KPAI Buka Suara Terkait Keputusan PB Djarum: Tidak Terbersit Niat Hentikan Audisi
KPAI buka suara terkait keputusan PB Djarum: Tidak terbersit niat untuk hentikan audisi.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Gigih
KPAI buka suara terkait keputusan PB Djarum: Tidak terbersit niat untuk hentikan audisi.
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) buka suara terkait keputusan PB Djarum menghentikan audisi umum beasiswa bulu tangkis mulai 2020 mendatang.
Ketua KPAI, Susanto, menegaskan pihaknya tidak memiliki niat untuk menghentikan audisi PB Djarum.
Susanto mengatakan KPAI justru mendukung adanya audisi dan pengembangan bakat serta minat dibidang bulu tangkis.
"Perlu kami sampaikan bahwa KPAI tidak terbesit niat untuk menghentikan audisi," ujar Susanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/9/2019), seperti dilansir Kompas.com.
Baca: Polemik Audisi PB Djarum Dihentikan, Para Atlet hingga Menpora Buka Suara, KPAI Beri Tanggapan
Baca: Legenda Bulutangkis Buka Suara Soal Audisi PB Djarum yang Dihentikan Tahun Depan, Apa Kata Mereka?
Meski begitu, Susanto menjelaskan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, dalam penyelenggaraan audisi tidak boleh menggunakan nama merek, logo, dan gambar produk tembakau.
"Kami mendukung agar prestasi anak terus bertumbuh dan membanggakan Indonesia ke depan."
"Jadi, peraturan KPAI hanya menjalankan tugas agar peraturan tersebut ditaati oleh semua pihak," tandas dia.
Tak hanya KPAI, pemerhati anak Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto, juga memberikan tanggapannya terkait keputusan PB Djarum.
Kak Seto menilai PB Djarum bersikap seperti anak kecil sedang ngambek.
"Saya melihat ini kok kayak anak kecil yang sedang ngambek," kata Seto Mulyadi saat dihubungi Kompas.com, Minggu (8/9/2019) malam.
Menurut Kak Seto, langkah yang dilakukan KPAI sudah benar, hanya menujuk peraturan soal larangan eksploitasi anak melalui iklan merek Djarum yang identik dengan rokok.
Bukan melarang audisi umum beasiswa bulu tangkis yang digelar PB Djarum.
Lebih lanjut, Kak Seto menerangkan yang sebenarnya menjadi masalah adalah brand image.