Gunandi Saat Ini Konsentrasi Merumput di Arena Tarkam
Mendengar kata tarkam, mungkin sebagian orang akan berpendapat tarkam hanya liga amatir dan sebatas kompetisi antar kampung.
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Mendengar kata tarkam, mungkin sebagian orang akan berpendapat tarkam hanya liga amatir dan sebatas kompetisi antar kampung.
Tarkam pun sering disepelekan mengingat kompetisi ini tidaklah profesional.
Namun, jika dikaji lebih dalam, ada pula orang-orang yang menggantungkan hidupnya dari tarkam.
Pria yang akrab disapa "Cebol" ini begitu tenar di kompetisi tarkam khususnya wilayah JABODETABEK.
Namun, menjadi dikenal saat ini bukanlah perjalanan yang mudah.
Dirinya mulai aktif di tarkam tahun 2015 silam. Meski kala itu dirinya bekerja di salah satu perusahaan swasta, namun ia rela bermain tarkam untuk menambah penghasilan.
Di awal perjalanannya, dirinya belumlah menerima bayaran (gaji). Ia hanyalah seorang pemain kampung yang dibawa oleh rekan-rekannya bermain di salah satu turnamen.
"Awalnya belum dibayar ya. Prinsip saya dulu memang ingin bermain maksimal supaya tetap dilirik oleh orang lain saja. Di awal pertandingan dulu, saya bermain maksimal dan bos langsung mengapresiasi saya dengan memberikan uang sebesar Rp.150.000. Padahal di awal memang sudah dijelasin tidak ada bayaran. Namun, beliau (bos) mengatakan uang itu untuk biaya bensin. Itu awalnya," ungkapnya, Senin (18/1/2021).
Lanjutnya, dirinya pun menjaga konsistensi permainan.
Perlahan, dirinya pun sering dipanggil untuk bermain, dan tetap diapresiasi dengan cara yang sama.
"Dulu tidak ada perjanjian dapat uang. Berapa pun rejekinya tetap saya terima. Kadang tidak dibayar. Tapi tetap saya niatkan. Prinsip saya, minimal saya bisa maksimal meniti karier di tarkam dan berapa pun yang saya raih, itu tetap saya tabung," tambah ayah dari satu anak ini.
Dua tahun bermain konsisten, hasilnya pun mulai tampak. Jasanya kerap dipinta oleh tim-tim khususnya Jabodetabek bahkan ke wilayah Banten lainnya.
Jika di awal 2015 dirinya hanya dibayar seadanya, dan terkadang tangan kosong, perlahan dirinya mulai menerima apresiasi dari Rp.200.000 hingga Rp.300.000-an hingga 2017.
Hasilnya pun memuaskan, bahkan melebihi gajinya dari kantor per bulan. Ia lantas memberanikan diri untuk fokus ke tarkam, dan mengundurkan diri dari perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya.
"Tahun 2018 nama saya mulai dikenal, dan beberapa pemain senior memberikan wejangan untuk saya agar menetapkan kisaran harga jasa bermain. Tapi saya memang tidak mau mematok tarif saya. Biasanya, saya komunikasi terlebih dulu dengan bos-bos yang meminta jasa saya untuk menyepakati harga," tambahnya.
Gunandi tak ingin bos yang memanggilnya mengalami peribahasa seperti membeli kucing dalam karung.
Sebelum ia menyepakati harga jasanya, terlebih dulu dirinya meminta sang bos untuk melihatnya bermain.
"Jika puas, maka dalam pertandingan berikutnya bos dapat membayar saya sesuai dengan harga yang disepakati. Tapi jika tidak, selepas pertandingan itu, saya siap tidak dipakai atau dipanggil," tegasnya.
Tak lupa, Gunandi pun terus meningkatkan level permainannya.
Hasilnya, sejak tahun 2018, dirinya kerap dibayar Rp.350.000, Rp.500.000, hingga jutaan.
"Sekarang sekali main sering dibayara Rp.500.000, Kalau di luar JABODETABEK biasanya diatas Rp.1.000.000, kadang saat level semifinal atau final pun segitu," paparnya.
Sebelum pandemi Covid-19, Gunandi menjelaskan dirinya bisa meraup sekitar Rp.7 juta hingga 10 juta per bulan.
Tarkam pun menjadi pekerjaan utamanya dalam mengumpulkan uang.
"Tapi itu hampir setiap hari saya bermain. Dalam sebulan, mungkin hanya dua hari saya tidak bermain. Prinsipnya, saya ingin memberikan yang terbaik di tim, sehingga tim bisa melaju hingga final. Otomatis kan saya tetap bermain," terangnya.
Namun, saat ini pandemi Covid-19 membuat Gunandi tak leluasa lagi bermain seperti dulu. Banyak tarkam yang dilarang diadakan.
Alhasil, dirinya pun harus pintar mengelola keuangan dari hasil tabungannya dulu.