Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Superskor

Persaingan Gelar Juara Liga Italia: Pragmatisme AC Milan vs Kolektivitas Inter, Siapa Lebih Elite?

Inzaghi dan Pioli mampu meramu strategi yang apik untuk membawa anak asuhnya bersaing di gelar juara.

Penulis: deivor ismanto
Editor: Muhammad Nursina Rasyidin
zoom-in Persaingan Gelar Juara Liga Italia: Pragmatisme AC Milan vs Kolektivitas Inter, Siapa Lebih Elite?
MIGUEL MEDINA / AFP
Penyerang Inter Milan Lautaro Martinez melakukan selebrasi setelah mencetak gol keduanya pada pertandingan semifinal Piala Italia (Coppa Italia), leg kedua antara Inter dan AC Milan pada 19 April 2022 di stadion San Siro di Milan. 

TRIBUNNEWS.COM - Liga Italia menyisakan dua pertandingan lagi, AC Milan dan Inter Milan menjadi dua kandidat terkuat yang merengkuh scudetto musim ini.

AC Milan masih kokoh bertengger di puncak klasemen Liga Italia dengan torehan 80 angka.

Sedangkan Inter Milan menguntit dari posisi kedua dengan kumpulan 78 poin yang mereka kumpulkan.

Konsistensi menjadi kunci bagi AC Milan dan Inter untuk meraih gelar scudetto, peduli setan lawan yang akan mereka hadapi.

Baca juga: Milan Rawan Terpeleset di Depan Podium Scudetto, Rafael Leao Terancam Tak Bisa Main di Laga Final

Di sisa laga, Inter akan menghadapi dua tim yang hanya berkutak di papan tengah, yaitu Cagliari dan Sampdoria.

Langkah AC Milan yang akan sedikit sulit, mereka masih harus bertemu Atalanta dan Sassuolo yang memiliki skuat mentereng.

Persaingan dua tim sekota ini memang begitu sengit di musim 2021/2022, kedua juru taktik mampu meramu strategi yang apik untuk membawa anak asuhnya bersaing di gelar juara.

Berita Rekomendasi

Pragmatisme Stefano Pioli di AC Milan

Penyerang AC Milan asal Portugal Rafael Leao (tengah) dan para pemain AC Milan memberikan pengakuan kepada publik pada akhir pertandingan sepak bola Serie A Italia antara Hellas Verona dan AC Milan pada 8 Mei 2022 di stadion Marcantonio-Bentegodi di Verona.
Penyerang AC Milan asal Portugal Rafael Leao (tengah) dan para pemain AC Milan memberikan pengakuan kepada publik pada akhir pertandingan sepak bola Serie A Italia antara Hellas Verona dan AC Milan pada 8 Mei 2022 di stadion Marcantonio-Bentegodi di Verona. (Miguel MEDINA / AFP)

Dalam daftar skuat, Pioli memang tak memiliki barisan pemain baru yang namanya begitu mentereng.

Namun, chemistry yang terjalin antar pemain Rossoneri musim ini mampu membuat AC Milan tampil menjanjikan di Liga Italia.

Khususnya di lini tengah, pakem 4-2-3-1 dengan permainan pragmatis Stefano Pioli menghadirkan keseimbangan permainan AC Milan.

Franck Kessie, Sandro Tonali, dan Ismael Bennacer bahu membahu mengawal serangan lawan sekaligus menciptakan peluang berbahaya bagi Rossoneri.

Nama yang disebutkan pertama adalah gelandang cerdas yang memiliki visi bermain tinggi.

Baca juga: Skenario AC Milan Meraih Gelar Juara Serie A pada Senin (16/5) Dini Hari, Ini Dua Syaratnya

Per catatan FBref, ia menjadi pemain AC Milan dengan jumlah operan teringgi di kotak penalti dengan rata-rata 3.34 per pertandingannya.

Ia adalah ball playing midfielder sekaligus trequartista yang menjadi tulang punggung AC Milan selama dua musim ini hingga mampu lolos ke zona Liga Champions dan bersaing meraih scudetto.

Meskipun sering melakukan umpan berisiko, rata-rata passing pemain berusia 25 tahun tersebut cukup apik, yaitu berada di angka 88.54 % per pertandingannya.

Stefano Pioli jelas senang bukan main memiliki pemain selengkap Franck Kessie dalam skuatnya.

Pemain asal Pantai Gading itu dapat ia duetkan bersama gelandang Rossoneri lainnya yang memiliki atribut mentereng.

Kessie dapat menjadi mentor bagi barisan gelandang AC Milan yang masih berusia muda.

