Prediksi Napoli vs Leicester City di Liga Eropa: Panggung Patson Daka dan Fabian Ruiz
Partai besar tersaji dalam lanjutan penyisihan grup Liga Eropa yang mempertemukan Napoli vs Leicester City pada (10/12/2021) dini hari.
Penulis: deivor ismanto
Editor: Dwi Setiawan
TRIBUNNEWS.COM - Partai besar tersaji dalam lanjutan penyisihan grup Liga Eropa yang mempertemukan Napoli vs Leicester City, Jumat (10/12/2021) dini hari WIB.
Partai Napoli vs Leicester City akan berlangsung di stadion Diego Armando Maradona, kandang milik Napoli.
Kedua tim akan melakukan segala cara untuk meraih kemenangan di laga malam nanti. Siapapun yang meraih 3 poin, akan dinyatakan lolos ke babak 16 besar Liga Eropa.
Laga Napoli vs Leicester City seperti hidup dan mati, persaingan di grup C Liga Eropa begitu ketat, seluruh tim di grup tersebut masih memiliki asa untuk lolos ke babak selanjutnya.
Saat ini Napoli bertengger di posisi ke-3 klasemen dengan torehan 7 poin, sedangkan tim tamu, Leicester City duduk berkeringat di puncak dengan torehan 8 poin saja.
Baca juga: Pelatih Vietnam Pantau Langsung Laga Timnas Indonesia Vs Kamboja, Terakhir Kali Garuda Dilipat 0-4
Baca juga: Ban Kapten Pelangi di Piala AFF, Awal Kampanye LGBT Lewat Sepakbola & Penolakan Timnas Indonesia
Sang juru taktik Napoli Luciano Spalletti pun mawas dengan mentalitas anak asuhnya, ia tak begitu menyoroti masalah taktik.
"Perhatian saya adalah tentang mentalitas dan energi pemain yang bisa mereka tunjukkan di lapangan," Kata Spalletti dilansir laman resmi Napoli.
"Dan saya menyoroti hal tersebut, hasil bisa ditentukan oleh situasi dalam laga yang berbeda," lanjut pria asal Italia itu.
Ya, Spalletti sepertinya paham betul dengan tim Leicester City, tim asuhan Brendan Rodgers itu dikenal memiliki mental baja yang telah meraih gelar domestik di Inggris dengan skuat yang tak terlalu mengkilau.
Mentalitas Leicester City
The Foxes sejak musim lalu memang menjadi tim unggulan yang keterlibatannya dalam mengganggung kenyamanan tim big six di Liga Primer Inggris begitu mencolok.
Tak hanya itu, sudah ada sumbangan dua gelar (FA Cup dan English Super Cup) Enam tahun sejak Leicester City secara mengejutkan meraih gelar Liga Primer Inggis pada musim 2015/2016.
Kedua trofi domestik tersebut berhasil mereka raih dengan mengalahkan dua tim raksasa Liga Primer Inggris yaitu Chelsea dan Menchester City.
Artinya, The Foxes bukan lagi dianggap sebagai tim kuda hitam, keberadaanya memang diakui sebagai tim yang mampu finish di papan atas dan bersaing memperebutkan gelar, serta mewakiliki Inggris untuk berkompetisi di laga-laga Kontinental.
Meski sempat terseok-seok di musim 2016/2017 dan 2017/2018, Leicester City berhasil bangkit dan tampil konsisten bersama juru taktik asal Irlandia Utara, Brendan Rodgers.
Rodgers sengaja didatangkan The Foxes berkat catatan menterengnya di Liga Skotlandia bersama Glasgow Celtic.
Saat itu, pelatih berusia 48 tahun tersebut sukses meraih tujuh frofi domestik untuk The Hoops dalam waktu kurang dari tiga tahun, mengesankan.
Bak juru selamat, Rodgers berhasil mengangkat kembali derajat The Foxes di musim 2019/2020.
