Joko Suprianto, 45 Tahun Gagal Move On dari Bulu Tangkis
Joko Suprianto sekarang mungkin tidak setenar era 90-an dulu. Namun, namanya akan tetap menghiasi buku sejarah olahraga bulu tangkis Indonesia
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Joko Suprianto. Dirinya sekarang mungkin tidak setenar era 90-an dulu. Namun, namanya akan tetap menghiasi buku sejarah olahraga bulu tangkis Indonesia bahkan dunia.
Indonesia tentu tak bisa melupakan pria kelahiran Solo,6 Oktober 1966 atas prestasinya yang mengharumkan nama Indonesia.
Tahun 1993, suami dari Zelin Resiana ini menjadi ranking 1 dunia tunggal putra. Selain itu, banyak pula raihan kejuaraan bulu tangkis bergengsi yang ia raih khususnya tahun 1993 dan 1994.
Ia juga turut andil dalam raihan hattrik Indonesia di Piala Thomas tahun 1994, 1996, dan 1998.
Joko--yang pensiun dari panggung bulu tangkis tahun 1998--ini pun dipercaya sebagai pelatih tunggal putra di Victory Hall Badminton yang dijadikan tempat pendidikan dan latihan bagi talenta-talenta muda bulu tangkis di Bogor dan sekitarnya.
"Bagi saya, bulu tangkis adalah olahraga yang bisa mengibarkan bendera Merah Putih dan mengkumandangkan lagu Indonesia Raya di panggung internasional. Bulu tangkis ini sudah mendarah daging ya. Hingga saat ini, saya tidak bisa meninggalkan bulu tangkis. Lebih dari 45 tahun saya tak bisa jauh dari badminton," ujar putra dari Alm. Rakino Pujo Suwito dan Alm. Suyatmi ini kepada Warta Kota baru-baru ini di Victory Hall Badminton, Bogor.
Sebagai legenda bulu tangkis, Joko pun punya pandangan tersendiri dengan atlet PP.PBSI saat ini.
Menurutnya, ada penurunan kualitas pemain saat ini. Pasalnya, banyak kategori yang tidak dapat meraih prestasi seperti eranya dulu kala.
"Itu mesti dijawab atau diperbaiki oleh kepengurusan PBSI yang baru nanti. Kalau dihitung, ada penurunan dibanding dengan empat atau lima tahun lalu. Penurunan itu ada dari segi karakter di lapangan," ujarnya.
Ia lantas memberikan contoh, misalnya, di dalam lapangan ada masalah atau ada keadaan yang tidak mengenakkan bagi pemain, pemain lebih cenderung untuk bertahan dan sulit membalikkan keadaan.
Pemain sering kedodoran di posisi terdesak.
"Di segi pembinaan pun harus ada perbaikan bagi setiap jenjang supaya jangan sampai terhenti prestasi bulu tangkis Indonesia. Malu kalau tidak berprestasi," tutupnya.