Sandro Tonali, Brahim Diaz, dan Ismael Bennacer mampu tampil apik berkat peran Kessie yang begitu taktis dalam membagi bola di lini tengah.

Keseimbangan di lini tengah memberi kenyamanan bermain AC Milan, dengan skema 4-2-3-1 yang dia usung, pelatih asal Italia tersebut selalu memakai dua regista untuk mengatur lini tengah Rossoneri.

Adalah Sandro Tonali dan Ismael Bennacer, dua regista yang menjadi denyut nadi dan sutradara handal dalam mengatur tempo permainan AC Milan.

Mereka berdua bahu membahu menjadi tumpuan di lini tengah Rossoneri, baik saat dipasangkan, ataupun bermain bergantian mengawal lini tengah AC Milan.

Keduanya selalu mampu menampilkan permainan yang mengesankan.

Banyak yang menyebut Tonali merupakan titisan Andrea Pirlo, dari posisi, cara bermain ,dan gaya rambutnya yang memang 11 12 dengan Pirlo.

Nyatanya, kemiripan tersebut bukan sekedar omongan belaka, dari segi kemampuan, Tonali punya kans untuk menjadi salah satu gelandang komplet yang dimiliki Milan.

Visi bermainnya sangat baik, ia juga memiliki kemampuan passing dan dribel yang mumpuni.

Kemampuan passing dan dribel Tonali membuat aliran bola di lini tengah menjadi lebih encer.

Tonali dapat membantu Milan keluar dari pressing lawan ketika menerima bola di kedalaman.

Baca juga: Prediksi Final Liga Champions Liverpool Vs Real Madrid, Thierry Henry Menjagokan Tim Ini Akan Menang

Baca juga: Pembuktian Lukaku di Chelsea, Lebih Produktif dari Havertz, Pelajaran Tuchel dari Conte & Inter

Sejauh ini, Tonali sebagai gelandang memiliki akurasi passing yang apik, yakni ada di angka 85.2 persen.

Tak cuma itu, progresi umpan lambungnya juga mentereng yaitu di angka 14.78, ia hanya kalah dari gelandang AS Roma, Bryan Cristante.

Tonali pun sering diandalkan Milan untuk menjadi eksekutor bola mati utama, satu gol dari tendangan bebas ia cetak saat Milan menumbangkan Cagliari di giornata kedua Liga Italia.

Kemampuan bertahan dan etos kerja Tonali juga sepantasnya mendapatkan pujian, ia menjadi penghalau serangan lawan dari lini tengah.

Pioli yang sering bermain pragmatis bagi mengandalkan kinerga gelandangnya dalam urusan bertahan.

Catatan pressure Tonali berada di angka 19.11 per pertandingan, sedangkan catatan block eks pemain Brescia ini berada di angka 2.23 per pertandingan.

Tonali begitu ngotot dalam bermain, ia tak pernah berhenti berlari untuk mengalirkan bola dari tengah, sang pemain juga tak lupa akan tugasnya membantu Milan dalam bertahan.

"Jika bisa memiliki kemampuan para legenda, aku akan jadi pemain yang sempurna. Kupikir aku punya kesamaan dengan Pirlo," kata Tonali dilansir Football Italia.

"Namun, aku pun selalu ngotot dalam bermain. Jadi, aku juga punya sedikit Gattuso dalam diriku," lanjutnya.

Pioli memang pantas sumringah, kedalaman skuat Milan di lini tengah tak perlu diragukan lagi, ia juga memiliki satu regista handal untuk mendongkrak efisiensi permainan pragmatis yang diusungnya.

Ismael Bennacer adalah jawaban saat Milan membutuhkan keseimbangan dan kreativitas permainan.

Pemain berdarah Aljazair tersebut memiliki karakter permainan ofensif dan apik dalam hal mengatur tempo serangan.

Bennacer di Milan bermain sebagai penghubung antara lini tengah dan depan, ia kerap turun menjemput bola kemudian melakukan progresi ke depan dengan umpan-umpan pendek dan melakukan dribel untuk menerobos lini tengah lawan.

Pass completion sang pemain berada di angka 85.9 % per pertandingan, kemampuan dribelnya juga mengesankan, drible completed pemain berusia 24 tahun tersebut berada di angka 2.04 per pertandingannya.

Dengan atribut semegah itu membuat Bennacer bermain begitu ofensif, ia juga sering dimainkan Pioli untuk menjadi playmaker yang mendongkrak lini depan Milan saat mengalami kebuntuan.

Contohnya adalah saat AC Milan bertemu Bologna pada giornata kesembilan, saat skor imbang 2-2, Pioli mendorong Bennacer untuk bermain lebih ke depan untuk berada di belakang Ibrahimovic.

