Fisioterapis Persita Tangerang: Jika Main Tarkam Hindari Benturan
Belum jelasnya kompetisi sepak bola Indonesia, membuat para pesepak bola kesulitan.
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COMRafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum jelasnya kompetisi sepak bola Indonesia, membuat para pesepak bola kesulitan.
Satu sisi pemain harus menjaga fisik, serta mempertahan kualitasnya, disisi lain pemain harus menjaga dapur tetap mengepul.
Artinya, pemain harus punya pendapatan lain, akibat gaji di klub telah dipotong semenjak dihentikannya kompetisi.
Tak heran, banyak pesepak bola turun ke kompetisi tarkam, baik alasan menjaga kondisi bahkan menambah pundi-pundi keuangan.
Namun, dalam tarkam hal yang penting diwaspadai adalah cedera. Hal ini membuat banyak klub yang melarang pemainnya turun ke tarkam, namun ada pula yang mengizinkannya.
Seorang fisioterapis Persita Tangerang, Denny Shulton pun memberikan pandangannya.
"Memang bicara soal tarkam kembali lagi ke individunya ya. Mungkin mereka lebih menjaga kondisi dan ball feeling pemain tersebut, saya tidak bisa menilai secara dalam, yang terpenting terhindar dari cidera agar ketika nanti kick off liga aman tanpa cidera, dan tetep menjalankan protokol kesehatan itu lebih penting untuk menekan laju Covid-19 ini" ucapnya, Senin (8/2/2021).
Lanjutnya, jika memang pemain bermain di Tarkam, sebisa mungkin menghindari benturan-benturan, serta jeli dalam pengambilan keputusan pada saat bermain fun game dikomunitas masing masing.
Menurutnya, jika pemain mengalami cidera yang serius akan lama penyembuhannya, apalagi jika di komunitas sering tidak punya tenaga medis.
Tak hanya itu, Denny pun menjelaskan, jika memang turun ke tarkam, penting untuk melakukan pemanasan.
"Karena banyak cidera yang berdampak jika tidak melakukan pemanasan. Minimal 10 hingga 15 menit," tambahnya.
Ia pun menganjurkan agar pemain tetap lebih hati-hati dalam pengambilan keputusan saat bermain, istirahat yang cukup, serta selalu ingat protokol kesehatan guna menekan penyebaran Covid-19.