Klub Sepak Bola Digunakan untuk Tempat Pencucian Uang Haram
KPK menyebut ini sebagai modus baru korupsi dengan menggunakan klub sepak bola sebagai tempat mengalirkan uang haram
Editor: Dewi Pratiwi
TRIBUNNEWS.COM - Walikota Cilegon, Tubagus Iman Ariyadi, diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu (23/9/2017).
Iman ditangkap terkait suap yang uangnya dialirkan ke kas kesebelasan yang dipimpinnya, Cilegon United (CU).
Iman adalah Ketua Umum CU, kontestan Liga 2 2017.
Iman ditangkap bersama 10 orang lainnya dan dua di antaranya adalah petinggi CU, yaitu CEO Yudhi Apriyanto dan bendahara Wahyu Ida Utama.
KPK juga mengamankan uang sebanyak Rp 1,152 miliar.
Uang dari penyuap dialirkan ke klub yang dipimpin Yudhi dengan dalih dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).
KPK menyebut ini sebagai modus baru korupsi dengan menggunakan klub sepak bola sebagai tempat mengalirkan uang haram.
Sebelum APBD dilarang digunakan untuk membiayai klub sepak bola profesional di Indonesia, banyak pejabat daerah yang menggunakan klub sepak bola untuk tujuan korupsi dan politik.
"Dari kasus Tubagus Iman Ariyadi, KPK harus segera masuk ke klub-klub sepak bola profesional yang berkompetisi di Liga 1 dan Liga 2. Banyak pejabat publik yang terlibat sebagai pengelola," kata Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer (#SOS), Minggu (24/9/2017).
"Ada potensi korupsi, pencucian uang, atau menggunakan sepak bola sebagai kendaraan politik pejabat publik. Ini harus mendapatkan perhatian serius KPK dan juga pemerintah," tambah Akmal.
Berdasarkan penelitian #SOS, setidaknya ada 50 klub sepak bola profesional di Indonesia yang dipimpin oleh pejabat negara, seperti kepala daerah, anggota dewan, tentara, polisi, dan pejabat BPK.
Baca Selengkapnya Hanya di KORAN SUPER BALL, Senin (25/9/2017)