Trent Alexander-Arnold, Bek Sayap Tangguh Liverpool, Buah Latihan Sadis Tim Akademi
Trent Alexander-Arnold pernah mengalami masa-masa perjuangan yang berat ketika berada di tim akademi Liverpool.
Penulis: Guruh Putra Tama
Editor: Drajat Sugiri
TRIBUNNEWS.COM - Liverpool kini memiliki dua orang bek sayap yang dapat diandalkan dalam diri Andy Robertson dan Trent Alexander-Arnold.
Perjuangan keduanya untuk menjadi bek sayap jempolan Liverpool rupanya tak semulus yang dibayangkan.
Terkhusus bagi Trent Alexander-Arnold yang berjuang keras sejak masih terlibat di akademi Liverpool.
Baca juga: Jurgen Klopp Tanpa Kaca Mata Saat Liverpool Kalahkan Norwich Bikin Heboh Netizen
Ia memiliki pelatih yang memberi pola latihan yang bisa dibilang kejam.
Neil Critchley, pelatihnya di akademi The Reds, berulang kali memberikan tantangan yang berat baginya.
Ia beberapa kali harus berganti-ganti posisi kala memperkuat tim.
Pos bek tengah, gelandang tengah, hingga gelandang bertahan pernah ia jajal.
Baca juga: Kostas Tsimikas, Permainan Moneyball Liverpool dan Jawaban Jurgen Klopp untuk Andy Robertson
Namun, Critchley memutuskan pemain yang kala itu masih berusia 17 tahun itu akan bermain di posisi bek kanan.
Dikutip dari laman Guardian, keputusan itu bukan menjadi kabar gembira pada awalnya.
Hal itu malah menjadi awal dari penderitaan yang harus dilalui Trent Alexnader-Arnold.
Posisi bek kanan membawa keseluruhan tantangan baru.
Ia harus belajar cara bertahan satu lawan satu, belajar bagaimana dan kapan harus maju untuk mendukung serangan dan apa yang harus dilakukan ketika berhadapan dengan pemain sayap yang lebih cepat, lebih kuat, dan lebih sulit daripada dirinya.
Ia terkadang kewalahan dan rasa frustrasinya akan meningkat.
Seringkali sampai-sampai dia dengan marah menendang bola ke tempat yang jauh dari lapangan latihan akademi Liverpool.
Neil Critchley tahu rasa sakit yang tumbuh ini adalah bagian penting dari adaptasi remaja itu ke posisi baru.
Sang pemain juga mengetahuinya, setelah menerima gagasan untuk mengubah dirinya sebagai bek kanan.
Critchley memahami bahwa tantangan harian seperti itu sangat penting jika Alexander-Arnold ingin membuat kemajuan yang stabil dan bertahap.
Melalui coba-coba – dan sebagian besar kesalahan pada masa-masa awal itu – dia akan belajar di mana posisi terbaik untuk dirinya sendiri ketika seorang penyerang berlari ke arahnya dengan bola.
Ia akan belajar bagaimana membentuk tubuhnya untuk mempengaruhi langkah lawannya selanjutnya dan bagaimana mengatur waktu merebut bola agar tidak melakukan overcommit atau melakukan pelanggaran.
“Jika pemain sayap itu sukses melawannya dalam latihan, kami hanya terus memberinya bola,” ungkap Critchley.
“Beberapa hari saya akan berpikir: 'Saya punya Trent di sini, dia akan menyerah'."
"Dan keesokan harinya dia kembali dan seolah-olah dia seperti: 'Benar, akan saya tunjukkan'," sambungnya.
Critchley lantas menjelaskan alasan lain dari metode tak biasa dalam pola latihan tersebut.
"Sudah jelas Trent perlu dikonfrontasi dan dia perlu ditantang," ujar Critchley.
"Anda tidak akan bisa mempercayai dia bermain di depan 50.000 penonton di Anfield jika Anda tahu dia akan berhenti dan menyerah di saat-saat sulit."
"Anda tidak akan pernah bisa membuat atmosfer 50.000 orang, tetapi Anda dapat menempatkan dia dalam situasi dalam pelatihan di mana Anda tahu dia mungkin gagal."
"Selama Anda memberi tahu dia alasan mengapa Anda melakukannya, dia bisa melihat alasan di baliknya," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Guruh)