Kisah Babak Rafati, Wasit yang Coba Bunuh Diri Karena Dibully Namun Diselamatkan Schweinsteiger
Pada November 2011, muncul kabar mengejutkan bahwa wasit Liga Jerman (Bundesliga) Babak Rafati berusaha mengakhiri hidupnya.
Penulis: Taufik Batubara
Editor: Ravianto
TRIBUNNEWS.COM, MUENCHEN - Depresi dalam sepak bola didiskusikan jarang sekali dibahas dalam beberapa tahun terakhir.
Ada keprihatinan terhadap masalah itu menyusul sejumlah kematian tragis dan usaha bunuh diri oleh beberapa pemain berkelas.
Sayangnya, masalah itu masih dianggap sesuatu yang tabu.
Setiap minggu, ofisial pertandingan sering menderita akibat ulah fans, media, pemain, dan pelatih.
Padahal mereka hanya berusaha menegakkan aturan pertandingan.
Pada November 2011, muncul kabar mengejutkan bahwa wasit Liga Jerman (Bundesliga) Babak Rafati berusaha mengakhiri hidupnya.
Rafati kala itu berusia 41 tahun.
Rafati ditemukan oleh asistennya, Holger Henschel, Frank Willenborg, dan Patrick Ittrich, di tempat mandi kamar hotelnya hanya dua jam sebelum bertugas menjadi wasit laga Bundesliga antara Cologne dan Mainz.
Setelah kabar Rafati berusaha bunuh diri itu tersiar, 40 menit sebelum kick-off, pertandingan akhirnya dibatalkan.
Menurut Daily Mail, Rafati terpilih sebagai wasit terburuk di Bundesliga dalam tiga dari empat musim.
Predikat negatif itu ikut berkontribusi dalam penurunan mental Rafati hingga depresi.
"Saya terbangun di ranjang rumah sakit," ungkap Rafati kala itu.
"Ini adalah saat yang mengerikan."
"Yang pertama terlintas di pikiran saya adalah, saya akan merencanakan hal-hal lain untuk bunuh diri dan melakukannya dengan benar," ujar Rafati, sebagaimana dikutip The Sun.
"Saya telah di-bully selama 18 bulan sebelumnya."
"Orang-orang ingin menyingkirkan saya, itulah masalah yang sebenarnya," imbuh Rafati.
Rafati lantas mengeluhkan, sejak usaha bunuh dirinya itu gagal, tak ada satu pun dari asosiasi sepak bola Jerman yang menghubunginya.
Namun, semua rekannya sesama wasit menghubungi untuk menyampaikan empati.
Rafati juga mengungkapkan bahwa Bastian Schweinsteiger, yang saat itu berusia 27 tahun dan bermain di Bayern Muenchen, secara pribadi menulis surat kepadanya setelah mendengar kejadian itu.
"Bastian Schweinsteiger mengirim surat kepada saya, dan itu yang membuat saya sangat berubah," kata Rafati.
Tidak ada motif tersembunyi dari Schweinsteiger, karena Rafati tak bisa lagi menjadi wasit setelah peristiwa itu.
"Dia (Schweinsteiger) menulis, "Tuan Rafati, orang sering membuat kesalahan dalam hidup, tapi kita harus bangkit lebih sering. Saya berharap Anda yang terbaik'."
Sisi manusiawi Schweinsteiger sangat mengena pada diri Rafati.
"Depresi masih tabu besar dalam sepak bola," kata Rafati.
"Sejak saat itu saya telah bekerja sebagai pelatih pikiran dengan tiga pemain Bundesliga."
"Saya bisa mengesampingkan ingin bunuh diri lagi."
"Sekarang saya tahu bahwa saya gila, dan hidup ini terlalu indah untuk menghancurkan diri sendiri. "
Angkat topi untuk Schweinsteiger. (*)