Dan benar saja, melakukan dribel dari tengah hingga ke sepertiga akhir, Bennacer dengan pintar memberi umpan matang kepada Ibrahimovic yang membuka ruang di depan kotak penalti, dengan dingin, striker berusia 40 tahun tersebut mengonversi umpan Bennacer untuk membawa Rossoneri unggul.

Tak hanya menyumbang assist, pemain yang menimba ilmu bersama akademi Arsenal tersebut juga sukses mencetak gol lewat tendangan spektakuler dari luar kotak 16.

Bahkan, kehebatan Bennacer juga pernah mendapatkan pujian dari Cristiano Ronaldo saat keduanya masih bermain untuk Empoli dan Juventus.

"Saya sangat kagum dengan pemain Empoli yang bernomor punggung 10 (Bennacer), dia bisa menjadi seorang pemenang di masa depan," kata kapten Timnas Portugal tersebut dilansir Football Italia.

Apa yang dilontarkan Ronaldo dua tahun lalu pun perlahan mampu dibuktikan Bennacer, mentalitas bertandingan dan kontribusinya untuk AC Milan terus memberikan hasil positif untuk Rossoneri.

Dalam skema 4-2-3-1 yang dipakai Pioli, Bennacer dan Tonali saling terhubung, lewat kemampuan bertahan dan menyerang yang baik dari keduanya, membuat Pioli mampu melakukan transisi bertahan ke menyerang dengan baik. 

Dengan apiknya performa kedua regista tersebut, mampu membuat penyerang gaek Ibrahimovic dan Olivier Giroud tampil bertaji.

Nama yang disebutkan pertama sudah menjadi top skor bagi Rossoneri di musim lalu dengan catatan 17 golnya.

Musim ini, Zlatan yang lebih banyak berada di ruang perawatan, membuat menit bermain Giroud lebih banyak.

Dan benar saja, pemain asal Prancis itu sukses menjadi tumpuan di lini depan AC Milan dengan torehan 7 golnya di Liga Italia.

Ya, kedalaman skuat dan keseimbangan yang dihadirkan Pioli pada permainan AC Milan membuat Rossoneri mampu bersaing untuk meraih scudetto secara dua musim berturut-turut.

Dengan pengalamannya di musim lalu, yang dibutuhkan AC Milan hanyalah konsistensi untuk selalu mengamankan 3 poin.

Kolektivitas Simone Inzaghi di Inter Milan

Pemain depan Inter Milan dari Chili Alexis Sanchez (tengah) merayakan setelah mencetak gol selama pertandingan sepak bola Serie A Italia antara Inter dan Empoli pada 6 Mei 2022 di stadion San Siro di Milan.
Pemain depan Inter Milan dari Chili Alexis Sanchez (tengah) merayakan setelah mencetak gol selama pertandingan sepak bola Serie A Italia antara Inter dan Empoli pada 6 Mei 2022 di stadion San Siro di Milan. (Miguel MEDINA / AFP)

Di bawah asuhan Simone Inzaghi, Nerazzurri sukses menampilkan perfoma yang begitu impresif mengalahkan penampilan AC Milan di bawah komando Stefano Pioli.

Ya, pikulan beban berat harus menggantikan posisi Antonio Conte yang sukses memberi gelar Scudetto di musim lalu nyatanya tak membuat Inzaghi berkeringat dingin.

Justru sebaliknya, adaptasi dan filosofi yang ia berhasil membuat Inter Milan tampil lebih agresif dan bertaji.

Gelar Piala Super Italia pun sukses ia berikan setelah 12 tahun lamanya Nerazurri tak berhasil meraihnya.

Dari segi taktik, Inzaghi mempertahankan skema lamanya di Lazio, yaitu bermain dengan pakem 3-5-2.

Harus ditinggal beberapa pemain kunci seperti Romelu Lukaku dan Acharaf Hakimi, tak membuat Inter Milan kehilangan tajinya.

Dilansir FBref, xG komulatif Inter Milan berada di angka 38.12, menjadi yang tertinggi di Liga Italia, mengalahkan Atalanta yang bermain ofensif, pun dengan rival mereka, AC Milan yang hanya memiliki xG 34.11.

Juga dengan torehan gol musim ini, Nerazzurri menjadi tim paling produktif di Liga Italia dengan koleksi 71 gol, jauh di atas Rossoneri yang baru mencetak 58 gol musim ini.

Meski hanya mendatangkan striker gaek berusia 35 tahun, Edin Dzeko untuk pengganti top skor Nerazzurri musim lalu, Romelu Lukaku.

