Lancangi Jose Mourinho, Maurizio Sarri Buat Lazio Jadi Penguasa Ibu Kota Liga Italia
Ada persaingan gengsi antara Maurizio Sarri dan Jose Mourinho yang menakhodai dua rival akut Lazio dan AS Roma.
Penulis: deivor ismanto
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNNEWS.COM - Liga Italia bukan hanya perihal persaingan scudeto antara Inter dan AC Milan.
Di sisi lain, ada persaingan gengsi antara Maurizio Sarri dan Jose Mourinho yang menakhodai dua rival akut Lazio dan AS Roma.
Kedua tim sama-sama terlempar dari perburuan juara sejak pertengahan musim, namun gengsi untuk finish di posisi lebih atas menjadi hal yang begitu menarik untuk disorot.
Dengan tangan dingin Sarri, skuat seadanya Lazio berada di posisi yang pas untuk mengamankan tiket bermain di liga Eropa musim depan.
Ya, Lazio berada di peringkat lima klasemen Liga Italia, sedangkan AS Roma berdiri tepat di bawah Lazio dengan jarak tiga poin.
Dapat dipastikan, tim asuhan Jose Mourinho akan berada di bawah Lazio pada klasemen akhir Liga Italia.
Baca juga: Eintracht Frankfurt vs Rangers: Tuntaskan Mimpi, Dua Tim Kejutan Berlaga di Final Liga Europa
Baca juga: Arsenal dan Predikat Medioker yang Enggan Hilang: Kacau di Liga Inggris & Pesimistis Mikel Arteta
Secara agresifitas gol, tim Maurizio Sarri lebih produktif dari AS Roma dan akan sulit dikejar oleh pasukan Mourinho.
Skema 4-3-3 ala Sarri atau biasa disebut Sarriball, memberinya kepercayaan diri untuk membuktikan prinsip pertahanan terbaik adalah menyerang.
Untuk mewujudkan ambisinya, eks pelatih Chelsea tersebut membutuhkan tim yang banyak dan kuat dalam hal menguasai bola.
Itulah yang menjadi alasan, tiap klub yang dilatih Sarri akan banyak melakukan pergerakan tanpa bola saat melakukan serangan.
Hal tersebut berguna dalam memecah konsetrasi lawan sekaligus menciptakan banyak ruang untuk semakin banyak menguasai pertandingan.
Dengan begitu, Sarri membutuhkan gelandang cerdas yang memiliki visi bermain dan ketangguhan saat memegang bola.
Pun dengan full back yang dimiliki, full back dengan tipikal menyerang dan memiliki kemampuan dribel mumpuni adalah yang dibutuhkan Sarri.
Ketika di Chelsea misalnya, ia rela 'menenteng' Jorginho untuk ikut bersamanya pindah ke Stamford Bridge, padahal sang pemain mengaku nyaman berada di Napoli.
Jorginho yang memang memiliki atribusi kecerdasaan dan visi bermain yang tinggi membuat Sarri begitu mengandalkannya.
Lalu, Marcos Alonso, sebagai bek kiri Alonso yang memiliki kemampuan dalam hal dribel bola dibuatnya lebih banyak bergerak ke depan, bahkan menuju kotak penalti.
Hal tersebut bertujuan untuk membuat timnya unggul di sepertiga akhir serangan, Alonso diharapkan mampu merepotkan pertahanan lawan dengan atribusinya tersebut.
Di Lazio, Sarri merombak skema 3-5-2 peninggalan Simone Inzaghi menjadi 4-3-3 favoritnya.
Lazio peninggalan Inzaghi memiliki bek tangguh yang begitu kuat dan cerdas dalam mengalirkan bola.
Biancocelesti diperkuat Francesco Acerbi yang memiliki atribusi kecerdasan, kekuatan fisik, dan akurasi passing yang istimewa.
Baca juga: 5 Alasan Liverpool Ngebet Boyong Jarrod Bowen dari West Ham, Bisa Jadi Pengganti Sepadan Mo Salah
Ia adalah seorang ball-playing defender yang bisa membuat Sarri mampu mempraktikan Sarriball-nya dengan nyaman.
