Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Sport

Stefer Rahardian Meraih Keberhasilan dalam Kehidupannya di Tengah Lingkungan yang Keras

Stefer Rahardian menjalani kehidupannya di gang-gang sempit di lingkungan Jakarta Pusat, dimana ia tinggal di sana sejak berusia lima tahun.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Stefer Rahardian Meraih Keberhasilan dalam Kehidupannya di Tengah Lingkungan yang Keras
ist
Stefer Rahardian 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bintang bela diri Kelas Terbang Indonesia yang tengah bersinar, Stefer Rahardian menjalani kehidupannya di gang-gang sempit di lingkungan Jakarta Pusat, dimana ia tinggal di sana sejak berusia lima tahun.

Saat itu anak-anak seusianya memanggilnya sebagai “Eppen,” kata singkat dari nama depannya, para tetangga mengobrol di beranda rumah sementara suara Adzan di sore hari bekumandang di kejauhan.

“Itu merupakan lingkungan yang cukup keras saat saya beranjak dewasa,” cerita
Rahardian.

“Para lelaki kerak mabuk di depan pintu rumah Anda. Juga ada obat-obatan dan geng. Saat ini berdiri rumah-rumah bagus di sini, dan lebih aman.”

Berbagai kesulitan seakan menjadi bagian dari kehidupan Rahardian saat itu. Pertama
kedua orang tuanya harus berpisah 20 tahun yang lalu.

Kemudian kematian kakaknya mengikuti setelahnya. Hal tersebut masih belum cukup traumatis bagi Rahardian, karena setiap harinya ia juga mengalami intimidasi dan harus memberikan semua uang sakunya.

Berbadan kecil dan menjadi seorang Muslim di sebuah sekolah Kristen, Rahardian
sangat mudah dikenali sampai ia kemudian memutuskan untuk membela dirinya
sendiri.

Berita Rekomendasi

“Hari demi hari, bulan demi bulan, saya menyadari jika saya tak melawan, akan sulit
bagi saya untuk bersekolah di sini,” kenangnya.

“Di sekolah saya, banyak sekali anak-anak berasal dari Ambon dan Papua. Mereka berbadan besar. Dan saya mengatakan, ‘Besok, Kita akan berkelahi.’”

Rahardian menantang penggangu terbesarnya hingga terjadinya perkelahian singkat
dan cukup melelahkan hingga kemudian dipisahkan oleh guru di sekolahya.

Meski Rahardian dapat menerangkan apa yang ia lakukan, aksi intimidasi tersebut berakhir
dan preman tersebut tak pernah mengganggunya lagi.

Ironisnya, bukan perkelahian di sekolah itulah yang mengilhami Rahardian untuk memilih bela diri. Baru pada saat seorang sahabatnya mengundang ke kelas Brazilian Jiu-Jitsu pada tahun 2008, ia seakan tersengat oleh racun bela diri.

Bekerja delapan jam sebagai office boy, Rahardian dengan berani menembus jam sibuk di Jakarta hanya untuk berlatih selama dua jam setiap harinya, menghabiskan sebagian besar dari gajinya untuk membayar sang pelatih.

“Di turnamen pertama saya, saya mengalami kekalahan. Yang kedua, juga kalah. Namun saya tak mau menyerah. Saya pikir hanya perlu menang sekali. Saya hanya ingin mengetahui bahwa saya tidak membuang waktu saya,” ujarnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas