Dirdja Wihardja: Pengurus PABSI Bertekad Tradisi Medali Olimpiade Jangan Lepas
Sejak Olimpiade tahun 2000, atlet-atlet dari cabang olahraga angkat besi tak pernah absen memberikan medali Olimpiade untuk Indonesia.
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak Olimpiade tahun 2000, atlet-atlet dari cabang olahraga angkat besi tak pernah absen memberikan medali Olimpiade untuk Indonesia.
Teranyar pada Olimpiade 2020 Tokyo, tiga medali dibawa pulang ke Tanah Air oleh Eko Yuli Irawan, Windy Cantika Aisah, dan Rahmat Erwin Abdullah.
Eko meraih perak di kelas 61 kilogram (kg) putra, Windy merebut perunggu dari kelas 49 kg putri, serta Rahmat yang juga mempersembahkan medali perunggu dari kelas 73 kg putra. Apa rahasia di balik kesuksesan tersebut?
Pelatih angkat besi Indonesia Dirdja Wihardja pun memberikan penjelasannya saat diwawancarai Tribun Network melalui aplikasi komunikasi Zoom, baru-baru ini.
"Sebenarnya kami di internal PABSI selalu merencanakan jangan sampai lepas tradisi menyumbangkan medali di Olimpiade karena sejak Olimpiade Sydney 2000, Olimpiade Athena 2004, Olimpiade Beijing 2008, Olimpiade London 2012, Olimpiade Rio de Janeiro 2016, kami selalu mempersembahkan medali dan sekarang (kemarin--red) Olimpiade Tokyo, dari kami target utamanya tetap itu (menyumbang medali), ujar pelatih bertangan dingin tersebut.
Lanjutnya, terkait persiapan tim, latihan selalu berlangsung di pelatnas PABBSI, bahkan semenjak SEA Games 2017 selesai sampai Asian Games terus berlangsung.
Akhir November 2018 tim angkat besi sudah mengikuti babak kualifikasi untuk merebut kuota, dimana tiga lifter Indonesia, Windy, Rahmat, dan Nurul Akmal mendapatkan kuota dari kualifikasi itu.
"SEA Games 2019 hingga kejuaraan Asia di Uzbekistan, Mei 2021, menjadi bagian rangkaian yang kami lakukan menuju Olimpiade. Semua berbuah manis karena kami mendapat olimpian baru yang meraih medali di Olimpiade ini dan usianya pun masih muda. Hal ini menunjukkan sebuah progres. Tentu dengan pelajaran di Tokyo akan mempertajam terutama di tim-tim pendukung seperti masseur, ahli gizi. Semoga impian meraih emas tercapai di Olimpiade Paris (2024)," tambahnya.
Dirdja menjelaskan banyak evaluasi yang mereka dapatkan dari kejuaraan Asia Mei lalu.
Misalnya, parameter power untuk seorang Windy yang berhasil meraih medali perunggu.
"Kemarin dia melakukan angkatan clean and jerk di luar kemampuan dia pada latihan sehari-hari, misalnya di 108 kg. Angkatan 110 kg itu di luar kemampuan dia sebetulnya. Namun, lewat kejuaraan di Uzbekistan kami evaluasi terutama parameter power-nya. Di snatch lebih ke teknik. Basic power kami perkuat, teknik sempurna, berdiri dibenahi, itu sulit didapat maka latihannya ditambah. Kemarin tiga kesempatan di snatch, tiga kesempatan di clean and jerk berhasil," tambahnya.
Begitu pula dengan Rahmat, lifter peraih medali perunggu.
Teknik dan fokus dibenahi oleh tim pelatih.
"Fokus tiga kali angkatan, tiga kali berhasil. Anggap angkatan pertama adalah angkatan yang terakhir. Urusan strategi itu kamilah, yang penting atlet fokus tiga kali angkatan. Bicara angkatan snatch, ini lebih ke teknik yang mesti sempurna. Makanya kemarin Windy dan Rahmat kami bebani ke teknik dulu. Ibaratnya, teknik 60 persen, power 40 persen. Kecuali seorang Eko yang power-nya 80 persen, teknik 20 persen karena dia sudah empat kali Olimpiade. Dia lebih ke tenaga yang ditambah," terangnya.
Sementara itu, lewat kejuaran angkat besi Asia, mereka menemukan manfaat lain yaitu atmosfer pertandingan yang tak jauh berbeda.
"Itu sangat bermanfaat untuk atmosfer pertandingan. Itu sama dengan Olimpiade Tokyo bertanding di tengah pandemi, tanpa penonton, ruang lingkupnya dibatasi. Jadi di Tokyo sudah siap dan sudah adaptasi," sambungnya.
Adapun usai Olimpiade Tokyo, tim pelatih akan langsung mempersiapkan atlet guna meraih medali emas di Olimpiade 2024 nanti.