Susy Susanti: KPAI Jangan Cuma Protes!
"Tolonglah untuk mengganti cari solusinya. Jangan asal cut saja. KPAI cari solusi, cari sponsor buat PBSI, gitu saja."
Penulis: Abdul Majid
Editor: Deodatus Pradipto
Saat polemik ini muncul saya bilang, "Tolonglah lihat sesuatu yang lebih luas, ini kepentingan negara, kepentingan nama baik Indonesia. Jangan hanya melihatnya separuh-separuh." Saya kencang di sini karena saya mungkin jadi saksi sejarah juga bagaimana perjalanan audisi itu seperti apa. Kalau mau tahu kan bisa lihat langsung.
Kalau mau tahu bagaimana pribadi saya, lebih jauh sekalian promosi, nanti ada film saya, di situ ada jatuh-bangunnya saya. Itu semua kisah nyata.
Kenapa Anda sangat fokus mengurus bulu tangkis Indonesia?
Kecintaan saya kepada bulu tangkis, timbal balik saya kepada apa yang telah dapatkan dari bulu tangkis. Jadi saya akan bantu bulu tangkis Indonesia.
Selama ini saya sempat menghilang karena setiap dalam melakukan tugas saya selalu maksimal. Sebelumnya saya pernah ditawari, tapi karena kesibukan saya sebagai ibu rumah tangga, saya punya tanggung jawab kepada anak, saya tidak mau meninggalkan, apalagi ada bisnis juga.
Nah, sekarang anak-anak sudah besar sehingga saya mau. Tapi ketika saya terima tugas ini saya harus benar-benar fokus dan total. Bisa dilihatlah dalam segala hal saya selalu total.
Apa tantangan Anda yang sekarang sebagai Kabid Binpres?
Ya sama juga seperti jadi atlet ya, semua itu butuh perjuangan, kerja keras. Tidak ada juara yang didapat secara mudah, apalagi membina. Dari berbagai banyak karakter bagaimana pendekatannya, bagaimana menyiapkan program, budgeting, apa yang perlu kita pikirkan untuk regenerasi.
Hal apa yang sebenarnya kini tengah menjadi fokus PBSI untuk mencetak pebulutangkis berprestasi?
Ya, sebelumnya kan hanya terpaku satu-dua orang saja. Kan tidak bisa seperti itu. Nanti akan ada gap lagi. Kita melihat seperti itu. Makanya saya bilang butuh pembinaan usia dini karena untuk menyiapkan regenerasi di sini saja kita siapkan sampai tiga lapis. Memang belum ada hasilnya, tapi badminton ini seperti investasi.
Badminton tanpa pembinaan berat. Mungkin kelihatan nanti empat sampai lima tahun yang akan datang. Kita tidak bisa mengandalkan yang sudah ada saja, harus kita pikirkan yang junior-junior juga.
Kenapa sektor tunggal putra dan putri tidak ada yang bersinar pascapenampilan Anda dan Taufik Hidayat?
Ya, memang kita harus kerja keras, harus kita akui ya. Jadi memang saat ini saya akui khusus untuk tunggal putri perlu waktu, kerja keras untuk naik lagi. Selain bibit kurang, kita juga pernah kehilangan generasi dan memang dari dulu aman saya bibit putri itu sangat sulit. Waktu di zaman saya mungkin masa keemasan putri Indonesia. Nah setelah saya, ada satu yang saya sangat menyesalkan, sebenarnya kita punya tujuh sampai delapan atlet selevel Mia Audina, tapi karena Mia paling muda dan menonjol, jadi yang lain dibuang.
Makanya saya belajar dari pengalaman jangan tertumpu cuma di satu atlet. Kenapa? Karena saat, entah itu attitude-nya, situasinya atau apapun kita tidak tahu, itu bisa saja terjadi. Nah begitu hilang, bagaimana?