Kasper Schmeichel dan kolega mampu dibawanya untuk bersaing di papan atas Liga Primer Inggris dan bersaing untuk memperubatkan satu tiker Liga Champions.
Sayangnya, akibat banyaknya pemain Leicester City yang diterpa cedera kala itu, membuat The Foxes harus puas finish di peringkat lima dan hanya tampil di Liga Eropa.
Namun, hasil tersebut sudahlah cukup mentereng untuk tim sekelas Leicester yang tak lakukan jor-joran untuk membeli pemain seperti tim-tim elit Liga Primer Inggris lainnya.
Tampil secara kolektif dan konsisten menjadi kunci tim asuhan Brendan Rodgers mampu banyak berbicara di kompetisi paling kompetitif di dunia tersebut.
Buktinya, di musim selanjutnya (2020/2021) The Foxes kembali mampu finish di peringkat lima Liga Primer Inggris dan berada di atas dua tim big six lainnya asal London, Tottenham Hotspur dan Arsenal.
Plus, di musim tersebut, Teilemans dan kawan-kawan juga berhasil membawa pulang dua trofi domestik yang sudah disebutkan di atas.
Scouting pemain dan rekrutmen cerdas menjadi kunci dibalik konsistennya penampilan Leicester di dua musim tersebut.
Kehilangan sederet pemain bintang, justru membuat The Foxes mampu menambalnya dengan sejumlah pemain potensial yang menjadi tulang punggung tim, tak terlalu mentereng namun begitu efektif.
Pada musim 2019/2020, Leicester City menjual tiga pemain dengan total biaya 88,5 juta euro. hampir seluruh dari dana tersebut adalah hasil dari penjualan Harry Maguire ke Manchester United.
The Foxes pun merogoh kocek hingga 104,3 juta euro untuk memboyong empat pemain unggulan, yaitu Ayoze Perez, James Justin, Dennis Praet, dan punggawa Timnas Belgia, Youri Tielemans.
Di musim selanjutnya, Leicester juga menjual pemain bintang mereka, Ben Chilwell ke tim kaya raya Inggris, Chelsea dengan biaya transfer 50 juta euro.
Sebagai gantinya, The Foxes mampu memboyong dua pemain lain yang tak kalah secara kualitas, yaitu Wesley Fofana dan Timothy Castagne.
Ya, sederet nama yang diboyong Leicester City tak ada yang berakhir sia-sia, mereka mampu menjadi andalan tim di lini belakang hingga depan.
“Kami membangun tim demi menjadi sekompetitif mungkin tanpa melakukan pemborosan dalam membelanjakan pemain,” kata Rodgers dilansir laman resmi Leicester City.
"Pemain yang kami beli kami gunakan untuk mengangkat performa kami di liga, tak harus nama besar, mereka harus mempunyai prospek disini," lanjutnya.
Ucapan Rodgers bukanlah isapan jempol semata. Bahkan, Wesley Fofana sempat menjadi bidikan tim-tim elit Eropa karena keperkasaannya menjaga pertahanan The Foxes.
Sedangkan Youri Tielemans dapat dikatakan sebagai rekrutan terbaik tim yang berbarkas di Stadion King Power Stadium tersebut.
Ia mampu menjadi jendral lapangan tengah Leicester serta beberapa kali menjadi pemecah kebuntuan untuk The Foxes.
Sejak didatangkan tiga tahun silam, pemain berusia 24 tahun tersebut mampu menyumbang 20 gol dan 22 assist untuk The Foxes.
Tak hanya dalam urusan menyerang, ia juga menjadi tumpuan Leicester dalam aspek menjaga pertahanan.
Bersama Wilfred Ndidi, ia bertugas mengawal dan memutus serangan lawan dari lini tengah.
Di musim ini, rekrutan terbaru mereka asal Zambia, Patson Daka juga mampu menunjukan tajinya dalam urusan mendongkrak lini serang The Foxes.
Torehan 5 gol dari 5 pertandingan di Liga Eropa adalah bukti dari ketajaman sang bomber.
