulutangkis yang merupakan andalan dan kebangsaan Indonesia. Tertutupnya semua agenda sidang bisa menimbulkan pertanyaan tentang adanya hal yang ditutup-tutupi dan juga PBSI seperti menutup diri dengan masyarakat pecinta dan penggemarnya,” ujar Gungde Ariwangsa.Rabu (2/11)
Ia memaklumi bila ada sidang yang berlangsung tertutup seperti sidang komisi. Bukan seluruhnya tertutup. Padahal pada perhelatan yang lebih besar seperti Musyawarah Olahrana Nasional Komite Olahraga Nasional Indonesia (Musornas KONI) dan Kongres Komite Olimpiade Indonesia (KOI) tidak seluruhnya berlangsung tertutup.
“Ini olahraga yang mengutamakan fair play dan keterbukaan. Seharusnya agenda penyampaian visi dan misi calon ketua umum serta proses pemilihan ketua umum dilangsungkan terbuka. Masyarakat perlu mengetahui visi dan misi para calon itu yang nantinya dijadikan pegangan untuk mengetahui apakah hal itu benar dilaksanakan saat memimpin PBSI,” kata Frmansyah Gindo.
Dengan semua agenda sidang tertutup, kata Firmansyah, para wartawan tidak bisa menginformasikan dinamika yang berlangsung dalam Munas kepada masyarakat. Ini merugikan bulutangkis sebagai cabang andalan Indonesia. Amat disayangkan karena pada Munas kali ini ada hal yang menarik dan perlu menjadi contoh cabang olaharaga lainnya.
“Kita para wartawan tidak menangkap secara langsung nuansa kebesaran hati dari Pak Wiranto dan Pak Gita Wiryawan dalam menjaga keutuhan, kesolidan dan kebersamaan di PBSI. Ini seharusnya bisa diinformasikan secara langsung kepada masyarakat sehingga bisa ditangkap oleh para pelaku olahraga di cabang lainnya,” tuturnyan itu.
Selain masalah agenda serba tertutup itu, kedua wartawan senior itu juga prihatin atas pelaksanaan Munas yang tidak dikelola secara apik. Munas PBSI kali ini sama sekali tidak mencerminakan sebagai gawe akbar dan penting insan bulutangkis nasional. Yang memperihatinkan lagi, ketika menampilkan video cuplikan kejayaan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir merebut medali emas Olimpiade Rio de Janeiro, Brasil, ada gangguan gambar dan suara.
“Kemudian teman-teman wartawan ada yang mengeluhkan jumpa pers usai pemilihan yang dilakukan tidak secara representatif. Masa, wawancara ketua umum PBSI pakai kejar-kejaran, kata rekan-rekan media. Kami prihatin dan semoga pada kepengurusan PBSI yang baru hal ini tidak terulang lagi,” tutupnya.