Thoriq Alkatiri bilang Adaptasi Budaya dan Bahasa Dibutuhkan untuk Hindari Kesalahpahaman
Laga yang berlangsung di Parc de Princes sebenarnya berlangsung hari Rabu (9/12/2020) dini hari waktu Indonesia.
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Yudistira Wanne
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum lama ini dunia sepak bola dibikin heboh atas pertandingan Liga Champions Grup H yang mempertemukan Paris Saint-Germain (PSG) kontra Istanbul Basaksehir yang berkesudahan 5-1 untuk kemenangan PSG.
Namun kehebohan yang terjadi bukan terkait hasil akhir yang telah dimainkan. Melainkan, ada dugaan tindakan rasisme yang dilakukan oleh segelintir oknum.
Laga yang berlangsung di Parc de Princes sebenarnya berlangsung hari Rabu (9/12/2020) dini hari waktu Indonesia.
Sayangnya, laga harus terhenti pada menit 14 karena ada masalah rasisme yang dilakukan salah satu asisten wasit kepada staf pelatih Istanbul Basaksehir.
Pada menit ke-15, wasit Ovidu Hategan menghentikan laga akibat terjadi perselisihan di pinggir lapangan.
Asisten pelatih Istanbul, Pierre Webo, diusir wasit karena melakukan protes. Keputusan Hategan itu berdasarkan saran dari wasit keempat yang saat itu dipegang Sebastian Coltescu.
Persoalan tersebut pun mencuat kepenjuru dunia, termasuk menarik perhatian wasit berkebangsaan Indonesia, Thoriq Alkatiri.
Thoriq menilai bahwa sesuatu hal yang terjadi di dalam pertandingan PSG kontra Istanbul Basaksehir hanya kesalahpahaman, terutama perbedaan nada penyampaian yang disebabkan masing-masing negara memiliki budaya tersendiri.
"Untuk kejadian PSG saya pikir bukan karena rasis ya,, memang ada kesalahpahaman dari official dan pemain dan bahkan ketidaktahuan dari arti kata tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut, Thoriq menjelaskan bahwa permasalahan yang terjadi tersebut diakibatkan ofisial tim Istanbul Basaksehir tidak menggunakan nomor punggung.
Hal itu yang membuat Sebastian Coltescu melakukan komunikasi dengan wasit Ovidu Hategan dan memberi tahu bahwa ada ofisial tim yang sulit dikenali lantaran tidak ada identitas nomor dipakaiannya.
"Saya baca berapa artikel memang wasit itu semua dari Rumania. Karena memang itu bahasa sehari-hari negara sana. Wasit cadangan hanya memberikan informasi kepada wasit tengah untuk memberikan kartu merah, Karena ofisial tidak ada nomor punggung, jadi dideskripsikan dengan kata itu," jelasnya.
"Maksudnya tidak ada nomor punggung dan itu akan susah untuk dikenali. Karena pada saat itu di bench hanya seorang yang berkulit hitam, jadi wasit cadangan tersebut mendekripsikan ke wasit tengah," tambahnya.
Terkait kesalahpahaman yang terjadi, Thoriq mendapatkan banyak pelajaran bahwa setiap negara memiliki kultur bahasa dan tingkah yang berbeda, sehingga perlu untuk banyak proses adaptasi.
"Ya, sebetulnya memang bahasa Rumania seperti itu. Itu adalah hal yang biasa di sana. Dan 100 % saya percaya wasit tidak mungkin rasis," bebernya.
Selain itu, Thoriq juga yakin bahwa semua pelaku sepak bola profesional tidak akan berpikir untuk melakukan hal yang bersifat sensitif, karena itu dapat membunuh karirnya.
"Saya yakin tidak mungkin sekelas wasit UCL untuk rasis kepada pemain, itu akan mematikan Karir wasit itu sendiri. Sama seperti halnya pemain. Mereka pasti menjunjungbtinggo sportivitas kebersamaan," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.