Rivalitas Panas Persebaya Surabaya dan Arema FC: Insiden Nurkiman, Iwan Fals hingga Away Days
Rivalitas panas Persebaya Surabaya dan Arema FC sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Beberapa insiden ikut mewarnai panasnya derbi Jawa Timur ini
Penulis: Guruh Putra Tama
Editor: Muhammad Nursina Rasyidin
TRIBUNNEWS.COM - Mustahil bila pertemuan Persebaya Surabaya dan Arema FC di pentas BRI Liga 1 tak dihubungkan dengan rivalitas panas kedua tim dan suporternya.
Persebaya Surabaya berdiri gagah bersama Bonek, sebagai suporter mereka.
Sementara itu, Arema FC mendapat dorongan semangat dari Aremania yang menjadi wadah pendukung mereka.
Rivalitas panas Persebaya dan Arema FC dimulai sejak era 1990-an.
Baca juga: Jadwal Live Streaming Persebaya vs Arema FC BRI Liga 1 di Indosiar, Ini H2H Bajol Ijo vs Singo Edan
Pada saat itu, Bajul Ijo -julukan Persebaya- masih tampil di kompetisi Perserikatan.
Sedangkan Singo Edan -julukan Arema- tampil di ajang Galatama.
Meski berbeda kompetisi, kedua tim ditakdirkan bersua untuk pertama kali pada 29 Agustus 1992.
Dikutip dari laman Wearemania, pertemuan kedua tim itu dihelat dalam rangka Piala HUT Arema.
Baca juga: Uniknya Duel Persebaya vs Arema Kali Ini, Bajul Ijo dan Singo Edan Serupa tapi Tak Sama
Saat itu, Singo Edan menang dengan skor 2-0.
Hanya berselang dua bulan, tim asal Malang dan Surabaya ini kembali berjumpa.
Kali ini, mereka berada pada grup yang sama dalam turnamen Piala Utama 1992.
Lagi-lagi, Arema FC mampu mengalahkan Persebaya dengan skor 2-1.
Jika ditarik garis lebih panjang lagi, Persebaya dan Arema tak cuma saling bersaing satu sama lain.
Keduanya juga memiliki rival di kompetisi masing-masing.
Di kompetisi Perserikatan, Persebaya mempunyai rivalitas dengan Persema Malang.
Sedangkan pada Galatama, Arema FC berseteru sengit dengan Niac Mitra Surabaya.
Singkatnya, peleburan kedua kompetisi itu (Perserikatan dan Galatama) pada tahun 1995 menjadi Liga Indonesia membuat Persebaya dan Arema menjadi tim favorit dari Surabaya dan Malang.
Rivalitas kedua tim semakin panas sejak tahun 1995 tersebut.
Tercatat ada beberapa insiden yang mewarnai sengitnya persaingan kedua tim dari sisi luar lapangan.
1. Insiden Nurkiman
Pada 26 Desember 1995, Persebaya melakukan laga tandang ke markas Persema Malang.
Pertandingan tersebut berlangsung sengit dan ketat, di mana tercermin juga dari hasil akhir laga.
Skor pertandingan 1-1 menjadi tanda berakhirnya duel antara Persebaya dan Persema.
Sayangnya, insiden yang mencoreng wajah sepak bola tanah air terjadi setelah laga usai.
Bus yang ditumpangi pemain Persebaya mendapat lemparan batu dari para pendukung Persema Malang, sebagaimana dikutip dari Wikipedia.
Lemparan tersebut membuat kaca bus pecah dan melukai pemain Persebaya.
Nurkiman, geladang serang milik Bajul Ijo, mendapat luka serius pada matanya lantaran terkena serpihan kaca.
Serpihan kaca teresbut pada akhirnya membuat mata kirinya mengalami kerusakan permanan dan ia mengalami kebutaaan pada sisi tersebut.
Baca juga: Prediksi Susunan Pemain Persebaya vs Arema di BRI Liga 1: Marselino Absen, Kambuaya jadi Tumpuan
2. Konser Iwan Fals dan Kantata Takwa
Mundur ke tahun 1990, penyanyi kenamaan Indonesia, Iwan Fals menggelar konser di Stadion Tambaksari, Surabaya, bersama dengan Kantata Takwa.
Meski konser itu digelar di Surabaya, akan tetapi kehadiran Iwan Fals mampu menyedot atensi dari berbagai daerah lainnya.
Tak terkecuali, para penggemar dari Malang juga hadir di Tambaksari.
Bahkan, mereka turut membawa atribut sebagai pendukung Arema kala menonton konser tersebut.
Tak pelak, suporter asal Surabaya berusaha mengusir para Aremania tersebut agar keluar dari Tambaksari.
Bentrokan kedua suporter pun akhirnya tak terhindarkan.
3. Away Day Arema ke Tambaksari Tahun 1997
Kala itu, giliran Arema yang bertandang ke markas Persebaya Surabaya, Stadion Tambaksari.
Namun, bentrokan yang terjadi antara Aremania dan Bonek yang ada di stadion.
Keduanya mampu menikmati pertandingan dengan tanpa melakukan tindakan diluar batas.
Ini dapat menjadi contoh yang pas bagi kedua suporter di era sekarang ini.
Rivalitas memang ada, tetapi sportivitas tetap harus menjadi yang utama.
(Tribunnews.com/Guruh)