Di posisi wing back Sarri memiliki seorang Elsaid Hysaj yang pernah dilatihnya saat masih menjabat sebagai manajer Napoli.
Hysaj memang tak terlalu cepat, namun ia memiliki kemampanan dalam hal menguasai bola, catatan successful dribble Hysaj berada di rasio 67.6 % per pertandingan.
Lalu di posisi yang paling penting, yaitu gelandang, Sarri memiliki seorang Sergej Milinkovic-Savic.
Jika Jorginho adalah pemain yang memiliki kecerdasan tinggi, Savic adalah gabungan dari kecerdasaan, etos kerja, dan naluri mencetak gol.
Musim ini saja, pemain berusia 26 tahun tersebut telah menyumbangkan 11 gol dan 12 assist untuk Biancocelesti, termasuk 1 golnya ke gawang Juventus tadi malam.
Ia adalah salah satu gelandang terbaik di dunia dengan kemampuan bertahan dan menyerang yang seimbang.
Catatan xA pemain berpostur 195 cm tersebut adalah 1.9, sedangkan xG juga mencolok, yaitu 2.2.
Tak heran mengapa sang gelandang mampu memberi kontribusi gol untuk tim yang bermakas di Stadion Olimpico tersebut.
Itu dalam urusan menyerang, bagaimana dalam bertahan?
Savic memiliki kondisi fisik yang prima, selain jarang cedera, ia kuat dalam hal berduel dengan para gelandang ataupun penyerang lawan.
Catatan duels won-nya berada di angka 3.01 per pertandingan, tertinggi di Serie A.
Catatan pressuresnya juga mencolok yaitu di angka 17.12 per pertandingan.
Savic adalah gelandang terlengkap di eropa, tak heran mengapa tim-tim Liga Inggris begitu ngebet mendapatkan tanda tangannya.
Baca juga: Preview Southampton vs Liverpool, Pep Guardiola Minta Tolong The Saints Gebuk The Reds 4-0
Baca juga: Kabar Persib, Pemain Jepang dan Korsel Jalani Trial, Ramai Tetap di Persipura, Ciro Belum Muncul
Sarri tahu betul dalam urusan memanfaatkan kemampuan Savic, bermain dengan 4-3-3 Savic menjadi anchor yang tak melulu berada di depan dua bek tengah.
Ia juga diberi peran untuk merangsek ke dalam kotak penalti jika memenumkan celah.
posturnya yang tinggi menjulang serta insting mencetak golnya membuat savic seringkali mampu merobek jala gawang lawan lewat sundulan ataupun tendangan terukur.
Dalam urusan mencetak gol, Sarri jelas mempercayakannya kepada penyerang haus gol asal Italia, Ciro Immobille.
Musim ini, Immobile berada di puncak daftar top skor Serie A dengan torehan 27 gol, ia berada di atas duet maut Inter Milan, Edin Dzeko dan Lautaro Martinez.
Immobille diapit oleh dua winger cepat, yaitu Pedro dan si anak hilang yang telah kembali, Felipe Anderson.
Nama yang disebutkan kedua, mampu dibuat Sarri kembali menunjukkan tajinya setelah hanya menjadi pemanis bangku cadangan untuk West Ham dan FC Porto.
Kepulangan winger asal Brasil tersebut membuat serangan Sarri dari sisi sayap menjadi lebih rancak.
Jika sebelumnya Felipe merupakan inverted winger, ia diberi peran yang berbeda oleh Sarri dengan menjadi winger kanan yang banyak bergerak lebih melebar.
Perannya fokus untuk membuat lawan kelimpuangan lewat kemampuan dribel dan skill olah bolanya.
Hal tersebut terbukti ampuh, dribbles completed Felipe berada di angka 2.59 per pertandingan, masuk 5 besar di Serie A musim ini.
Memang Lazio musim ini belum tampil konsisten, namun dari segi permainan, mereka menunjukkan peningkatan.
(Tribunnews.com/Deivor)