Dito Arif: Kalau Perlu BPK Audit Keuangan PSSI
Menurut Dito, hal itu harus dilakukan, karena PSSI mendapat kucuran dana dari FIFA, AFC, sponsorship, penjualan tiket, serta hak siar di televisi.
Penulis: Sigit Nugroho
Editor: Dewi Pratiwi
Laporan Wartawan Harian Super Ball, Sigit Nugroho
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - CEO Persema Malang, Dito Arif mengatakan, PSSI sebagai induk organisasi sepak bola tertinggi di Indonesia belum bisa disebut sebagai lembaga yang profesional. Pasalnya PSSI belum transparan terhadap publik, anggota PSSI, dan klub-klub sepak bola terkait pengelolaan keuangannya.
Menurut Dito, kalau perlu audit keuangan di tubuh PSSI dilakukan oleh pihak ketiga, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga bisa dilibatkan, jika ada dugaan terjadinya penyelewengan keuangan. "Memang sepertinya diperlukan audit dari BPK, kalau perlu ditambah melibatkan KPK jikada indikasi yang tidak benar dalam pengelolaan keuangan PSSI. Selama ini publik termasuk anggota PSSI dan klub tidak mengetahui dengan jelas dan detil kondisi pengelolaan keuangan PSSI. Ini harus ada perubahan, demi terciptanya kejujuran di era keterbukaan,” kata Dito kepada Super Ball, Rabu (10/12/2014).
Menurut Dito, hal itu harus dilakukan, karena PSSI mendapat kucuran dana dari FIFA, AFC, sponsorship, penjualan tiket, serta hak siar di televisi. “Selama ini PSSI tidak membeberkan secara detil terkait pengelolaan finansial. Yang ada hanya sosialisasi program PSSI saja. Klub hanya diberitahu bahwa kompetisi disiarkan di televisi mana saja. Tanpa ada penjelasan detil. Klub dan anggota PSSI hanya mendengarkan hasilnya saja, tetapi tidak mengetahui berapa dana yang didapat serta penggunaannya untuk keperluan apa saja,” tutur Dito.
Ini membuat Dito prihati, padahal seluruh anggota PSSI dan klub peserta kompetisi berhak mengetahui sejauh mana pengelolaan keuangan dari PSSI. Ironisnya, tambah Dito, PSSI seolah-olah tidak memiliki dana cukup untuk mengelola kompetisi.
“Lucu kan, masak PSSI tidak bisa menyediakan hadiah pembinaan terhadap pemenang Soeratin Cup 2014. Jember United yang menjadi juara tidak menerima hadiah uang pembinaan. Alasannya apa, kenapa PSSI tidak bisa memberikan hadiah itu. Jika ada transparansi, masyakarat bisa memahami dan mengetahui dengan pasti kondisi keuangan PSSI. Tetapi nyatanya transparansi itu tidak dilakukan, sehingga kita tidak tahu apa-apa,” imbuh Dito.
Dito juga mengkritik posisi Djoko Driyono yang merangkap menjadi Sekjen PSSI dan CEO PT Liga Indonesia. “Jabatan yang double seperti ini jadi sulit diawasi, karena satu orang memegang dua kebijakan. Seharusnya ini dirubah. Setiap orang harusnya hanya menjabat satu posisi saja,” terang Dito.
Dito berharap masalah ini dibicarakan dalam Kongres PSSI pada Januari 2015. “Anggota PSSI dan klub memiliki hak untuk mengetahui program apa saja yang dilakukan selama ini. PSSI juga harus menjelaskan dengan rinci pengelolaan keuangan pada kongres nanti. Sehingga tidak ada yang ditutup-tutupi lagi. Ini demi kemajuan manajerial sepak bola kita,” papar Dito.