Kolektivitas Napoli
Spalletti nampaknya akan mempertahankan gaya bermain mereka yang mengutamakan kolektivitas dan penguasaan bola.
Dilansir Sofascore, musim ini Napoli menjadi tim dengan penguasaan bola terbanyak di Liga Italia dengan 59% ball possession.
Skema dasar 4-3-3 yang diusung juru taktik asal Italia tersebut jelas mengutamakan permainan atraktif dan position play menggunakan umpan pendek dari kaki ke kaki.
Rata-rata jumlah passing mereka adalah 511 per pertandingan dengan tingkat akurasi mencapai 89.8%. Kembali menjadi yang tertinggi di Liga Italia mengalahkan Sarriball di Lazio yang dikenal handal dalam urusan melakukan passing.
Spalletti senang membuat lawan kelimpungan lewat permainan position play yang dia usung, pergerakan tanpa bola para punggawa Gli Azzurri begitu cair.
Mereka tak terpaku dengan posisi di atas kertas, pergerakan pemain begitu cair untuk saling bertukar posisi saat melakukan serangan dan mengatur tempo permainan.
Dier Mertens, Insigne, dan Lozano yang bermain sebagai winger begitu aktif menjemput bola ke tengah untuk menjadi 'sutradara' dalam serangan Napoli.
Posisinya di sisi sebelah kiri sering diisi oleh Fabian Ruiz yang bermain lebih melebar, bahkan Mario Rui sebagai full back aktif untuk mengisi lini penyerangan sebelah kiri yang ditinggalkan Insigne.
Hal tersebut membuat serangan yang digencarkan oleh Gli Azzuri berjalan sangat efektif dan efisien.
Mereka mencatatkan rata-rata melakukan 11.4 kali tendangan per pertandingan (paling banyak di Liga Italia) serta torehan 2.12 gol di setiap pertandingannya.
Lorenzo Insigne dan Victor Osimhen pun masuk dalam daftar top skor dengan sumbangan empat dan lima gol mereka.
Di depan, Osimhen menjadi pemain yang paling sibuk melakukan tembakan ke gawang lawan dengan rata-rata 3.77 per pertandingannya.
Eks striker Lille tersebut juga memiliki xG komulatif sebanyak 4.3, tertinggi di antara lini depan Napoli lain.
Tak hanya itu, memiliki postur yang tinggi besar membuat ia mampu menjadi pemantul di depan.
Kekuatannya dalam mempertahankan bola, memberi keleluasaan bagi para pemain yang bergerak dari lini kedua seperti Fabian Ruiz dan Dier Mertens.
Sayangnya Osimhen harus absen di laga malam nanti lantaran mengalami cedera saat bermain dalam ajang Liga Eropa.
Posisinya kemungkinan besar akan digantikan oleh Andrea Petagna yang memiliki tipikal hampir mirip dengan Osimhen.
Petagna adalah striker yang kuat dalam mempertahankan bola dan melakukan duel, duels won pemain asal Italia itu berada di angka 3.89 per pertandingan.
Meski tak rajin mencetak gol, peran Petagna dapat dijadikan pemantul untuk para gelandang dan pemain sayap Napoli yang muncul dari lini kedua.
Prediksi Starting Line Up:
Napoli (4-3-3):
Ospina; Di Lorenzo, Rrahmani, Koulibaly, Mario Rui; Diego Demme, Fabian Ruiz, Zielinski; Lozano, Andrea Petagna, Mertens.
Absen: Osimhen (cedera), Ounas (cedera), Politano (cedera), Anguissa (cedera), Insigne (cedera).
Leicester City (3-4-3):
Schmeichel; Amartey, Soyuncu, Vestergaard, Bertrand; Tielemans, Soumare; Maddison, Vardy, Patson Daka.
Absen: Fofana (cedera) James Justin (cedera), Pereira (cedera) Tielemans (cedera).
(Tribunnews.com/Deivor)