Tim Sembilan Akan Panggil PSSI, Gatot Dewa Broto: Kami Bukan Aparat Hukum
Tim sembilan menyebut tidak akan bersikap seperti KPK saat memanggil pihak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
Penulis: Deodatus Pradipto
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Deodatus S Pradipto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim Sembilan tidak termasuk aparat penegak hukum. Oleh karena itu mereka tidak bersikap seperti KPK saat memanggil pihak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Ini ditegaskan oleh anggota Tim Sembilan, Gatot Dewa Broto, kepada wartawan di kantor Kemenpora, Rabu (7/1/2015) malam. Sebelumnya Tim Sembilan memanggil empat pemangku kepentingan seperti Komite Olimpiade Indonesia, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), serta Komisi Informasi Pusat (KIP).
Menurut rencana Tim Sembilan akan memanggil PSSI. Pemanggilan ini bukan untuk memojokkan melainkan public hearing terkait kondisi persepakbolaan nasional.
“Kami bukan aparat penegak hukum. Kami lembaga Ad Hoc biasa. Jika pada pemanggilan pertama tidak datang, kami akan coba konsultasi secara informal. Misalnya nanti tidak datang juga, ya sudah. Tidak ada ceritanya pemanggilan seperti KPK,” jelas Gatot.
Gatot juga berencana memanggil Forum Asprov PSSI. Mereka menyatakan mosi tidak percaya terhadap Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, terkait pembentukan Tim Sembilan. Tim ini bertugas untuk mengevaluasi persepakbolaan nasional.
Terdapat empat latar belakang Kementerian Pemuda dan Olahraga membentuk Tim Sembilan untuk mengevaluasi persepakbolaan nasional.
Latar belakang pertama adalah kekalahan telak tim nasional Indonesia, 0-4, dari timnas Filipina pada laga penyisihan grup A Piala AFF 2014 di Vietnam lalu. Kekalahan tersebut merupakan salah satu gambaran konkret mengenai kondisi dan kualitas persepakbolaan di Indonesia.
Ini merupakan kelanjutan dari kegagalan timnas U-19 pada Piala Asia U-19 beberapa bulan sebelumnya. Selain itu timnas Indonesia juga gagal meraih hasil memuaskan pada Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan.
Latar belakang kedua adalah insiden sepak bola gajah saat pertandingan PSS Sleman melawan PSIS Semarang pada Oktober 2014. Laga Divisi Utama itu dianggap telah mencederai citra sepak bola Indonesia di mata FIFA. Ini belum termasuk kasus keterlambatan pembayaran gaji pemain asing dan lokal dalam jangka waktu yang signifikan. Kerusuhan antarsuporter, serta keuangan PSSI yang kurang transparan termasuk dalam latar belakang kedua.
Ketiga, melalui media sosial dan media mainstream, publik menuntut perbaikan manajemen PSSI. Pada umumnya bahkan bertendensi untuk membekukan PSSI. Pemerintah tidak sepenuhnya sampai pada tujuan tersebut, namun minimal harus merespons keresahan masyarakat.
Latar belakang keempat, andai masalah tersebut tidak dibenahi secara komprehensif, diperkirakan masalah dan prestasi yang buruk terulang kembali. Kekecewaan publik dan para pemangku kepentingan akan kembali muncul.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang konstruktif dengan cara mengevaluasi persepakbolaan nasional.
Ini sesuai dengan kewenangan Pemerintah seperti diatur dalam Pasal 13 ayat 1 dan Pasal 32 ayat 1, UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Pasal 10 ayat 2 PP Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan.
Pelaksanaan evaluasi persepakbolaan nasional ini tetap memperhatikan Statuta FIFA dan aturan teknis kecabangan lain yang relevan
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.