Liga 1 Disetop, Fakhri Husaini: Ada Kompetisi Saja Prestasi Masih Begitu, Apalagi Kalau Berhenti
Pelatih-pelatih khususnya Timnas Indonesia juga sangat sulit melihat perkembangan pesepakbola Indonesia.
Penulis: Abdul Majid
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan pelatih Timnas Indonesia U-19, Fakhri Husaini turut mengutarakan dampak dari mandeknya kompetisi sepakbola Indonesia yang hingga saat ini belum juga ada kepastian
Menurut Fakhri, korelasi dari tidak berjalannya kompetisi sangat berpengaruh kepada kualitas para pesepakbola Indonesia.
Pelatih-pelatih khususnya Timnas Indonesia juga sangat sulit melihat perkembangan pesepakbola Indonesia.
Baca juga: Bergaji Miliaran, Asnawi Mangkualam Rela Upahnya Dipotong Demi Bisa Bermain di Liga Korea Selatan
“Sumber pemain timnas kan dari kompetisi itu mulai dari timnas senior sampai ke Timnas kelompok usia; U-16, U-19,” kata Fakhri saat dihubungi Tribunnews, Selasa (26/1/202
“Ketika kompetisi ada prestasi sepakbola kita saja masih seperti itu apalagi kalau kompetisinya berhenti seperti sekarang ini? Tentu tidak mudah yang akan jadi pelatih Timnas untuk mendapatkan pemain-pemain berkualitas, sekarang jadi tidak bisa melihat pemain lagi kan”, kata dia.
Baca juga: Petuah Fakhri Husaini untuk Bagus Kahfi Soal FC Utrecht
“Dengan adanya kompetisi itu tidak menutup kemungkinan akan ditemukan pemain-pemain potensial lainnya. Intinya opsi untuk mendapatkan pemain itu akan ada kalau kompetisi berjalan,” jelasnya.
Fakhri menyadari kompetisi saat ini tak bisa bergulir karena tidak adanya izin dari pihak Kepolisian sebab pandemi Covid-19 yang masih tinggi.
Meski demikian, dirinya tetap meyakini kompetisi seharusnya bisa tetap bergulir yang tentunya dengan menerapkan standar protokol kesehatan ketat seperti halnya kompetisi di negara-negara luar yang masih berjalan meskipun di tengah pandemi Covid-19.
“Ya memang sepakbola ini kalau mau dibedah hampir semua aspek itu ada di situ, ekonomi, sosial, budaya. Ketika kegiatan itu berhenti banyak stakeholder yang berdampak tapi memang sekali lagi tidak mudah untuk melaksanakan kompetisi dalam situasi seperti ini, tapi bukan tidak bisa, harusnya bisa,” kata Fakhri.
“Kalau alasannya terjadi kerumunan masa kan bisa dibuat tanpa penonton, seperti negara lain dengan menerapkan protokol kesehatan ketat kan bisa",
“Kemudian kan yang ada di dalam pertandingan cuma berapa orang sih, kalau dibanding dengan orang-orang yang ada di pasar, dan begitu banyak keramaian-keramaian juga tetap ada dengan penerapan protokol kesehatan yang tidak ketat,” pungkasnya.