TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pemuda dan Olahraga RI, Zainudin Amali dalam diskusi dengan awak media di Media Center Jakarta untuk PON XX Papua, menyampaikan data terkini Satgas PON XX Papua per Rabu (13/10/2021) hingga pukul 14.00 WIT.
Tercatat tiga orang yang masih terpapar virus Corona, 39 sedang pemulihan, dan 25 yang sudah sembuh.
Diskusi itu dimoderatori Sekjen PWI Pusat, Mirza Zulhadi didampingi Wakil Ketua Bidang II Organisasi KONI Pusat Gugun Yudinar.
Hadir pula secara virtual yaitu Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari, CEO Sportlink, Bambang Asmarabudi, CEO Sportbloc Ndang Mawardi, CEO Sportbloc.
"Jadi dibayangkan dari sekian banyak orang, kasus yang muncul seperti itu, dan pengalaman di beberapa multievent waktu Olimpiade, atlet paling tiga sampai lima hari mereka sudah recovery. Kebugaran mereka lebih baik daripada yang bukan atlet," ungkap Zainudin Amali yang hadir virtual dari Jayapura, Kamis (14/10/2021).
Para atlet itu rata-rata mengalami kondisi tanpa gejala dan Cycle Threshold (CT) Value-nya tinggi.
"Tidak ada yang CT rendah dan dikhawatirkan menularkan," tutur Amali.
Zainudin Amali memperkirakan semakin menurunnya angka kasus positif Covid-19 di Klaster PON XX Papua ini karena sudah banyak orang yang kembali ke daerahnya masing-masing. Mengingat, cabang olahraga yang masih dipertandingkan sudah berkurang drastis.
"Puncak-puncaknya (kasus Covid-19) pada tanggal 11, 12 Oktober kemudian setelah itu sudah tidak banyak lagi karena orang sudah banyak kembali, kira-kira 65 sampai 70 persen," tuturnya.
Meski tak dipungkiri adanya keterbatasan-keterbatasan, menurut Amali, penerapan penerapan protokol kesehatan selama berjalannya PON XX Papua cukup terkendali.
"Menurut saya bisa dilihat, kan kekhawatiran orang bisa menjadi klaster yang besar karena sekitar 20 ribu yang hadir itu diperkirakan, bisa banyak, tapi ini seperti yang sembuh sudah banyak," jelasnya.
Pada kesempatan itu, Zainudin Amali kembali mengklarifikasi terkait adanya surat dari Badan Anti-Doping Dunia (WADA) yang menyatakan Indonesia tidak mematuhi standar anti-doping karena tidak mengikuti Test Doping Plan (TDP) yang dibuat pada tahun 2020.
Menurut Menpora, pada September lalu, WADA mengeluarkan surat teguran, tapi penjelasan dari Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) dianggap tidak memadai.
"Atas kejadian itu selanjutnya kita tetap PON dipersilakan berjalan dan sampelnya ditunggu, dan apabila kita ingin menyelenggarakan kegiatan internasional ke depannya ini, terutama 2022, banyak kegiatan kita dari berbagai cabang olahraga, kita akan disupervisi Japan Anti Doping Organization, lembaga antidoping Jepang menjadi mentor kita," urai Menpora.
Sementara kerja sama LADI saat ini dengan Qatar. Hanya saja memang biayanya cukup mahal. Makanya ia ingin ke depannya Indonesia sudah memiliki laboratorium antidoping sendiri. Keinginannya ini pernah disampaikan kepada Menteri Kesehatan ketika itu, Terawan Agus Putranto.
"Beliau sudah oke tinggal menunggu rumah sakit mana yang dipakai, treat apa yang diberikan, kemudian tenaganya tapi kemudian masuk pandemi ini, sehingga konsentrasi pudar. Nanti saya akan bicarakan kembali ke menteri kesehatan," papar Zainudin Amali.
"Tapi memang ada persyaratan minimum sampel, dan kita akan lakukan itu tapi masih di bawah supervisi, tak mungkin kita langsung dilepas begitu, ada beberapa tahun untuk kita dilepas lab sendiri, antidoping sendiri," imbuhnya.
Dari segi keuangan, jelas Menpora, adanya lab antidoping bisa menghemat pengeluaran. Selain itu Indonesia berpotensi menjadi rujukan se-Asia Pasifik.
"Karena saya dengar beberapa yang sudah ada, ditutup karena persyaratannya ketat, tidak main-main untuk lab antidoping," katanya.
Zainudin Amali pun menegaskan kasus antidoping yang menjerat Rusia sama sekali berbeda dengan Indonesia.
"Kalau Rusia itu dianggap katanya agak dipalsukan, jadi by design. Kalau kita karena penjelasan kita kurang memadai sehingga dapat teguran. Rusia kita tahu, Olimpiade kemarin tidak bisa menggunakan bendera Rusia, lagu Rusia pun tidak, hanya bendera NOC," paparnya.