Bob Hippy: Timnas U-19 Habis Manis Sepah di Buang
Bob Hippy menjelaskan sikap PSSI yang melepas begitu saja kepada eks pemain Tim Nasional Indonesia U-19 ini berbahaya bagi masa depan pemain.
Penulis: Syahrul Munir
Editor: Dewi Pratiwi
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Sikap PSSI yang 'membebaskan' eks pemain Tim Nasional Indonesia U-19 menentukan pilihan bergabung ke klub dalam kompetisi musim 2015 menuai komentar negatif.
Tindakan 'lepas tangan' PSSI ini dinilai merupakan sikap tidak bertanggung jawab terhadap pemain Garuda Jaya, julukan Tim Nasional Indonesia yang telah mempersembahkan tropi buat negara.
"Itu sama saja dengan habis manis sepah dibuang. Setelah tidak lagi dipakai mereka dilepas begitu saja ke klub. Paling tidak PSSI itu bisa bicara dengan klub untuk membuka jalan penyaluran pemain berbakat ini," ujar mantan anggota komite eksekutif (Komeks) PSSI, Bob Hippy kepada Harian Super Ball, Rabu (5/11/2014).
Bob Hippy menjelaskan sikap PSSI yang melepas begitu saja kepada eks pemain Tim Nasional Indonesia U-19 ini berbahaya bagi masa depan pemain. (Baca: Bob Hippy: Timnas U-19 Miskin Pengalaman Kompetisi)
Alasannya, kebebasan ini membuat tidak seluruhnya skuad Garuda Jaya mendapatkan klub. Mengingat kondisi klub yang berbeda-beda, terutama kondisi finansial yang memungkinkan bisa menjangkau menarik eks timnas.
"Bisa-bisa ada pemain yang tidak kebagian klub karena klub tidak punya uang. Kasihan pemain berbakat yang tidak mendapatkan klub nantinya," ujarnya.
Bob Hippy menjelaskan sistim kompetisi Indonesia belum bisa dibandingkan dengan negara lain, yang lebih profesional. Sehingga, penyaluran mantan timnas U-19 ini dibutuhkan bantuan federasi. "Kita belum bisa menerapkan aturan itu. Karena masih amatir. Tetap federasi bisa membuka jalan untuk pemain," ujarnya.
Komentar senada juga dilontarkan mantan Penasehat Teknik Tim Nasional Indonesia U-19 Rudy William Keltjes yang menyatakan penyebaran mantan skuad Garuda Jaya ke klub ini bisa merusak mental. Mantan pelatih Tim Nasional Indonesia U-19 B ini menyarankan penyebaran anak asuh pelatih Indra Sjafri ini dilakukan secara berkelompok untuk mempermudah pengawasan dan koordinasi. "Seperti yang diterapkan di Jerman, sebagian besar pemain timnas itu hanya di dua atau tiga klub saja," ujarnya.