Inzaghi terbukti mampu membuat Dzeko tampil ganas.

Torehan 17 gol Dzeko untuk Inter Milan musim ini menjadi yang tertinggi kedua dibawah Lautaro Martinez yang telah mengantongi 22 gol.

Pemain yang didepak Mourinho dari AS Roma itu tak kesulitan untuk beradaptasi dengan skema Inzaghi.

Rotasi yang kerap juru taktik asal Italia itu lakukan membuat Dzeko tak kehabisan tenaga.

Ia mampu menunjukkan performa apik ketika dimainkan, baik saat tampil starter ataupun datang dari bangku cadangan.

Secara permainan, Inzaghi mengusung play position dengan mengandalkan pergerakan pemain dan perpindahan bola dengan cepat dari kaki ke kaki.

Itu yang menjadi perbedaan gaya permainannnya dengan Conte meski sama-sama menggunakan pakem dasar 3-5-2.

Conte lebih bermain secara direct dan pragmatis, ia mengedepankan umpan lambung yang menusuk mencari para wing back yang memiliki kecepatan.

Permainan yang diusung Inzaghi terbukti mampu membuat Inter Milan lebih sering melakukan passing di dalam kotak penalti.

Rata-rata umpan ke dalam kotak penalti Nerazzurri musim ini berada di angka 14.11 per pertandingannya.

Sedangkan di era Conte, Inter hanya mampu melakukan progresi umpan ke dalam kotak hanya berada di angka 11.23 per pertandingan.

Dari segi kolektivitas, Inzaghi juga mampu meberikan sentuhan yang apik.

Sudah ada 21 pemain berbeda Inter Milan yang mampu mencatatkan namanya di papan skor.

Bahkan, sang wing back, Ivan Perisic telah menciptkan 5 gol untuk Nerazzurri musim ini.

Inter tak terlalu bergantung pada 1 atau 2 pemain untuk mencetak gol.

Saat Dzeko atau Lautaro mengalami paceklik, peran lini kedua sering kali mampu menjadi pemecah kebuntuan.

Baca juga: Romelu Lukaku Akhirnya Bikin Gol Saat Chelsea Jamu Wolverhampton Wanderers

Baca juga: Sorotan Hasil Liga Italia: Jose Mourinho Sambat Lihat AS Roma Lemas Tak Berdaya

Lalu di lini tengah, Inzaghi juga mampu mempertahankan permainan apik yang ditunjukkan Brozovic dan Barella musim lalu.

Kedua pemain tersebut tak kehilangannya sentuhannya meski Inzaghi menerapkan adaptasi yang berbeda dengan Antonio Conte.

Brozovic menjadi regista yang mengatur tempo permainan Inter Milan.

Akurasi passing pria asal Kroasia itu mencapai di angka 87.33 % per pertandingan.

Ia juga menjadi sosok kunci di lini tengah sebagai penghalau pertama transisi bertahan ke menyerang lawan saat Nerazurri mendapat serangan balik.

Dengan kuatnya aspek bertahan Brozovic, memberi keleluasaan kepada Barella untuk tampil lebih ke depan dan merepotkan pertahanan lawan.

Barella telah menerobos ke kotak penalti lawan lewat dribel sebanyak tujuh kali, menjadi yang tertinggi di antara gelandang Inter lainnya.

Dribel sukses pria asal Italia itu juga berada di angka 2.48 per pertandingan, kembali menjadi yang tertinggi di antara pemain tengah Nerazzurri.

Ya, adaptasi permainan yang dilakukan Inzaghi selama ini membuat Inter Milan tetap menjadi tim yang diperhitungkan untuk meraih scudetto meski ditinggal oleh derertan pemain kunci.

Ramuan-nya juga sukses membuat Inter Milan melangkah lebih jauh di Liga Champions, mengakhiri catatan buruk yang diukir Conte.

Gaya permainan yang berbeda dengan Antonio Conte juga mampu membuat Inter Milan tampil lebih menghibur dan berbahaya.

Tiket ke final Coppa Italia dan Piala Super Italia telah didapat, kini, Simone Inzaghi berpotensi besar membawa Inter Milan memepertahankan gelar scudetto di musim lalu.

(Tribunnews.com/Deivor)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Klub
D
M
S
K
GM
GK
-/+
P
1
Napoli
19
14
2
3
30
12
18
44
2
Atalanta
18
13
2
3
43
20
23
41
3
Inter Milan
17
12
4
1
45
15
30
40
4
Lazio
19
11
2
6
33
27
6
35
5
Juventus
18
7
11
0
30
15
15
32
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas