Nurhidayat Haji Haris: Geluti Profesi Pemain Sepakbola Sejak Juara Danone 2010
Nurhidayat Haji Haris adalah satu di antara pemain muda berkualitas yang dimiliki Indonesia.
Penulis: Abdul Majid
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Nurhidayat Haji Haris adalah satu di antara pemain muda berkualitas yang dimiliki Indonesia.
Pemain kelahiran Makassar 20 tahun silam pernah membela Timnas Indonesia U-19 dan terakhir memperkuat Timnas Indonesia U-22 di ajang SEA Games 2019 Filipina.
Untuk menjadi sekarang ini, Nurhidayat mengatakan tidak lah mudah. Banyak perjuangan yang ia lalui, mulai dari merengek minta dimasukkan ke Sekolah Sepak Bola hingga kini menjadi bagian penting di Bhayangkara FC.
Tak hanya itu, Nurhidayat Remaja juga banyak segudang cerita perjuangan. Salah satu yang selalu ia ingat ialah disepelekan senior saat memperkuat Pra PON Makassar dan cacian dari para penggemar sepakbola Indonesia.
2018 silam, saat itu Nurhidayat memperkuat Timnas Indonesia U-19 di ajang Piala Asia U-19. Bek muda Bhayangkara FC tersebut melakukan kesalahan pertama saat melawan Taiwan.
Nurhidayat melakukan blunder sehingga gagal menyapu bola dan langsung dimanfaatkan pemain Taiwan untuk mencetak gol. Untung saja Indonesia menang 3-1 di laga tersebut.
Kemudian kesalahan kedua, terjadi saat Indonesia U-19 kalah 5-6 dari Qatar. Di sini menjadi puncak kekesalan warganet dan banyak membully Nurhidayat.
Kolom pesan Instagram pribadinya pun penuh dengan cacian, tapi tak sedikit pula yang menyemangati putra Makassar tersebut. Akan tetapi momen tersebut justru tak membuatnya jatuh, ia malah terlecut untuk bangkit dari kesalahan.
“Saya waktu itu tidak merasa terpuruk. Biarin orang mau bilang apa, tapi saya berpikir harus keluar dari situasi ini dengan cara terus bekerja keras,” ujarnya.
Cerita perjuangan Nurhidayat pun terekam dalam wawancara eksklusif dengan Tribunnews yang ditemui setelah menjalani latihan rutin Bhayangkara FC di Stadion PTIK, Jakarta.
Berikut petikan wawancara Tribunnews dengan Nurhidyat Haji Haris.
Bagaimana awalnya Anda mengenal sepakbola?
Dari TK sudah suka bola, dulu saya kan tinggal di rumah Kakek di Makassar, di situ kan ada garasi habis pulang dari TK saya main bola sambil disuapin.
Terus Papah saya ada kerjaan di Sulawesi Tenggara, Toli-Toli. Yaudah kita satu keluarga ikut ke sana. Sudah itu sampai saya kelas empat SD saya tidak betah, saya nangis minta balik ke Makassar, mau sekolah sepakbola.
Terus saya balik sama mamah, saya daftar SSB di Makassar. Terus saya masuk SSB Hasanudin, itu yang ngelatih bapaknya Asnawi. Saya ikut Liga di sana.
Mulai yakin Anda ingin menjadi atlet sepakbola sejak kapan?
Itu di Makassar, saya mulai ikut Liga di sana. Saya tahun 2010 juara Danone U-12 mewakili Makassar ke Jakarta, terus sampai di sini dapat peringkat tiga. Tidak lolos kan, balik lagi ke Makassar di sana saya kerja keras lagi, terus ikut lagi kompetisi Yamaha. Yang dipanggil cuma beberapa orang saya sama Asnawi perwakilan dari SSB Sulsel buat Yamaha. Itu juara satu.
Setelah itu saya dipanggil Timnas dari yang Yamaha itu. Nama saya sudah ada tapi disuruh bayar. Terus aku papah saya ditelpon katanya suruh bayar mau apa tidak, papah saya bilang tidak mau kalau suruh bayar. Nah saya digantiin.
Terus kita ikut lagi Danone juara lagi SSB saya 2011 mewakili Makassar, sampai di Jakarta tingkat nasional kita juara lagi. Tim saya berangkat ke Spanyol. Setelah itu saya dipanggil Timnas U-14 yang pelatihnya Maman Suryaman, itu saya juara di Sabah, Malaysia.
Lalu, bagaimana ceritanya Anda bisa tinggal di Jakarta ketika masih Remaja?
Waktu itu ada seleksi Mens Biore yang pegang Yeyen Tumena. Itu saya ikut sama satu ada striker dari Makassar, pelatihnya coach Agus. Di situ mungkin banyak telescoting. Terus saya seleksi Pertamina, saya dapat beasiswa tiga tahun. Papah saya bilang mau di Makassar atau Jakarta. Saya bilang saya mau merantau kalau di Makassar mungkin kurang, akhirnya saya putuskan pindah sekolah ambil beasiswa di Pertamina, itu SMA.
Ajang pertama apa yang membuat Anda berkesan?
Di tim Pra PON saya paling muda sama Asnawi. Di sana mulai saya dapat tekanan, ada pemain yang bilang kamu pasti cadangan, karena banyak pemain senior. Saya bilang tidak masalah, intinya saya masuk di tim ini dapat pengalaman, yasudah saya mulai buktiin.
Pas berangkat ke Bandung kan stopernya ada empat: Saya, Ade Setiawan, Hisyam Tole sama ada senior satu Musmadi. Nah di sini saya yang paling kecil. Yang dua pemain Adi Sama Tole. Pas ke Bandung, yang berangkat kan tiga, si Hisyam Tole masih sama Borneo tidak boleh ikut. Akhirnya saya dimainin sama pelatih, saya main bagus. Pelatih mulai suka sama saya. Saya akhirnya inti.
Babak pertama kalahkan Sulsel, 1-0. Babak kedua saya masuk gantiin gelandang. Hisyam Tole naik gelandang saya stoper. Di situ kalau kita kalah tidak lolos, kalau seri masuk. Di situ kita kalah, terus playoff lawan Maluku, sudah saya yang inti. Stoper sama Adi Setiawan, Tole yang gelandang. Memang kita adu penalti, jadi kita lolos ikut PON .
Pas PON saya intu terus, saya bersyukur dari pertama saya dapat tekanan mental tidak bakalan inti tapi saya buktiin. Pas di PON saya main terus akhirnya sampai final kita kalah dan peringkat kedua. Di situ mulai banyak telescoot, saya kemudian dipanggil Bhayangkara FC U-21.
Sudah masuk situ saya dipanggil pulang, ditelepon bapaknya Asnawi masuk PSM Makassar, akhirnya saya ikut sama Robert (Rene Albert). Di situ saya tidak fokus sama PSM, soalnya dipanggil Timnas U-19 di bawah Indra Sjafri.
Satu tahun saya fokus di Timnas. Habis di Timnas, saya dikontrak Bhayangkara. Mau balik lagi ke PSM, tapi saya berpikir kayaknya saya harus merantau, akhirnya saya pilih Bhayangkara. Ini sudah tahun ketiga.
Apa yang membuat Anda bisa percaya diri terlebih di usia yang masih muda ini? Apalagi Anda pernah menjadi kambing hitam saat Timnas U-19 Kalah kala itu.
Ya kalau saya pribadi punya prinsip tidak peduli orang bilang apa, yang penting saya kerja keras. Sama seperti kemarin waktu AFC, saya buat kesalahan waktu lawan Qatar, habis itu saya langsung diganti kan. Nah itu komentar menyuduktkan saya banyak banget di Instagram ada delapan ribu lebih.
Terus coach Indra bilang harus lewatin ini Dayat, kalau kamu bisa lewatin kamu bisa jadi pemain hebat. Terus ada teman bilang matiin saja komentarnya, saya bilang tidak. Saya tidak suka, itu pegecut, jadi saya biarin saja yang berkomentar, dari situ saya mulai memperbaki diri, jadi lebih dewasa lagi.
Terus paginya mulai banyak pemain senior yang telepon. Hamka, Flado, yang stoper-stoper mereka semangatin saya, Hansamu juga DM saya. Tetap semangat terus buktiin. Jadi saya tidak peduli sama komentar miring orang, kalau digituin saya malah jadi semangat.
Bagaimana Anda jaga penampilan atau Kondisi di usia muda ini?
Kalau saya itu harus balik lagi ke diri sendiri ya. Tetap konsisten ya. Misal saya, habis latihan pagi nih sama Bhayangkara, saya langsung lanjut ngegym. Terus kalau seandainya belum maksimal, nanti saya tunggul Saddil mau latihan boxing tiap malam, ada tempat teman.
Kemudian, sekarang Anda sudah tiga Tahun di Bhayangkara FC, hal apa yang membuat Anda merasa betah?
Ya, itulah kelebihan dan saya suka di Bhyangkara FC karena kekeluargannya baik. Selama di sini saya senang. Kebersamaan di sini enak pokoknya. Pelatih bagus. Itu kelebihan Bhayangkara.
Persaiangan di Bhayangkara FC musim ini terlebih banyak diperkuat pemain bintang?
Itu orang yang bilang tapi kalau kita di sini biasanya saja. Tapi sebenarnya di sini kita biasa saja. Saya harap di sini mereka bisa bantu Bhayangkara. Kalau di latihan biasa saja semua. Tapi kan tipikal orang beda, ada yang dilatihan biasa saja tapi kalau dipertandingan dia buktiin.
Kalau ada waktu libur dimanfaatkan pergi kemana?
Saya sih tergantung, kalau lagi capek ya paling istirahat saja. Tapi kalau bosan ke Senayan City nonton, sama teman saya kan saya bawa teman dari Makassar. Itu dia bantuin saya di sini biar saya ada teman saja.
Apa suka cari makanan Khas Makassar di Jakarta?
Iya, kalau mau cari coto Makassar saya ke Senen. Saya sering di sana, saya sering sama Asnawi ke sana. Tapi saya sih tidak pilih-pilih makanan, sama saja. Kalau di luar negeri baru kangen makanan Indonesia, kita beli tempe ada yang jual kita beli, bawa kecap makan telur gitu aja. Kan kalau makanan di luar bumbunya beda.
Kapan biasanya kalau Anda pulang ke Makassar untuk ketemu orangtua?
Kalau kita main Jumat menang, kita ada libur dua hari, Sabtu Minggu itu saya pulang dulu. Intinya kalau ada waktu libur dua hari saya usahain bisa pulang.
Seberapa sering Anda komunikasi dengan orangtua?
Iya sering, saya teleponan. Kadang nanyai kabar, tapi orang tua suruh saya main di sini (Bhayangkara FC). Soalnya Papah kan sibuk kerja.
Terakhir, Impian apa yang masih Anda kejar?
Ya Masuk Timnas senior. Itu impian saya. Kalau sekarang saya berpikir masih banyak senior kan, jadi saya tidak terlalu antusias. Tapi kalau U-23 itu saya harus masuk, kalau tidak ya saya malu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.